Rifan, Mohamad (2017) Rekonstruksi Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Dalam Tata Kelola Hutan Desa. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya. Abstract. kajian sejarah yang mengarahkan terhadap pemenuhan kebutuhan mayarakat desa baik sekitar maupun dalam hutan melalui pemindahan konsep pengelolaan hutan berbasis negara (State Base Developement) menjadi pengelolaan hutan berbasis Desa
Permen LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial adalah aturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 247 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat Setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial mengatur tentangPersetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;kegiatan Pengelolaan Perhutanan Sosial;Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut;Jangka Benah kebun rakyat;pembinaan, pengawasan dan pengendalian;percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dansanksi Hutan dalam Permen LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan SosialHutan Desa yang selanjutnya disingkat HD adalah kawasan hutan yang belum dibebani izin, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat HKm adalah kawasan hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok Masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah Masyarakat Hukum Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas Rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial diteken Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Jakarta pada tanggal 1 April 2021. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial diundangkan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Widodo Ekatjahjana pada tanggal 1 April 2021 di LHK 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial diundangkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 320. Agar setiap orang LHK 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan SosialLatar BelakangPertimbangan Permen LHK 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 247 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pengelolaan Perhutanan HukumDasar Hukum Permen LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, adalahPasal 17 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573;Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916;Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6635;Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 209;Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713;Isi Permen LHK tentang Pengelolaan Perhutanan SosialBerikut adalah isi Permen LHK 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, bukan format asliPERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG PENGELOLAAN PERHUTANAN IKETENTUAN UMUMPasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud denganPerhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat Setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan Desa yang selanjutnya disingkat HD adalah kawasan hutan yang belum dibebani izin, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat HKm adalah kawasan hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok Masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah Masyarakat Hukum Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas Rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak Perhutanan Sosial adalah kegiatan pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh kelompok Perhutanan Sosial melalui Persetujuan Pengelolaan HD, HKm, HTR, kemitraan kehutanan, dan Hutan Adat pada kawasan Hutan Lindung, kawasan Hutan Produksi atau kawasan Hutan Konservasi sesuai dengan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu, memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta mengolah dan memasarkan hasil hutan secara optimal dan adil untuk kesejahteraan Masyarakat dengan tetap menjaga Indikatif Areal Perhutanan Sosial yang selanjutnya disingkat PIAPS adalah peta yang memuat areal kawasan hutan yang dicadangkan untuk Perhutanan Pengelolaan Perhutanan Sosial adalah pemberian akses legal Pemanfaatan Hutan yang dilakukan oleh kelompok Perhutanan Sosial untuk kegiatan Pengelolaan HD, Pengelolaan HKm, Pengelolaan HTR, kemitraan kehutanan, dan Hutan Adat pada kawasan Hutan Lindung, kawasan Hutan Produksi atau kawasan Hutan Konservasi sesuai dengan Pengelolaan HD adalah akses legal yang diberikan oleh Menteri kepada Lembaga Desa untuk mengelola dan/atau memanfaatkan hutan pada kawasan Hutan Lindung dan/atau kawasan Hutan Pengelolaan HKm adalah akses legal yang diberikan oleh Menteri kepada perorangan, kelompok tani, gabungan kelompok tani hutan atau koperasi Masyarakat Setempat untuk mengelola dan/atau memanfaatkan hutan pada kawasan Hutan Lindung dan/atau kawasan Hutan Pengelolaan HTR adalah akses legal yang diberikan oleh Menteri kepada kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani hutan, koperasi tani hutan, profesional kehutanan atau perorangan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan ikutannya pada kawasan Hutan Produksi dengan menerapkan teknik budidaya tanaman silvikultur yang sesuai tapaknya untuk menjamin kelestarian sumber daya Kemitraan Kehutanan adalah persetujuan kemitraan yang diberikan kepada pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan mitra/Masyarakat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan Hutan Lindung atau kawasan Hutan Konservasi adalah kerja sama antara kepala unit pengelola kawasan atau pemegang perizinan berusaha pada kawasan konservasi dengan mitra/Masyarakat Desa yang selanjutnya disingkat Perdes adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh kepala desa setelah dibahas dan disepakati bersama badan permusyawaratan Desa adalah lembaga yang dibentuk oleh kepala desa melalui musyawarah desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melakukan pengelolaan HD, bagi sebesar-besarnya kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disingkat MHA adalah Masyarakat tradisional yang masih terkait dalam bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan dalam bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang masih ditaati, dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya yang keberadaanya dikukuhkan dengan peraturan Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan/atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup Masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau Hutan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan Masyarakat Setempat antara lain untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup dan sumber daya alam secara Indikatif Hutan Adat adalah Wilayah Hutan Adat yang berada pada kawasan hutan negara yang belum memperoleh produk hukum dalam bentuk peraturan daerah namun wilayahnya telah ditetapkan oleh bupati/wali Setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga Masyarakat baik perempuan dan laki-laki yang tinggal di sekitar kawasan hutan dibuktikan dengan kartu tanda penduduk yang bermukim dan/atau mengelola di dalam kawasan hutan negara dibuktikan dengan memiliki komunitas sosial berupa riwayat pengelolaan kawasan hutan dan bergantung pada adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 lima puluh centimeter atau lebih dan terakumulasi pada Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus yang selanjutnya disingkat KHDPK adalah kawasan hutan negara dengan fungsi lindung dan produksi di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten yang pengelolaannya tidak diserahkan kepada badan usaha milik negara bidang adalah kegiatan yang dilakukan kepada Masyarakat/kelompok Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk pengelolaan hutan lestari dan peningkatan kesejahteraan adalah pihak yang memiliki kompetensi dalam melakukan Pendampingan terhadap Masyarakat pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, secara perorangan dan/atau kelompok dan/atau Lingkungan adalah kerja sama yang melibatkan berbagai pihak secara sukarela baik itu pemerintah, swasta, Masyarakat, maupun lembaga lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan/atau pemanfaatan sumber daya adalah perseorangan, kelompok orang termasuk MHA atau badan adalah Warga Negara Indonesia yang cakap bertindak menurut Benah adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai struktur hutan dan fungsi ekosistem yang diinginkan sesuai tujuan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jenderal adalah pejabat tinggi madya yang bertanggung jawab di bidang Perhutanan Sosial dan Kemitraan Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT adalah unit yang membidangi Perhutanan Sosial dan Kemitraan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien, efektif dan Kerja Percepatan Perhutanan Sosial yang selanjutnya disingkat Pokja PPS adalah kelompok kerja provinsi yang membantu kegiatan percepatan akses dan peningkatan kualitas Pengelolaan Perhutanan Perhutanan Sosial yang selanjutnya disingkat KPS adalah kelompok tani hutan dan/atau kelompok Masyarakat dan/atau koperasi pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial serta MHA termasuk kelompok tani dan/atau kelompok Masyarakat pengelola Hutan Usaha Perhutanan Sosial yang selanjutnya disingkat KUPS adalah kelompok usaha yang dibentuk oleh KPS yang akan dan/atau telah melakukan Kelola Perhutanan Sosial yang selanjutnya disingkat RKPS adalah dokumen yang memuat rencana penguatan kelembagaan, rencana Pemanfaatan Hutan, rencana kerja usaha, dan rencana monitoring dan Kerja Tahunan yang selanjutnya disingkat RKT adalah penjabaran detail dan tata waktu pelaksanaan dari dokumen RKPS untuk setiap 2Peraturan Menteri ini mengatur mengenaiPersetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;kegiatan Pengelolaan Perhutanan Sosial;Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut;Jangka Benah kebun rakyat;pembinaan, pengawasan dan pengendalian;percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dansanksi IIPERSETUJUAN PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIALBagian KesatuUmumPasal 3Pengelolaan Perhutanan Sosial terdiri atasHD;HKm;HTR;Hutan Adat; dankemitraan kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e yang dilaksanakan pada Hutan Konservasi, diberikan dalam bentuk Kemitraan Hutan Lindung dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HD, HKm, dan/atau kemitraan Hutan Produksi dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HD, HKm, HTR dan/atau kemitraan areal Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk 4Pelaksanaan Kemitraan Konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan 5PIAPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 5 ditetapkan melalui harmonisasi peta yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan peta yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, lembaga swadaya Masyarakat dan sumber sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputikawasan hutan yang dicadangkan untuk Perhutanan Sosial;kawasan hutan yang sudah dibebani Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; danareal KHDPK untuk kepentingan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri, dan direvisi setiap 6 enam bulan sekali oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang bertanggung jawab di bidang planologi kehutanan atas nama 6Akses legal Pengelolaan Perhutanan Sosial diberikan oleh Menteri dalam bentuk persetujuan atau Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputiPersetujuan Pengelolaan HD;Persetujuan Pengelolaan HKm;Persetujuan Pengelolaan HTR; danPersetujuan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk penetapan status Hutan 7Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat diberikan kepadaPerseorangan;kelompok tani hutan; Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan 8Persetujuan Pengelolaan HD, Persetujuan Pengelolaan HKm, dan Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 diberikan untuk jangka waktu 35 tiga puluh lima tahun dan dapat waktu Persetujuan Kemitraan Kehutanan pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan Masyarakat Setempat disesuaikan dengan masa berlakunya perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan dan masa berlakunya persetujuan penggunaan kawasan 9Untuk membantu percepatan akses dan peningkatan kualitas Pengelolaan Perhutanan Sosial tingkat provinsi dibentuk Pokja PPS yang ditetapkan oleh PPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertugassosialisasi program Perhutanan Sosial kepada Masyarakat Setempat dan para pihak terkait;melakukan pencermatan terhadap PIAPS;membantu fasilitasi permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;membantu melakukan verifikasi teknis permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;membantu fasilitasi penyelesaian konflik sosial dan tenurial Pengelolaan Perhutanan Sosial;membantu fasilitasi pemenuhan hak, pelaksanaan kewajiban dan ketaatan terhadap ketentuan dan larangan bagi pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan penetapan status Hutan Adat;membantu fasilitasi penataan areal;membantu fasilitasi penyusunan perencanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial;membantu fasilitasi pengembangan usaha Perhutanan Sosial; dan/ataumembantu pelaksanaan pembinaan dan Pokja PPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atasUPT;unit pelaksana teknis terkait di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;Pemerintah Daerah provinsi;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;KPH;Pemerintah Daerah kabupaten/kota;Masyarakat sipil;pelaku usaha;kader konservasi; dan/ataurelawan lingkungan hidup dan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf g meliputi akademisi, lembaga swadaya Masyarakat dan/atau kerja Pokja PPS selama 2 dua tahun dan dapat Pokja PPS dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah dan/atau sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan KeduaPersetujuan Pengelolaan Hutan DesaParagraf 1Subjek Persetujuan Pengelolaan Hutan DesaPasal 10Persetujuan Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf a diberikan kepada Lembaga Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diberikan kepada 1 satu atau gabungan beberapa Lembaga Desa dalam Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus memenuhi ketentuankepengurusan Lembaga Desa; danpenerima manfaat Lembaga Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a meliputiwarga desa yang memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan, yang telah dan/atau akan melakukan pengelolaan terhadap areal kawasan hutan yang dimohon;Perseorangan yang memiliki kompetensi di bidang kehutanan; dan/atautokoh atau pelopor lokal yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian manfaat HD sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b merupakan warga desa setempat dengan ketentuan1 satu keluarga diwakili 1 satu orang dengan memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan; danbelum terdaftar sebagai pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan manfaat HD terdiri ataspenerima manfaat langsung; danpenerima manfaat tidak manfaat langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 6 huruf a, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 5, merupakan penggarap atau pengelola pada areal hal penggarap atau pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat 7 berasal dari luar desa setempat, dapat menjadi penerima manfaat langsung dengan melengkapi surat keterangan garapan dari kepala manfaat tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 6 huruf b selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 5, merupakan Masyarakat desa setempat yang bukan penggarap atau pengelola pada areal kerja Persetujuan Pengelolaan HD, namun secara tidak langsung mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan pengelolaan 2Objek Persetujuan Pengelolaan Hutan DesaPasal 11Areal yang dapat diberikan untuk Persetujuan Pengelolaan HD berupakawasan Hutan Lindung; dan/ataukawasan Hutan Produksi,yang belum dibebani perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan, persetujuan penggunaan kawasan hutan, atau Persetujuan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan ketentuanberada di dalam PIAPS;berada di dalam wilayah desa atau areal hasil kesepakatan batas pengelolaan antara desa yang berdampingan dan dipetakan secara partisipatif oleh Masyarakat; dan/atauberada di dalam satu kesatuan lanskap/bentang alam dalam desa hal areal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berada di luar PIAPS, dapat diberikan persetujuan dengan pertimbanganareal yang sudah dikelola oleh Masyarakat desa setempat; dan/atauareal yang mempunyai potensi untuk pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu, dan hasil hutan bukan hal areal yang sudah dikelola oleh Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a berupa tanaman sawit yang dilakukan oleh Perseorangan dan bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 lima tahun secara terus menerus, diberikan paling luas 5 lima hektar per yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dibuktikan dengankartu tanda penduduk; atausurat keterangan tempat tinggal dan/atau domisili yang diterbitkan oleh kepala desa atau lurah setempat, yang alamatnya di dalam kawasan hutan atau di desa/kelurahan yang berbatasan langsung dengan kawasan terhadap Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 dilakukan melalui verifikasi teknis, dan validasi data dan informasi oleh tim terpadu yang dibentuk oleh Persetujuan Pengelolaan HD paling luas lima ribu hektar per unit 3Tata Cara Permohonan Persetujuan Pengelolaan Hutan DesaPasal 12Permohonan Persetujuan Pengelolaan HD diajukan melalui surat permohonan yang ditandatangani olehketua Lembaga Desa dan diketahui kepala desa/lurah; atauketua gabungan Lembaga Desa dan diketahui oleh para ketua Lembaga Desa dan para kepala desa/lurah atau camat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilengkapi denganPerdes atau peraturan lainnya yang setara tentang pembentukan Lembaga Desa secara musyawarah, yang memuat pengaturan pengelolaan HD dengan prinsip pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan warga desa, kelestarian hutan dan pengelolaan lingkungan hidup;keputusan kepala desa atau yang setara tentang susunan pengurus Lembaga Desa;daftar nama pengurus Lembaga Desa dan penerima manfaat yang diketahui oleh kepala desa setempat atau yang setara dalam bentuk cetak dan digital;fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga pengurus Lembaga Desa;gambaran umum wilayah meliputikeadaan fisik berupa topografi dan penutupan lahan;sosial ekonomi yang menggambarkan jumlah penduduk, jenis kelamin, pekerjaan, dan jumlah kepala keluarga atau demografi desa;potensi kawasan berupa jenis tanaman/hewan yang akan diusahakan, jenis tumbuhan, dan hewan yang ada di dalam areal usulan, biofisik areal usulan, serta identifikasi potensi usaha; danpada fungsi Ekosistem Gambut memuat informasi usaha yang akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya;pakta integritas bermeterai yang ditandatangani oleh ketua Lembaga Desa atau ketua gabungan Lembaga Desa dan diketahui oleh kepala desa/lurah atau camat bersangkutan; danpeta usulan areal yang dimohon dengan skala paling kecil 1 satu berbanding lima puluh ribu yang ditandatangani oleh ketua Lembaga Desa atau ketua gabungan Lembaga Desa dan diketahui oleh kepala KPH atau ketua Pokja PPS dalam bentuk cetakan dan shape Persetujuan Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 13Permohonan Persetujuan Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepadagubernur;bupati/wali kota;organisasi perangkat daerah bidang kehutanan;kepala UPT; dankepala Persetujuan Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secaramanual; secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b difasilitasi oleh Pokja hal permohonan dilakukan secara elektronik, dokumen fisik permohonan beserta lampiran, disampaikan kepada tim verifikasi teknis pada saat pelaksanaan verifikasi 4Verifikasi AdministrasiPasal 14Terhadap permohonan Persetujuan Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi administrasi untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian persyaratan administrasi permohonan Persetujuan Pengelolaan HD serta pencermatan terhadap subjek dan objek terhadap objek persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui penelaahan peta areal yang dimohon dengan cara tumpang susun peta permohonan dengan peta tematik terbaru meliputipeta kawasan hutan;peta hasil tata batas kawasan hutan;PIAPS;peta indikatif dan Wilayah Hutan Adat;peta perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan;peta Persetujuan Perhutanan Sosial;peta persetujuan penggunaan kawasan hutan;peta persetujuan pelepasan kawasan hutan;peta perubahan fungsi kawasan hutan;peta indikatif penghentian pemberian izin baru;peta indikatif tanah objek reforma agraria;peta rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPH;peta arahan Pemanfaatan Hutan untuk perizinan berusaha;peta kesatuan hidrologi Gambut;peta tutupan lahan;citra satelit resolusi tinggi dan/atau citra pesawat nirawak; dan/ataupeta lainnya yang terkait pada usulan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan melaksanakan verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direktur Jenderal menetapkan petugas verifikasi administrasi permohonan Persetujuan Pengelolaan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam jangka waktu 3 tiga hari kerja sejak permohonan administrasi dilakukan melalui pengisian formulir dan telaah peta dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 15Hasil verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dituangkan dalam formulir verifikasi administrasi yang memuat informasipermohonan memenuhi syarat; ataupermohonan tidak memenuhi verifikasi administrasi permohonan dinyatakan memenuhi syarat, jika dokumen permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal hal hasil verifikasi administrasi menyatakan permohonanmemenuhi syarat, dilanjutkan dengan verifikasi teknis; atautidak memenuhi syarat, Direktur Jenderal menyampaikan surat pengembalian permohonan kepada pemohon, untuk dilakukan perbaikan dengan tembusan kepada ketua Pokja PPS dan kepala melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 14 empat belas hari sejak diterimanya surat pengembalian permohonan dan jika perbaikan tidak dilakukan sampai jangka waktu yang telah ditentukan, permohonan dinyatakan batal dengan 5Verifikasi TeknisPasal 16Dalam melaksanakan verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 3 huruf a, Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direktur Jenderal memerintahkan kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 menugaskan tim verifikasi teknis untuk melaksanakan verifikasi verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri atas unsurUPT;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;unit pelaksana teknis terkait Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;KPH; dan/atauanggota Pokja Jenderal dapat menugaskan personel untuk melakukan supervisi dan/atau bantuan teknis pada pelaksanaan verifikasi 17Tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 4 melakukan verifikasi teknis terhadapobjek persetujuan; dansubjek Verifikasi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melaksanakan tugas dalam jangka waktu 7 tujuh hari kerja sejak diterbitkan surat tugas dan dapat diperpanjang sesuai dengan kondisi hal terdapat kondisi tertentu, verifikasi teknis dapat dilakukan secara kombinasi elektronik dan 18Verifikasi teknis terhadap objek persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a dilakukan melaluitelaahan peta; danpemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan terhadap objek persetujuan dengan menggunakan alat bantu global positioning system dan/atau pesawat nirawak, dengan cara mengambil titik koordinat, meliputikantor desa/kelurahan dan/atau lokasi diskusi;batas kawasan hutan;batas perizinan bidang kehutanan dan perizinan bidang lainnya;batas luar areal yang dimohon sesuai petunjuk pemohon;titik ikat alam dapat berupa muara sungai, persimpangan jalan, dan situs;beberapa titik lokasi pengelolaan di dalam areal yang dimohon;beberapa titik kondisi biofisik tutupan lahan termasuk tutupan lahan sawit; dan/ataubeberapa titik potensi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk memperoleh fakta, data, dan informasiletak dan batas areal yang dimohon;fungsi kawasan areal yang dimohon;keberadaan perizinan berusaha bidang kehutanan dan perizinan lainnya pada areal yang dimohon;keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan tanaman sawit pada areal yang dimohon;status areal yang dimohon pada peta PIAPS, peta tanah objek reforma agraria, peta indikatif penghentian pemberian izin baru, dan peta Ekosistem Gambut;kondisi biofisik areal yang dimohon;potensi pemanfaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu, dan jasa lingkungan pada areal yang dimohon; danaksesibilitas dan jarak dari permukiman pemohon ke areal yang pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dituangkan dalam peta hasil verifikasi teknis yang ditandatangani oleh tim verifikasi teknis, dengan layer peta sesuai keperluan berupabatas areal yang dimohon;batas areal hasil verifikasi teknis;titik koordinat hasil pemeriksaan lapangan;batas kawasan hutan;batas perizinan berusaha bidang kehutanan/non kehutanan;batas peta indikatif penghentian pemberian izin baru;batas kawasan hidrologis Gambut;batas wilayah administratif; dan/ataurupa bumi Indonesia berupa jaringan jalan, jaringan sungai, dan terhadap objek persetujuan dapat diterima apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dengan mempertimbangkanzonasi pengelolaan kawasan hutan dalam rencana pengelolaan hutan jangka panjang;batasan administratif;batas wilayah Hutan Adat;tutupan lahan sawit dan hutan alam primer;areal indikatif tanah objek reforma agraria;areal peta indikatif penghentian pemberian izin baru;kondisi Ekosistem Gambut; dan/ataupenguasaan pihak luas areal Persetujuan Pengelolaan HD dimungkinkan dengan pertimbangan penyesuaian batas alam, batas kawasan, dan batas hal penambahan luas areal sebagaimana dimaksud pada ayat 6 lebih dari 5% lima persen, pemohon wajib merevisi surat 19Verifikasi teknis terhadap subjek Persetujuan Pengelolaan HD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf b dilakukan melalui diskusi dan wawancara dengan pengurus Lembaga Desa, perwakilan penerima manfaat, kepala desa/lurah, tokoh Masyarakat, tokoh adat, dan/atau camat verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dihadiri oleh seluruh pengurus Lembaga Desa dan perwakilan penerima hal terdapat pengurus Lembaga Desa yang tidak hadir, proses verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diwakilkan oleh ketua Lembaga Desa dan membuat surat dan wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan untuk mengetahui dan memastikan fakta, data, dan informasidokumen permohonan;status kelembagaan pemohon;daftar penerima manfaat HD;komoditas atau jenis pemanfaatan yang telah dan akan diusahakan pemohon; danidentifikasi potensi konflik sosial dan tenurial pada objek status kelembagaan pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b dilakukan melalui pemeriksaanPerdes;penetapan susunan pengurus Lembaga Desa dengan surat keputusan kepala desa/lurah atau camat setempat; dandaftar nama pengurus Lembaga Desa berdasarkan kartu tanda penduduk, nomor induk kependudukan, kartu keluarga dan alamat persetujuan yang dapat diterima apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20Tim verifikasi teknis menuangkan fakta, data, dan informasi terkait subjek dan objek persetujuan yang dapat atau tidak dapat dipertimbangkan ke tahap berikutnya ke dalam berita acara verifikasi teknis yang ditandatangani oleh tim verifikasi tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil verifikasi teknis kepada Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melaporkan hasil verifikasi teknis kepada Direktur hasil verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Persetujuan Pengelolaan HD atau surat penolakan permohonan Persetujuan Pengelolaan acara verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri KetigaPersetujuan Pengelolaan Hutan KemasyarakatanParagraf 1Subjek Persetujuan Pengelolaan Hutan KemasyarakatanPasal 21Persetujuan Pengelolaan HKm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf b dapat diberikan kepadaPerseorangan;kelompok tani; sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dengan ketentuan tergabung atau membentuk kelompok tani sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b berupa kelompok tani hutan atau gabungan kelompok tani sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c dengan ketentuan koperasi setempat yang bergerak di bidang pertanian, hortikultura, peternakan, dan/atau kelompok Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan kelompok tani hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling sedikit berjumlah 15 lima belas hal anggota kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat 5 berjumlah lebih dari 300 tiga ratus orang dapat membentuk gabungan kelompok tani kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dan ayat 6 yang dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HKm berasal dariMasyarakat Setempat dengan mengutamakan pengelola pada areal yang dimohon yang mempunyai ketergantungan hidup pada lahan kawasan hutan;profesional kehutanan atau Perseorangan yang memperoleh pendidikan kehutanan, atau bidang ilmu lainnya yang berpengalaman di bidang kehutanan atau pernah sebagai Pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan; dan/atauMasyarakat luar desa setempat yang sudah mengelola areal yang dimohon secara turun temurun atau 5 lima tahun terakhir berturut-turut yang dinyatakan dengan surat keterangan kepala desa atau lurah kelompok yang dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HKm sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dengan ketentuan1 satu keluarga diwakili 1 satu orang dengan memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan; danbelum terdaftar sebagai pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan 2Objek Persetujuan Pengelolaan Hutan KemasyarakatanPasal 22Areal yang dapat diberikan untuk Persetujuan Pengelolaan HKm berupaHutan Lindung; dan/atauHutan Produksi,yang belum dibebani perizinan berusaha, persetujuan penggunaan kawasan hutan, atau Persetujuan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan ketentuanberada di dalam PIAPS; dan/atauareal yang sudah dikelola oleh hal areal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berada di luar PIAPS, dapat diberikan persetujuan dengan pertimbangan areal yang dimaksud sudah dikelola oleh hal areal yang sudah dikelola oleh Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berupa tanaman sawit yang dilakukan oleh Perseorangan dengan ketentuan membentuk kelompok dan bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 lima tahun secara terus menerus, diberikan paling luas 5 lima hektar per yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dibuktikan dengankartu tanda penduduk; atausurat keterangan tempat tinggal dan/atau domisili yang diterbitkan oleh kepala desa/lurah atau camat setempat, yang alamatnya di dalam kawasan hutan atau di desa yang berbatasan langsung dengan kawasan terhadap Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 dilakukan melalui verifikasi teknis dan validasi data dan informasi oleh tim terpadu yang dibentuk oleh Persetujuan Pengelolaan HKm diberikan dengan ketentuan luasanper unit pengelolaan paling luas lima ribu hektar; danper kepala keluarga paling luas 15 lima belas 3Tata Cara Permohonan Persetujuan Pengelolaan Hutan KemasyarakatanPasal 23Permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm diajukan melalui surat permohonan yang ditandatangani olehketua kelompok Masyarakat;ketua kelompok tani atau kelompok tani hutan;ketua gabungan kelompok tani hutan; atauketua pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilengkapi denganidentitas pemohon Persetujuan Pengelolaan HKm meliputidaftar nama pengurus dan anggotakelompok Masyarakat;kelompok tani atau kelompok tani hutan;gabungan kelompok tani hutan; ataukoperasi, yang diketahui oleh kepala desa/lurah, atau camat setempat; danfotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga,dalam bentuk cetak, dan digital;gambaran umum wilayah, dapat berupa keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi, dan potensi kawasankeadaan biofisik yang menggambarkan topografi dan penutupan lahan;sosial ekonomi yang menggambarkan jumlah penduduk, jenis kelamin, pekerjaan, dan jumlah kepala keluarga atau demografi desa;potensi kawasan berupa jenis tanaman/hewan yang akan diusahakan, jenis tumbuhan dan hewan dan biofisik yang ada di dalam areal usulan dan identifikasi potensi usaha; danpada fungsi Ekosistem Gambut memuat informasi usaha yang akan dimanfaatkan sesuai dengan usulan lokasi paling kecil skala 1 satu berberbanding lima puluh ribu yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon, dan diketahui oleh kepala KPH atau ketua Pokja PPS berupa cetakan dan shape file;pakta integritas bermeterai yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon; dansurat pembentukan kelompok kelompok tani, kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani hutan, atau akta pendirian Persetujuan Pengelolaan HKm sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 24Permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepadagubernur;bupati/wali kota;pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan;kepala UPT; dankepala KPH;Permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secaramanual; secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b difasilitasi oleh Pokja 4Verifikasi AdministrasiPasal 25Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi administrasi untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian persyaratan administrasi permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm serta pencermatan terhadap subjek dan objek terhadap objek persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melalui penelaahan peta areal yang dimohon dengan cara tumpang susun peta permohonan dengan peta tematik terbaru meliputipeta kawasan hutan;peta hasil tata batas kawasan hutan;PIAPS;peta indikatif dan Wilayah Hutan Adat;peta perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan;peta persetujuan Perhutanan Sosial;peta persetujuan penggunaan kawasan hutan;peta persetujuan pelepasan kawasan hutan;peta perubahan fungsi kawasan hutan;peta indikatif penghentian pemberian izin baru;peta indikatif tanah objek reforma agraria;peta rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPH;Peta arahan Pemanfaatan Hutan untuk perizinan berusaha;peta kesatuan hidrologi Gambut;peta tutupan lahan;citra satelit resolusi tinggi dan/atau citra pesawat nirawak; dan/ataupeta lainnya yang terkait pada usulan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan melaksanakan verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direktur Jenderal menetapkan petugas verifikasi administrasi permohonan Persetujuan Pengelolaan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 tiga hari kerja sejak permohonan administrasi dilakukan melalui pengisian formulir dan telaah peta dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 26Hasil verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dituangkan dalam formulir verifikasi administrasi yang memuat informasipermohonan memenuhi syarat; ataupermohonan tidak memenuhi verifikasi administrasi permohonan dinyatakan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, jika dokumen permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal hal hasil verifikasi administrasi menyatakan permohonanmemenuhi syarat, dilanjutkan dengan verifikasi teknis; atautidak memenuhi syarat, Direktur Jenderal menyampaikan surat pengembalian permohonan kepada pemohon, untuk dilakukan perbaikan dengan tembusan kepada ketua Pokja PPS dan kepala melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 14 empat belas hari sejak diterimanya surat pengembalian permohonan, dan apabila perbaikan tidak dilakukan sampai jangka waktu yang telah ditentukan, permohonan dinyatakan batal dengan 5Verifikasi TeknisPasal 27Dalam melaksanakan verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 3 huruf a, Menteri menugaskan Direktur melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direktur Jenderal memerintahkan Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 menugaskan tim verifikasi teknis untuk melaksanakan verifikasi verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri atas unsurUPT;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;unit pelaksana teknis terkait lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;KPH; dan/atauPokja Jenderal dapat menugaskan personel untuk melakukan supervisi dan/atau bantuan teknis pada pelaksanaan Verifikasi 28Tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 3, melaksanakan tugas verifikasi teknis terhadapobjek persetujuan; dansubjek Verifikasi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melaksanakan tugas dalam jangka waktu 7 tujuh hari kerja sejak diterbitkan surat tugas dan dapat diperpanjang sesuai dengan kondisi hal terdapat kondisi tertentu, verifikasi teknis dapat dilakukan secara kombinasi elektronik dan 29Verifikasi teknis terhadap objek persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 huruf a, dilakukan melaluitelaahan peta; danpemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan terhadap objek persetujuan dengan menggunakan alat bantu global positioning system dan/atau pesawat nirawak, dengan mengambil titik koordinat, meliputikantor desa/kelurahan dan/atau lokasi diskusi;batas kawasan hutan;batas perizinan berusaha bidang kehutanan dan perizinan lainnya;batas luar areal yang dimohon sesuai petunjuk pemohon;titik ikat alam dapat berupa muara sungai, persimpangan jalan, dan situs;beberapa titik lokasi pengelolaan di dalam areal yang dimohon;beberapa titik kondisi biofisik tutupan lahan termasuk tutupan lahan sawit; dan/ataubeberapa titik potensi pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk memperoleh fakta, data dan informasiletak dan batas areal yang dimohon;fungsi kawasan areal yang dimohon;keberadaan perizinan berusaha bidang kehutanan dan perizinan lainnya pada areal yang dimohon;keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan tanaman sawit pada areal yang areal yang dimohon pada peta PIAPS, peta tanah objek reforma agraria, peta indikatif penghentian pemberian izin baru, dan peta ekosistem gambut;kondisi biofisik areal yang dimohon;potensi pemanfaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu, dan jasa lingkungan pada areal yang dimohon; dan/atauaksesibilitas dan jarak dari permukiman pemohon ke areal yang pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dituangkan dalam peta hasil verifikasi teknis yang ditandatangani oleh tim verifikasi teknis, dengan layer peta sesuai keperluan, berupabatas areal yang dimohon;batas areal hasil verifikasi teknis;titik koordinat hasil pemeriksaan lapangan;batas kawasan hutan;batas perizinan berusaha bidang kehutanan/non kehutanan;batas peta indikatif penghentian pemberian izin baru;batas kawasan hidrologis Gambut;batas wilayah administrasi; dan/ataurupa bumi Indonesia berupa jaringan jalan, jaringan sungai, dan terhadap objek persetujuan dapat diterima apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dengan mempertimbangkanzonasi pengelolaan hutan dalam rencana pengelolaan hutan jangka panjang;batas Wilayah Adat;kondisi tutupan lahan termasuk berupa sawit dan/atau kebun rakyat lainnya;areal indikatif tanah objek reforma agraria;areal peta indikatif penghentian pemberian izin baru;kondisi ekosistem Gambut; dan/ataupenguasaan pihak luas areal Persetujuan Pengelolaan HKm dimungkinkan dengan pertimbangan penyesuaian batas alam, batas kawasan, dan batas hal penambahan luas areal sebagaimana dimaksud pada ayat 6 lebih dari 5% lima persen, pemohon wajib merevisi surat 30Verifikasi teknis terhadap subjek persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 huruf b dilakukan melalui pengecekan identitas pemohon Persetujuan Pengelolaan HKm, diskusi dan wawancara dengan pengurus dan anggota pemohon serta kepala desa/lurah atau camat anggota pemohon harus menghadiri proses verifikasi teknis dan dalam hal tidak hadir dapat diwakilkan oleh salah satu anggota keluarga atau ketua teknis terhadap pemohon Persetujuan Pengelolaan HKm sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk mengetahui dan memastikan fakta, data, dan informasikebenaran dokumen permohonan;kelembagaan pemohon;kebenaran identitas pemohon meliputinama;nomor induk kependudukan;jenis kelamin;pekerjaan; danalamat dan/atau mata pencaharian Masyarakat terhadap areal yang dimohon;komoditas atau jenis pemanfaatan yang telah dan akan diusahakan pemohon; danpotensi konflik sosial dan tenurial pada areal yang kebenaran kelembagaan pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b, dilakukan melalui pemeriksaan dokumen, berupasurat pembentukan kelompok, kelompok tani, kelompok tani hutan atau gabungan kelompok tani hutan; atauakta pendirian persetujuan yang dapat diterima apabila memenuhi ketetentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31Tim verifikasi teknis menuangkan data, fakta, dan informasi terkait objek dan subjek persetujuan yang dapat atau tidak dapat dipertimbangkan ke tahap berikutnya ke dalam berita acara verifikasi teknis yang ditandatangani oleh tim verifikasi tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil verifikasi teknis kepada Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melaporkan hasil verifikasi teknis kepada Direktur hasil verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat Keputusan Persetujuan Pengelolaan Hkm dan/atau surat penolakan permohonan Persetujuan Pengelolaan acara verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri KeempatPersetujuan Pengelolaan Hutan Tanaman RakyatParagraf 1Subjek Persetujuan Pengelolaan Hutan Tanaman RakyatPasal 32Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf c dapat diberikan kepadakelompok tani hutan;gabungan kelompok tani hutan;koperasi tani hutan; atauprofesional kehutanan atau Perseorangan yang telah memperoleh pendidikan kehutanan atau bidang ilmu lainnya yang memiliki pengalaman sebagai Pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan dengan membentuk kelompok atau koperasi bersama Masyarakat 33Persetujuan Pengelolaan HTR kepada koperasi tani hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c diberikan kepada koperasi setempat yang bergerak di bidang pertanian, hortikultura, peternakan, dan/atau anggota kelompok tani hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a paling sedikit 15 lima belas hal anggota kelompok tani hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berjumlah lebih dari 300 tiga ratus orang dapat membentuk gabungan kelompok anggota pemohon Persetujuan Pengelolaan HTR meliputiMasyarakat Setempat dengan mengutamakan pengelola pada areal yang dimohon yang mempunyai ketergantungan hidup pada lahan kawasan hutan;profesional kehutanan atau Perseorangan yang memperoleh pendidikan kehutanan, atau bidang ilmu lainnya yang berpengalaman di bidang kehutanan atau pernah sebagai Pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan;1 satu keluarga diwakili 1 satu orang dengan memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan;belum terdaftar sebagai pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dan/atauMasyarakat luar desa setempat yang sudah mengelola areal yang dimohon secara turun temurun atau dalam jangka waktu 5 lima tahun terakhir berturut-turut yang dinyatakan dengan surat keterangan kepala desa atau lurah 2Objek Persetujuan Pengelolaan Hutan Tanaman RakyatPasal 34Areal yang dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HTR berupa kawasan Hutan Produksi yang belum dibebaniperizinan berusaha;persetujuan penggunaan kawasan hutan; atauPersetujuan Pengelolaan Perhutanan Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diberikan dengan ketentuanberada di dalam PIAPS;diutamakan pada hutan produksi yang tidak produktif; dan/atauareal yang sudah dikelola oleh hal areal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berada di luar PIAPS, dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HTR dengan ketentuan areal dimaksud sudah dikelola oleh permohonan yang berada di luar PIAPS yang diberikan Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud pada ayat 3 akan dimasukan dalam revisi PIAPS Persetujuan Pengelolaan HTR diberikan dengan ketentuan luasanper unit pengelolaan paling luas lima ribu hektar; danper kepala keluarga paling luas 15 lima belas 3Tata Cara Permohonan Persetujuan Pengelolaan HutanTanaman RakyatPasal 35Permohonan Persetujuan Pengelolaan HTR diajukan melalui surat yang ditandatangani olehketua kelompok tani hutan;ketua gabungan kelompok tani hutan; atauketua pengurus koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilengkapi denganidentitas pemohon Persetujuan Pengelolaan HKm meliputidaftar nama pengurus dan anggotakelompok tani hutan;gabungan kelompok tani hutan; ataukoperasi,yang diketahui oleh kepala desa/lurah, atau camat setempat; danfotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga,dalam bentuk cetak dan digital;gambaran umum wilayah, dapat berupa keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi, dan potensi kawasan berupakeadaan biofisik yang menggambarkan topografi dan penutupan lahan;sosial ekonomi yang menggambarkan jumlah penduduk, jenis kelamin, pekerjaan, dan jumlah kepala keluarga atau demografi desa;potensi kawasan berupa jenis tanaman/hewan yang akan diusahakan, jenis tumbuhan dan hewan dan biofisik yang ada di dalam areal usulan dan identifikasi potensi usaha; danpada fungsi ekosistem gambut memuat informasi usaha yang akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya,peta peta usulan areal yang dimohon dengan skala minimal skala 1 satu berbanding lima puluh ribu yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon dan diketahui oleh kepala KPH atau ketua Pokja PPS berupa cetakan dan shape file;pakta Integritas bermeterai yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon; dansurat pembentukan kelompok, kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani hutan, atau akta pendirian Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 36Permohonan Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepadagubernur;bupati/wali kota;pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan;kepala UPT; dankepala Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secaramanual; secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b difasilitasi oleh Pokja 4Verifikasi AdministrasiPasal 37Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi administrasi untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian persyaratan administrasi permohonan Persetujuan Pengelolaan HTR serta pencermatan terhadap subjek dan objek terhadap objek persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melalui penelaahan peta areal yang dimohon dengan cara tumpang susun peta permohonan dengan peta tematik terbaru meliputipeta kawasan hutan;peta hasil tata batas kawasan hutan;PIAPS;peta indikatif dan Wilayah Hutan Adat;peta perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan;peta persetujuan Perhutanan Sosial;peta persetujuan penggunaan kawasan hutan;peta persetujuan pelepasan kawasan hutan;peta perubahan fungsi kawasan hutan;peta indikatif penghentian pemberian izin baru;peta indikatif tanah objek reforma agraria;peta rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPH;peta arahan Pemanfaatan Hutan untuk perizinan berusaha;peta kesatuan hidrologi Gambut;peta tutupan lahan;citra satelit resolusi tinggi dan/atau citra pesawat nirawak; dan/ataupeta lainnya yang terkait pada usulan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan melaksanakan verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Direktur Jenderal menetapkan petugas verifikasi administrasi permohonan Persetujuan Pengelolaan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 tiga hari kerja sejak permohonan administrasi dilakukan melalui pengisian formulir dan telaah peta dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 38Hasil verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dituangkan dalam formulir verifikasi administrasi yang memuat informasipermohonan memenuhi syarat; ataupermohonan tidak memenuhi Verifikasi administrasi permohonan dinyatakan memenuhi syarat, jika dokumen permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal hal hasil verifikasi administrasi menyatakan permohonanmemenuhi syarat, dilanjutkan dengan verifikasi teknis; atautidak memenuhi syarat, Direktur Jenderal menyampaikan surat pengembalian permohonan kepada pemohon, untuk dilakukan perbaikan dengan tembusan kepada ketua Pokja PPS dan kepala melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 14 empat belas hari sejak diterimanya surat pengembalian permohonan dan jika perbaikan tidak dilakukan sampai jangka waktu yang telah ditentukan, permohonan dinyatakan batal dengan 5Verifikasi TeknisPasal 39Dalam melaksanakan verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat 3 huruf a Menteri menugaskan Direktur melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Direktur Jenderal memerintahkan kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 menugaskan tim verifikasi teknis untuk melaksanakan verifikasi verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri atas unsurUPT;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;unit pelaksana teknis terkait lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;KPH; dan/atauPokja Jenderal dapat menugaskan personel untuk melakukan supervisi dan/atau bantuan teknis pada pelaksanaan Verifikasi 40Tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 3 melaksanakan tugas verifikasi teknis terhadapobjek persetujuan; dansubjek verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan tugas dalam jangka waktu 7 tujuh hari kerja sejak diterbitkan surat tugas dan dapat diperpanjang sesuai dengan kondisi hal terdapat kondisi tertentu, verifikasi teknis dapat dilakukan secara kombinasi elektronik dan 41Verifikasi teknis terhadap objek persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 1 huruf a dilakukan melaluitelaahan peta; danpemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan terhadap objek persetujuan dengan menggunakan alat bantu global positioning system dan/atau pesawat nirawak, dengan mengambil titik koordinat, meliputikantor desa/kelurahan dan/atau lokasi diskusi;batas kawasan hutan;batas perizinan berusaha bidang kehutanan dan perizinan lainnya;batas luar areal yang dimohon sesuai petunjuk pemohon;titik ikat alam dapat berupa muara sungai, persimpangan jalan, dan situs;beberapa titik lokasi pengelolaan di dalam areal yang dimohon;beberapa titik kondisi biofisik tutupan lahan termasuk tutupan lahan sawit; dan/ataubeberapa titik potensi pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk memperoleh fakta, data dan informasiletak dan batas areal yang dimohon;fungsi kawasan areal yang dimohon;keberadaan perizinan berusaha bidang kehutanan dan perizinan lainnya pada areal yang dimohon;keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan tanaman sawit pada areal yang areal yang dimohon pada peta PIAPS, peta tanah objek reforma agraria, peta indikatif penghentian pemberian izin baru, dan peta Ekosistem Gambut;kondisi biofisik areal yang dimohon;potensi pemanfaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu, dan jasa lingkungan pada areal yang dimohon; dan/atauaksesibilitas dan jarak dari permukiman pemohon ke areal yang pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dituangkan dalam peta hasil verifikasi teknis yang ditandatangani oleh tim verifikasi teknis, dengan layer peta sesuai keperluan, berupabatas areal yang dimohon;batas areal hasil verifikasi teknis;titik koordinat hasil pemeriksaan lapangan;batas kawasan hutan;batas perizinan berusaha bidang kehutanan/non kehutanan;batas peta indikatif penghentian pemberian izin baru;batas kawasan hidrologis Gambut;batas wilayah administrasi; dan/ataurupa bumi Indonesia berupa jaringan jalan, jaringan sungai, dan terhadap objek persetujuan dapat diterima apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dengan mempertimbangkanzonasi pengelolaan hutan dalam rencana pengelolaan hutan jangka panjang;batas wilayah Hutan Adat;kondisi tutupan lahan termasuk berupa sawit dan/atau kebun rakyat lainnya;areal indikatif tanah objek reforma agraria;areal peta indikatif penghentian pemberian izin baru;kondisi Ekosistem Gambut; dan/ataupenguasaan pihak luas areal Persetujuan Pengelolaan HTR dimungkinkan dengan pertimbangan penyesuaian batas alam, batas kawasan, dan batas hal penambahan luas areal sebagaimana dimaksud pada ayat 6 lebih dari 5% lima persen, pemohon harus merevisi surat 42Verifikasi teknis terhadap subjek Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 1 huruf b dilakukan melalui pengecekan identitas pemohon Persetujuan Pengelolaan HTR, diskusi dan wawancara dengan pengurus dan anggota pemohon serta kepala desa/lurah atau camat anggota pemohon harus menghadiri proses verifikasi teknis, dan dalam hal tidak hadir dapat diwakilkan oleh salah satu anggota keluarga atau ketua teknis terhadap subjek Persetujuan Pengelolaan HTR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk mengetahui dan memastikan fakta, data, dan informasikebenaran dokumen permohonankelembagaan pemohonkebenaran identitas pemohon meliputinama;nomor induk kependudukan;jenis kelamin;pekerjaan; danalamat dan/atau mata pencaharian Masyarakat terhadap areal yang dimohon;komoditas atau jenis pemanfaatan yang telah dan akan diusahakan pemohon; danstatus kelembagaan kebenaran status kelembagaan pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b, dilakukan melalui pemeriksaan dokumen berupasurat pembentukan kelompok tani atau gabungan kelompok tani; atauakta pendirian persetujuan yang dapat diterima jika memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 43Tim verifikasi teknis menuangkan data, fakta, dan informasi terkait objek dan subjek persetujuan yang dapat atau tidak dapat dipertimbangkan untuk dilanjutkan ketahap berikutnya ke dalam berita acara verifikasi teknis yang ditandatangani oleh tim verifikasi tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil verifikasi teknis kepada kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melaporkan hasil verifikasi teknis kepada Direktur hasil verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Persetujuan Pengelolaan HTR atau surat penolakan permohonan Persetujuan Pengelolaan acara verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri KelimaPersetujuan Kemitraan KehutananParagraf 1Subjek Persetujuan Kemitraan KehutananPasal 44Persetujuan kemitraan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf d diberikan kepada pemegang perizinan berusaha pemanfaatan kawasan hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan Masyarakat Setempat yang memiliki ketergantungan langsung terhadap areal kerja/areal kelola pemohon dalam bentukkelompok tani hutan; ataugabungan kelompok tani hutan;Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berasal daripenduduk yang tinggal di desa sekitar areal perizinan berusaha, penggunaan kawasan hutan atau kawasan Hutan Konservasi;Masyarakat yang sudah mengelola areal yang dimohon secara turun temurun atau 5 lima tahun terakhir berturut-turut karena kedekatan akses terhadap areal yang dimohon dalam satu kesatuan lanskap hutan yang dinyatakan dengan surat keterangan dari kepala desa atau lurah setempat;profesional kehutanan atau Perseorangan yang telah memperoleh pendidikan kehutanan atau bidang ilmu lainnya yang pernah sebagai Pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan dengan membentuk kelompok atau koperasi bersama Masyarakat Setempat; dan/atauMasyarakat luar desa setempat yang sudah mengelola areal yang dimohon secara turun temurun atau 5 lima tahun terakhir berturut-turut yang dinyatakan dengan surat keterangan kepala desa/lurah atau camat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dengan ketentuan1 satu keluarga diwakili 1 satu orang dengan memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan; danbelum terdaftar sebagai pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan, pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan, atau pengelola Hutan Konservasi melakukan fasilitasi pembentukan kelompok, atau kelompok tani hutan atau gabungan kelompok tani hutan sebagai subjek persetujuan kemitraan kehutanan/Kemitraan melakukan fasilitasi pembentukan kelompok sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat 5 kelompok, atau kelompok tani hutan atau gabungan kelompok tani hutan dapat dibantu oleh Pokja 2Objek Persetujuan Kemitraan KehutananPasal 45Areal yang dapat diberikan Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berupakawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan Lindung yang telah dibebani perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan;kawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan Lindung yang telah dibebani persetujuan penggunaan kawasan hutan; ataukawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan ketentuanmemiliki potensi menjadi sumber penghidupan Masyarakat Setempat; atauareal konflik atau berpotensi hal areal yang sudah dikelola oleh Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berupa tanaman sawit yang dilakukan oleh Perseorangan dengan ketentuan membentuk kelompok dan bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 lima tahun secara terus menerus, diberikan paling luas 5 lima hektar per yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dibuktikan dengankartu tanda penduduk; atausurat keterangan tempat tinggal dan/atau domisili yang diterbitkan oleh kepala desa atau lurah setempat, yang alamatnya di dalam kawasan hutan atau di desa yang berbatasan langsung dengan kawasan terhadap Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4 dilakukan melalui verifikasi teknis dan validasi data dan informasi oleh tim terpadu yang dibentuk oleh luas areal untuk Persetujuan Kemitraan Kehutanan diatur dengan ketentuanpada areal kerja perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan paling luas 5 lima hektar untuk setiap keluarga; ataudalam hal Masyarakat Setempat bermitra untuk memungut hasil hutan bukan kayu atau jasa lingkungan hutan, luasan areal sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak berlaku, diberikan sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan bersama para pihak dan melampirkan peta yang dimohon setelah diberikan Persetujuan Kemitraan Kehutanan akan dipertimbangkan dalam revisi 46Areal Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 memenuhi kriteriamemiliki potensi menjadi sumber penghidupan Masyarakat Setempat; dan/atauareal konflik atau berpotensi 3Tahapan Persetujuan Kemitraan KehutananPasal 47Persetujuan Kemitraan Kehutanan meliputi tahapansosialisasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan;pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok; danpenyusunan naskah kesepakatan kerja 48Sosialisasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a dilakukan kepada calon mitra olehDirektur Jenderal;organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan;kepala UPT;pengelola hutan;pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan; dan/ataupemegang persetujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dibantu oleh Pokja sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berisi tujuan kemitraan, hak dan kewajiban para pihak, Pendampingan, pengawasan, pelaporan, dan pengendalian yang akan dituangkan dalam naskah kesepakatan kerja 49Pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok calon mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf b dilaksanakan oleh pengelola hutan, pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan dan penguatan kelembagaan kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat 1 difasilitasi oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah atau Pokja dan penguatan kelembagaan kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi kegiatanpenyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kelompok;membuat rencana pemanfaatan lahan dan pemetaan areal Persetujuan Kemitraan Kehutanan; danpembentukan 50Naskah kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf c berisi kesepakatan antara pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan kelompok kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuatidentitas para pihak yang bermitra;areal kemitraan dan peta;rencana dan objek kegiatan kemitraan;biaya kegiatan;hak dan kewajiban para pihak;jangka waktu kemitraan;pembagian hasil; danpenyelesaian 51Identitas para pihak yang bermitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf a berisiidentitas pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan meliputinama pimpinan perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan yang menandatangani perjanjian;kartu tanda penduduk/nomor induk kependudukan;alamat pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan yang menandatangani perjanjian;nama jabatan; dannama pengelola atau perusahaan pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan;danidentitas anggota kelompok calon mitra dan nama kemitraan dan petanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b memuat informasinama kampung, desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi; danbatas areal kerja pengelola atau pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan, dan batas lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b dibuat secara partisipatif dalam bentuk digital dan kegiatan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf c berisirencana jangka pendek meliputi kegiatan dan target yang akan dilaksanakan dalam 1 satu tahun, lokasi kegiatan, tata waktu, pembiayaan, pelaksana kegiatan; danrencana jangka panjang 10 sepuluh tahunan meliputi pengembangan kelembagaan kelompok Masyarakat, pengembangan ekonomi Masyarakat Setempat, tata waktu dan peran para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf c berisimembangun hutan tanaman kayu atau hasil hutan bukan kayu melalui kegiatan penyiapan lahan, persemaian, pembibitan, penanaman, pengadaan sarana produksi, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, distribusi dan pemasaran; danmembangun jasa lingkungan hutan seperti ekowisata, jasa tata air dan keanekaragaman kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf d ditentukan secara bersama-sama antara para pihak yang dan kewajiban para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf e disepakati bersama oleh para hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf g dari keuntungan bersih setelah dikurangi biaya modal dari masing-masing pihak, diaturdalam hal lokasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan telah ada aset atau modal pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan, pembagian hasil dari keuntungan bersih paling banyak 80% delapan puluh persen untuk pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dan paling sedikit 20% dua puluh persen untuk Masyarakat;dalam hal lokasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan telah ada aset atau modal Masyarakat, pembagian hasil dari keuntungan bersih paling banyak 20% dua puluh persen untuk pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dan paling sedikit 80% delapan puluh persen untuk Masyarakat; ataudalam hal lokasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan belum ada tanaman, pembagian hasil dari keuntungan bersih sebesar 50% lima puluh persen untuk pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dan 50% lima puluh persen untuk Masyarakat atau sesuai perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 huruf h berisiuraian langkah-langkah yang akan ditempuh dalam hal terjadi perselisihan diantara pihak yang bermitra pada pelaksanaan kemitraan; danmenggunakan mediator penyelesaian perselisihan dan dapat difasilitasi oleh Pokja PPS atau lembaga adat atau Pemerintah atau pemerintah daerah dengan prinsip musyawarah 52Naskah kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 yang dibuat oleh para pihak yang bermitra dan berisi kesepakatan antara pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan kelompok Masyarakat dengan dibubuhi meterai yang cukup, diketahui oleh kepala desa atau camat atau lembaga adat setempat, dan disaksikan oleh pihak kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuat rangkap 2 dua dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang kesepakatan kerja sama disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 4Tata Cara Permohonan Persetujuan Kemitraan KehutananPasal 53Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan diajukan oleh pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilengkapi dengannaskah kesepakatan kerja sama;peta areal yang dimohon untuk Persetujuan Kemitraan Kehutanan yang ditandatangani kedua belah pihak dalam bentuk cetak dan format shape;daftar pengurus dan anggota kelompok tani hutan, dan gabungan kelompok tani hutan yang ditandatangani oleh kepala desa dalam bentuk cetak dan digital format excel; danfotokopi kartu tanda penduduk dan kartu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepadagubernur;bupati/wali kota;pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan;kepala UPT; dankepala Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secaramanual; Persetujuan Kemitraan Kehutanan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b dapat difasilitasi oleh Pokja Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 5Verifikasi AdministrasiPasal 54Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi administrasi untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian persyaratan administrasi permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan serta melakukan telaah awal terhadap naskah kesepakatan kerja sama, peta areal yang dimohon dan subjek Persetujuan Kemitraan Kehutanan/Kemitraan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam jangka waktu 3 tiga hari kerja sejak permohonan administrasi dilakukan melalui pengisian formulir dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 55Hasil verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dituangkan dalam formulir verifikasi administrasi yang memuat informasipermohonan memenuhi syarat; ataupermohonan tidak memenuhi administrasi permohonan dinyatakan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hurur a, apabila dokumen permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal hal hasil verifikasi administrasi menyatakan permohonanmemenuhi syarat, dilanjutkan dengan verifikasi teknis; atautidak memenuhi syarat, Direktur Jenderal menyampaikan surat pengembalian permohonan kepada pemohon untuk dilakukan perbaikan, dengan tembusan kepada ketua Pokja PPS setempat dan kepala KPH melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 14 empat belas hari sejak diterimanya surat pengembalian permohonan dan apabila perbaikan tidak dilakukan sampai jangka waktu yang telah ditentukan, permohonan dinyatakan batal dengan 6Verifikasi TeknisPasal 56Dalam melaksanakan verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 3 huruf a Menteri menugaskan Direktur melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Direktur Jenderal memerintahkan kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 menugaskan tim verifikasi teknis untuk melaksanakan verifikasi verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri dari atasUPT;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;unit pelaksana teknis terkait lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;KPH; dan/atauPokja Jenderal dapat menugaskan personel untuk melakukan supervisi dan/atau bantuan teknis pada pelaksanaan verifikasi 57Tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 3 bertugas melakukan verifikasi teknis terhadapsubjek persetujuan;objek persetujuan; dannaskah kesepakatan kerja verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melaksanakan tugas dalam jangka waktu 7 tujuh hari sejak diterbitkan surat tugas dan dapat diperpanjang sesuai dengan kondisi lapangan dengan surat tugas perpanjangan dari pemberi kondisi tertentu verifikasi teknis dapat dilakukan dengan kombinasi elektronik dan 58Verifikasi teknis terhadap objek persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat 1 huruf b, dilakukan melalui studi literatur dengan cara tumpang susun peta areal yang dimohon denganpeta perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atas nama pemohon; ataupeta wilayah kerja hutan konservasi atas nama telaahan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan untuk melakukan pemeriksaan di lapangan terhadap areal yang dimohon menggunakan alat bantu global positioning system dan/atau pesawat nirawak dengan mengambil titik-titik koordinat, meliputibatas areal yang dimohon dalam areal kerja/areal kelola ikat alam seperti muara sungai, persimpangan jalan, dan/atau sample lokasi penggarapan di dalam areal yang dimohon;beberapa sample kondisi biofisik tutupan lahan termasuk tutupan lahan sawit; danbeberapa sample potensi pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk memperoleh fakta, data dan informasiletak dan batas areal yang dimohon;fungsi kawasan areal yang dimohon;keberadaan areal yang dimohon pada areal kerja/areal kelola pemohon;keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan tanaman sawit pada areal yang dimohon;masuk atau tidaknya areal yang dimohon pada peta tanah objek reforma agraria dan peta ekosistem gambut;kondisi biofisik areal yang dimohon;potensi pemanfaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu, dan jasa lingkungan pada areal yang dimohon; danaksesibilitas dan jarak dari permukiman pemohon ke areal yang 59Verifikasi teknis terhadap subjek Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat 1 huruf a dilakukan melalui diskusi dan wawancara dengan pemohon dan subjek Persetujuan Kemitraan pengurus dan anggota kelompok subjek Persetujuan Kemitraan Kehutanan harus hadir pada verifikasi teknis, dan dalam hal tidak hadir dapat diwakilkan oleh salah satu anggota keluarga atau ketua dan wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk mengetahui dan memastikan fakta, data, dan informasikebenaran surat permohonan;kebenaran naskah kesepakatan kerja sama;kelembagaan subjek Persetujuan Kemitraan Kehutanan;kebenaran identitas subjek Persetujuan Kemitraan Kehutanan meliputinama pemohon;nomor induk kependudukan;jenis kelamin;pekerjaan; danalamat atau mata pencaharian Masyarakat terhadap hutan;komoditas atau jenis pemanfaatan yang telah dan akan diusahakan Persetujuan Kemitraan Kehutanan;potensi areal yang dimohon; danpotensi konflik sosial dan tenurial pada areal yang hal naskah kesepakatan kerja sama dipandang belum mencerminkan kesetaraan hak dan kewajiban, serta keadilan dalam bagi hasil, tim verifikasi melakukan fasilitasi untuk perbaikan naskah kesepakatan kerja kebenaran kelembagaan subjek Persetujuan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dilakukan melalui pemeriksaan dokumen pembentukan kelompok, berupa surat pembentukan kelompok tani atau gabungan kelompok 60Tim verifikasi teknis menuangkan data, fakta dan informasi terkait subjek dan objek persetujuan yang dapat atau tidak dapat dipertimbangkan ke tahap berikutnya ke dalam berita acara verifikasi teknis yang ditandatangani oleh tim verifikasi tim verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil verifikasi teknis kepada kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melaporkan hasil verifikasi teknis kepada Direktur JenderalBerdasarkan hasil verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkankeputusan Persetujuan Kemitraan Kehutanan; dan/ataupenolakan permohonan Persetujuan Kemitraan acara verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri iniParagraf 7Pelaksanaan Persetujuan Kemitraan KehutananPasal 61Menteri dapat memberikan insentif kepada Pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan yang telah melaksanakan Persetujuan Kemitraan Kehutanan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri KeenamPenetapan Status Hutan AdatParagraf 1UmumPasal 62Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 3 dapat berasal darihutan negara; dan/ataubukan hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempunyai fungsi pokokkonservasi;lindung; dan/ Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikelola oleh 63MHA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat 3 harus memenuhi ketentuanditetapkan dengan peraturan daerah, jika MHA berada dalam kawasan hutan negara; atauditetapkan dengan peraturan daerah atau keputusan gubernur dan/atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya, jika MHA berada di luar kawasan hutan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat berupaperaturan daerah yang memuat substansi pengaturan tata cara pengakuan MHA; atau,peraturan daerah yang memuat substansi penetapan pengukuhan, pengakuan, dan perlindungan hal peraturan daerah hanya memuat substansi pengaturan dimaksud pada ayat 2 huruf a, keberadaan MHA yang wilayahnya berada dalam kawasan hutan negara ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia oleh bupati/wali kota untuk melakukan identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat dan hasilnya ditetapkan dengan keputusan pengakuan MHA oleh bupati/wali 64Pengukuhan keberadaan MHA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan dengan kriteriaMHA masih dalam bentuk paguyuban;terdapat kelembagaan pengelola dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;terdapat batas Wilayah Adat yang jelas;terdapat pranata dan perangkat hukum, khususnya sanksi adat yang masih ditaati; danmasih mengadakan pemungutan hasil hutan oleh MHA di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup 2Penetapan Status Hutan AdatPasal 65Penetapan status Hutan Adat dilakukan dengan kriteriaberada di dalam Wilayah Adat;merupakan areal berhutan dengan batas yang jelas dan dikelola sesuai Kearifan Lokal MHA yang bersangkutan;berasal dari kawasan hutan negara atau di luar kawasan hutan negara; danmasih ada kegiatan pemungutan hasil hutan oleh MHA di wilayah hutan di sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup hal Wilayah Adat berada di dalam kawasan hutan negara dan bukan berupa hutan, dapat dimasukkan dalam peta penetapan Hutan Adat dengan legenda khusus sesuai dengan kondisi penggunaan/pemanfaatan 56Penetapan status Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan melalui permohonan kepada Menteri oleh pemangku adat dengan tembusan kepadabupati/wali kota;organisasi perangkat daerah provinsi bidang lingkungan hidup dan/atau kehutanan;organisasi perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi lingkungan hidup; danunit pelaksana teknis terkait Kementerian Lingkungan Hidup dan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilengkapi dengan persyaratanidentitas MHA berupa kartu tanda penduduk yang memuatnama MHA;nama ketua MHA; danalamat domisili ketua MHA,peta Wilayah Adat yang ditandatangani ketua MHA;peraturan daerah dan/atau keputusan gubernur/bupati/wali kota tentang pengukuhan MHA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1; dansurat pernyataan yang ditandatangani ketua MHA yang memuatpenegasan bahwa areal yang diusulkan berada dalam Wilayah Adat pemohon; danpersetujuan penetapan fungsi Hutan Adat yang diusulkan sesuai dengan ketentuan peraturan pernyataan sebagaimana dimkasud pada ayat 2 huruf d, disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri permohonan penetapan status Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 67Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan validasi administrasi terhadap kelengkapan persyaratan dan kebenaran dokumen validasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupapersyaratan lengkap dan benar; ataupersyaratan tidak lengkap dan/atau tidak halpersyaratan lengkap dan benar; ataupersyaratan belum dilengkapi dengan peraturan daerah pengukuhan keberadaan MHA dan/atau keputusan gubernur/bupati/wali kota, namun Wilayah Adatnya telah ditetapkan oleh bupati/wali kota,Direktur Jenderal melakukan verifikasi hal persyaratan tidak lengkap dan/atau tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, Direktur Jenderal dalam jangka waktu 3 tiga hari kerja mengembalikan permohonan kepada pemohon untuk dilengkapi atau pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, pemohon dalam jangka waktu paling lama 180 seratus delapan puluh hari melengkapi persyaratan dan menyampaikan kembali kepada hal dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 5 pemohon tidak melengkapi persyaratan, permohonan validasi dokumen permohonan penetapan status Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 68Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat 3 dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara data dengan fakta lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Direktur Jenderal dengan membentuk tim terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas unsurdirektorat jenderal yang bertanggung jawab di bidang perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;direktorat jenderal yang bertanggung jawab di bidang planologi kehutanan;unit kerja eselon I terkait lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;organisasi perangkat daerah provinsi bidang lingkungan hidup dan/atau kehutanan;organisasi perangkat daerah kabupaten/kota bidang lingkungan hidup;unit pelaksana teknis terkait lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;pengelola kawasan di tingkat tapak;Pokja PPS atau lembaga swadaya masyarakat; dan/atauperguruan tinggi/lembaga/badan yang membidangi penelitian lingkungan hidup dan/atau tim terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat berasal dari unsurKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;peneliti lembaga ilmu pengetahuan Indonesia;perguruan tinggi negeri; ataulembaga/badan yang membidangi penelitian lingkungan hidup dan/atau terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 bertugas memastikankeberadaan pemohon dan keabsahan dokumen permohonan penetapan status Hutan Adat;letak dan fungsi calon Hutan Adat;kondisi tutupan lahan calon Hutan Adat;keberadaan calon Hutan Adat dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dankelayakan areal yang dimohon untuk ditetapkan statusnya menjadi Hutan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 melaksanakan verifikasi lapangan dan menyampaikan laporan hasil verifikasi serta rekomendasi paling lambat 60 enam puluh hari kerja sejak ditetapkannya surat perintah tugas dari Direktur 60Verifikasi keberadaan pemohon dan keabsahan dokumen permohonan penetapan status Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 5 huruf a dilakukan melalui pertemuan langsung dengan pihak pemohon dan disaksikan oleh kepala desa atau sebutan letak dan fungsi calon Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 5 huruf b dilakukan dengan caratumpang susun peta Wilayah Adat yang dimohon dengan peta kawasan hutan dan/atau peta pengelola hutan atau peta pemegang izin Pemanfaatan Hutan; danmencocokan batas objek Hutan Adat yang dimohon di peta dengan batas di lapangan yang memenuhi kriteria sebagai Hutan kondisi tutupan lahan calon Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 5 huruf c dilakukan dengan melihat secara visual arealberhutan; atautidak keberadaan calon Hutan Adat dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 5 huruf d dilakukan dengan tumpang susun peta Wilayah Adat yang dimohon dengan peta pola ruang rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/ kelayakan areal yang dimohon untuk ditetapkan menjadi Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 5 huruf e dilakukan dengan mencocokkan kriteria Hutan Adat dengan kondisi di verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 6 dituangkan dalam berita acara dan laporan hasil verifikasi Hutan Adat paling sedikit memuatidentitas pemohon;letak dan luas calon Hutan Adat;keabsahan pemohon dan areal yang dimohon;kondisi tutupan lahan;luas calon Hutan Adat yang berasal dari kawasan hutan negara dan di luar kawasan hutan negara; danrekomendasi luas permohonan yang akan ditetapkan sebagai Hutan AdatBerita acara dan laporan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 ditandatangani oleh ketua tim, anggota tim, dan acara dan laporan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 7 disampaikan kepada Direktur acara verifikasi Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 8 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 70Berdasarkan berita acara dan laporan hasil verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 8 Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam jangka waktu 14 empat belas hari kerja menerbitkan keputusan penetapan status Hutan 3Penetapan Wilayah Indikatif Hutan AdatPasal 71Dalam hal verifikasi lapangan dilakukan terhadap permohonan yang belum dilengkapi dengan peraturan daerah pengukuhan keberadaan MHA dan/atau keputusan gubernur/bupati/wali kota tentang pengukuhan MHA, namun Wilayah Adatnya telah ditetapkan oleh bupati/wali kota, Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam jangka waktu 14 empat belas hari kerja menetapkan Wilayah Indikatif Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara parsial dan menjadi persetujuan prinsip penetapan status Hutan Indikatif Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat ditetapkan statusnya menjadi Hutan Adat setelah memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 2 huruf persetujuan prinsip penetapan status Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 MHA dapat menyusun rencana pengembangan pengelolaan Hutan Adat sesuai dengan fungsi Hutan Adat dilakukan dengan memperhatikan fungsi sosial, ekonomi, dan budaya MHA dilakukan berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan kriteria penetapan fungsi mengenai kriteria penetapan fungsi hutan serta perubahan fungsi kawasan hutan yang telah ditetapkan statusnya menjadi Hutan Adat dilakukan sesuai ketentuan peraturan 72Dalam hal Wilayah Indikatif Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 berada didalam areal persetujuan penggunaan kawasan hutan atau perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan, pemegang persetujuan atau perizinan berusaha berkoordinasi dengan pemangku adat; atauluar areal persetujuan penggunaan kawasan hutan atau perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan, tidak dapat diterbitkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dilakukan dengan prinsip Kearifan 4Fasilitasi Identifikasi dan Pemetaan Wilayah MHAPasal 73Dalam hal permohonan penetapan Hutan Adat belum dilengkapi dengan peta Wilayah Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 2 huruf b Menteri dapat memfasilitasi pelaksanaan identifikasi dan pemetaan Wilayah identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh tim terpadu yang dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas unsurdirektorat jenderal bidang perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;unit kerja eselon I terkait lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;organisasi perangkat daerah provinsi bidang lingkungan hidup dan/atau kehutanan;organisasi perangkat daerah kabupaten/kota bidang lingkungan hidup;unit pelaksana teknis terkait Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;pengelola kawasan di tingkat tapak;lembaga swadaya masyarakat; dan/atauperguruan tinggi/lembaga/badan yang membidangi penelitian lingkungan hidup dan/atau tim terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat berasal dari unsurKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;peneliti lembaga ilmu pengetahuan Indonesia;perguruan tinggi negeri; ataulembaga/badan yang membidangi penelitian lingkungan hidup terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 bertugas memastikankeberadaan pemohon dan keabsahan dokumen permohonan penetapan status Hutan Adat;letak dan fungsi calon Hutan Adat;kondisi tutupan lahan calon Hutan Adat;keberadaan calon Hutan Adat dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dankelayakan areal yang dimohon untuk ditetapkan statusnya menjadi Hutan kegiatan identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 5 disampaikan kepada gubernur/bupati/wali kota sebagai dasar penerbitan keputusan pengukuhan keberadaan MHA dan/atau penetapan Wilayah Adatnya sebagai dasar penetapan status Hutan 74Keputusan Penetapan Status Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Wilayah Indikatif Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat 1 ditetapkan dalampeta status Hutan Adat; danWilayah Indikatif Hutan status Hutan dan Wilayah Indikatif Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan secara periodik paling sedikit 1 satu kali dalam 6 enam bulan dan bersifat 75Wilayah Adat yang telah ditetapkan dalam Keputusan Penetapan Status Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan/atau Pasal 73 ayat 6 dikeluarkan dari hutan Adat yang telah dikeluarkan dari hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan kriteria berhutan ditetapkan statusnya sebagai Hutan Adat yang telah dikeluarkan dari hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digambarkan dalam peta penetapan status Hutan Adat sesuai dengan kondisi penutupan dan penggunaan 5Hutan HakPasal 76Penetapan status Hutan Hak dilakukan melalui permohonan kepada Menteri oleh pemegang hak atas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilengkapi dengan persyaratanmemiliki bukti hak atas tanah yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;memiliki peta lokasi areal yang dimohon;mendapat rekomendasi dari bupati/wali kota; danadanya surat pernyataan dari pemegang hak yang memuatpenegasan bahwa areal yang diusulkan merupakan tanah milik pemohon; danpersetujuan penetapan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan permohonan penetapan Hutan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf d disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 77Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 1, Direktur Jenderal melakukan validasi dan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan terhadap kelengkapan dokumen permohonan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan paling lama 3 tiga hari kerja sejak dokumen permohonan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat berupa permohonanbelum memenuhi kelengkapan persyaratan; atautelah memenuhi kelengkapan hal hasil validasibelum memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf a, Direktur Jenderal dalam waktu 3 tiga hari kerja mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon untuk dilengkapi; atautelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b, Direktur Jenderal melakukan verifikasi validasi dokumen permohonan Hutan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 78Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 5 huruf b dilaksanakan oleh tim verifikasi yang dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas unsurdirektorat jenderal yang bertanggung jawab di bidang perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;direktorat jenderal yang bertanggung jawab di bidang planologi kehutanan;unit kerja eselon I terkait lingkup kementerian lingkungan hidup dan kehutanan;organisasi perangkat daerah provinsi bidang lingkungan hidup dan/atau kehutanan;organisasi perangkat daerah kabupaten/kota bidang lingkungan hidup;unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait;pengelola kawasan di tingkat tapak;Pokja PPS atau lembaga swadaya masyarakat; dan/atauperguruan tinggi/lembaga/badan yang membidangi penelitian lingkungan hidup dan/atau tim verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berasal dari unsurdirektorat jenderal yang bertanggung jawab di bidang perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;peneliti lembaga ilmu pengetahuan Indonesia;perguruan tinggi negeri, ataulembaga/badan yang membidangi penelitian lingkungan hidup dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bertugas untuk memastikankeberadaan pemohon dan keabsahan dokumen permohonan Hutan Hak;keberadaan dan keabsahan Hutan Hak yang dimohon;kondisi tutupan lahan Hutan Hak yang dimohon;keberadaan Hutan Hak dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dankelayakan areal yang dimohon untuk ditetapkan menjadi Hutan verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melaksanakan verifikasi dan menyampaikan laporan hasil verifikasi serta rekomendasi paling lambat 60 enam puluh hari kerja sejak ditetapkannya surat perintah tugas dari Direktur 79Verifikasi keberadaan pemohon dan keabsahan dokumen permohonan Hutan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 4 huruf a dilakukan melalui pertemuan langsung dengan pihak pemohon dan disaksikan oleh kepala desa atau sebutan keberadaan dan keabsahan Hutan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 4 huruf b dilakukan dengan caratumpang susun peta objek Hutan Hak yang dimohon dengan peta kawasan hutan dan/atau peta pengelola hutan atau peta pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan; danmencocokan batas objek Hutan Hak yang dimohon di peta dengan batas di lapangan yang memenuhi kriteria sebagai Hutan kondisi tutupan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 4 huruf c dilakukan dengan melihat secara visual arealberhutan; atautidak keberadaan Hutan Hak dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 4 huruf d dilakukan dengan tumpang susun peta objek Hutan Hak yang dimohon dengan peta pola ruang rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/ kelayakan areal yang dimohon untuk ditetapkan menjadi Hutan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 4 huruf e dilakukan dengan mencocokan kriteria Hutan Hak dengan kondisi di 80Hasil verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dituangkan dalam berita acara dan laporan hasil verifikasi Hutan acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuatidentitas pemohon;letak dan luas Hutan Hak;keabsahan pemohon dan areal yang dimohon;kondisi tutupan lahan; danluas Hutan Hak yang masuk kawasan hutan dan di luar kawasan acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditandatangani oleh ketua tim dan disetujui oleh substansi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 laporan hasil pelaksanaan verifikasi lapangan paling sedikit memuat rekomendasi luas permohonan yang akan ditetapkan sebagai Hutan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 ditandatangani oleh ketua dan semua anggota tim acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan laporan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 disampaikan kepada Direktur berita acara dan laporan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam jangka waktu 14 empat belas hari kerja menetapkan status dan fungsi Hutan acara verifikasi Hutan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat 7 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 81Hutan Hak yang berfungsi konservasi dan lindung dapat diubah statusnya menjadi hutan negara berdasarkan kesepakatan antara pemilik dan hal Hutan Hak ditetapkan menjadi hutan negara dengan fungsi konservasi atau fungsi lindung sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pemerintah memberikan ganti rugi kepada pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan 82Perubahan fungsi Hutan yang telah ditetapkan statusnya sebagai Hutan Adat atau Hutan Hak harus mendapat persetujuan hak atas tanah yang telah ditetapkan sebagai Hutan Hak tidak dapat mengubah fungsi hutan tanpa persetujuan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perubahan peruntukan dan fungsi kawasan 83Penetapan Status Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 serta penetapan Hutan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat 7 dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang hal rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 belum menampung keberadaan Hutan Adat dan Hutan Hak, kawasan Hutan Adat dan Hutan Hak diintegrasikan dalam revisi rencana tata ruang wilayah 6Hutan RakyatPasal 84Gubernur melakukan identifikasi, inventarisasi dan registrasi terhadap Hutan identifikasi, inventarisasi dan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dituangkan dalam daftar Hutan Rakyat melaporkan kepada Menteri daftar Hutan Rakyat yang sudah diregistrasi pada masing-masing Hutan Rakyat yang terdaftar dapat memperoleh bantuan berupa sarana produksi dan/atau 85Dalam rangka menjamin kecukupan tutupan hutan di wilayah provinsi, gubernur menyampaikan laporan luas Hutan Rakyat yang telah diregistrasi kepada KetujuhPermohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosialkepada GubernurPasal 86Dalam keadaan tertentu, pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat dilimpahkan oleh Menteri kepada Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya untuk Persetujuan Pengelolaan HD dan Persetujuan Pengelolaan keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputidaerah provinsi yang bersangkutan telah memasukkan Perhutanan Sosial ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah;memiliki peraturan daerah tentang Perhutanan Sosial; danmemiliki anggaran pendapatan dan belanja daerah paling sedikit 35% tiga puluh lima persen dari total anggaran bidang kehutanan untuk Perhutanan hasil penilaian kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Menteri menetapkan pelimpahan pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial kepada sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian/lembaga melakukan pengendalian terhadap pendelegasian yang dilimpahkan kepada gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat 1.Pasal 87Permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial kepada gubernur diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat 1 mengacu kepada PIAPS dengan tembusan kepadaMenteri;bupati/wali kota;kepala UPT; dankepala kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat disampaikan secara manual dan/atau 88Terhadap permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, gubernur melakukan verifikasi kelengkapan syarat melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, gubernur dapat menugaskan pimpinan organisasi perangkat daerah yang membidangi organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan verifikasi dalam jangka waktu 2 dua hari kerja sejak permohonan hal kelengkapan syarat administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak terpenuhi dalam jangka waktu 2 dua hari kerja, pimpinan organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan mengembalikan permohonan kepada pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Pokja PPS dapat melakukan Pendampingan perbaikan permohonan dengan melengkapi persyaratan administrasi paling lambat 7 tujuh hari kerja sejak permohonan hal persyaratan administrasi telah dipenuhi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 permohonan diajukan kembali kepada pimpinan organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan dengan tembusan hal persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dinyatakan lengkap, pimpinan organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan melakukan verifikasi teknis paling lambat dalam jangka waktu 7 tujuh hari pelaksanaan verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 6 pimpinan organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan dapat dibantu oleh Pokja PPS, kepala UPT atau kepala unit pengelolaan teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait di daerah provinsi dan kepala 89Dalam hal hasil verifikasi teknis telah memenuhi persyaratan, pimpinan organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan menyampaikanhasil verifikasi kepada gubernur dengan tembusan kepada Direktur Jenderal; dankonsep keputusan gubernur tentang pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial,paling lambat dalam jangka waktu 3 tiga hari kerja sejak hasil verifikasi teknis hasil verifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 gubernur menerbitkan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial paling lambat dalam jangka waktu 5 lima hari kerja sejak konsep keputusan hal gubernur tidak menerbitkan pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan KedelapanHak, Kewajiban, dan LaranganPasal 90Pemegang Persetujuan Pengelolaan HD, HKm dan HTR, berhakmendapat perlindungan dari gangguan perusakan dan pencemaran lingkungan atau pengambilalihan secara sepihak oleh pihak lain;mengelola dan memanfaatkan Persetujuan Pengelolaan HD, HKm dan HTR, sesuai dengan Kearifan Lokal dapat berupa sistem usaha tani terpadu;mendapat manfaat dari sumber daya genetik yang ada di dalam Persetujuan Pengelolaan HD, HKm dan HTR;mengembangkan ekonomi produktif berbasis kehutanan;mendapat Pendampingan dalam Pengelolaan HD, HKm, dan HTR serta penyelesaian konflik;mendapat Pendampingan kemitraan dalam pengembangan usahanya;mendapat Pendampingan penyusunan rencana Kelola Perhutanan Sosial, rencana kerja usaha, dan rencana kerja tahunan; danmendapat perlakuan yang adil atas dasar gender ataupun bentuk 91Pengelola atau pemegang Persetujuan Kemitraan Kehutanan berhakmelaksanakan kegiatan pengelola hutan atau kegiatan usaha pengelolaan hutan atau kegiatan Pemanfaatan Hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; danmendapat perlindungan dari perusakan lingkungan hidup dan dalam kegiatan Persetujuan Kemitraan Kehutanan berhakmendapat keuntungan yang setimpal dari hasil kegiatan Persetujuan Kemitraan Kehutanan sesuai dengan naskah kesepakatan kerja sama; danmendapat bimbingan teknis dari pengelola hutan atau pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan 92MHA sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak melakukanpemanfaatan kawasan;pemanfaatan jasa lingkungan;pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan kayu;pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu;kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danmendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan dan/atau pemungutan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c dilakukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan sesuai dengan Kearifan Lokal MHA yang 93Pemegang Persetujuan Pengelolaan HD, HKm dan HTR, wajibmelaksanakan pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip pengelolaan hutan arealnya dari perusakan dan pencemaran lingkungan;memberi tanda batas areal kerjanya;menyusun rencana pengelolaan hutan, rencana kerja usaha, dan rencana kerja tahunan, serta menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada pemberi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;melakukan penanaman dan pemeliharaan hutan di areal kerjanya;melaksanakan penatausahaan hasil hutan;membayar penerimaan negara bukan pajak dari hasil kegiatan Pengelolaan Perhutanan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danmelaksanakan perlindungan persetujuan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarangmemindahtangankan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;menanam kelapa sawit pada areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;mengagunkan areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;menebang pohon pada areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan fungsi hutan lindung;menggunakan peralatan mekanis pada areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan fungsi hutan lindung;membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam pada areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan fungsi hutan lindung;menyewakan areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; danmenggunakan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk kepentingan 94Pemegang penetapan Hutan Adat wajibmenjalankan prinsip pengelolaan hutan lestari;memanfaatkan Hutan Adat sesuai dengan Kearifan Lokalnya;mempertahankan fungsi Hutan Adat;memanfaatkan Hutan Adat sesuai fungsinya;memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan; danmelakukan pengamanan dan perlindungan terhadap Hutan Adat, berupa perlindungan dari kebakaran hutan dan penetapan Hutan Adat dilarangmenyewakan areal Hutan Adat;mengubah status dan fungsi Hutan Adat;menebang pohon pada areal Hutan Adat dengan fungsi hutan lindung;menggunakan peralatan mekanis pada areal Hutan Adat dengan fungsi hutan lindung;membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam pada areal Hutan Adat dengan fungsi hutan lindung; danmenanam kelapa sawit pada areal Hutan 95Pengelola atau pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan dalam Persetujuan Kemitraan Kehutanan wajibmelaksanakan pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui Persetujuan Kemitraan Kehutanan;membayar penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan Persetujuan Kemitraan Kehutanan; danmelindungi mitranya dari gangguan perusakan lingkungan hidup dan dalam kegiatan Persetujuan Kemitraan Kehutanan wajibmentaati naskah kesepakatan kerja sama;menjaga dan melindungi areal kemitraan bersama mitranya; danmembayar penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan Persetujuan Kemitraan Kehutanan kecuali pengelola atau pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan bersedia membayar penerimaan negara bukan KesembilanPerubahan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan SosialPasal 96Persetujuan Pengelolaan HD, HKm, HTR dan kemitraan kehutanan dapat dilakukan perubahan dalam halterjadi perubahan pengurus dan/atau keanggotaan pemegang persetujuan;terjadi perubahan areal kerja; dan/atauterjadi perubahan naskah kesepakatan kerja sama untuk Persetujuan Kemitraan pengurus dan/atau keanggotaan pemegang persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dilakukan jika pengurus dan/atau anggotameninggal dunia;pindah domisili;mengundurkan diri; dan/atautidak memenuhi kewajiban dan melanggar larangan dalam Persetujuan Pengelolaan Perhutanan areal kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan apabila terdapatperubahan fungsi kawasan hutan;perubahan peruntukan kawasan hutan;penyelesaian konflik tenurial; atautumpang tindih dengan perizinan dan persetujuan 97Dalam hal pada areal Persetujuan Perhutanan Sosial ditetapkan menjadi proyek strategis nasional, Menteri melakukan perubahan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan memberikan fasilitasi kepada Pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.Pasal 98Permohonan perubahan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat diusulkan oleh pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, Pemerintah, pemerintah hal terdapat pihak ketiga yang merasa dirugikan atas pemberian persetujuan pengelolaan perhutanan sosial, pihak ketiga dapat mengajukan inisiatif perubahan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial kepada Persetujuan Pengelolaan HD, HKm, HTR dan kemitraan kehutanan mengajukan permohonan perubahan persetujuan kepada Menteri dengan dilengkapidaftar nama, nomor induk kependudukan, dan alamat perubahan anggota ditandatangani oleh ketua dan diketahui oleh kepala desa/lurah yang disertai dengan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga;peta areal kerja perubahan paling kecil skala 1 satu berbanding lima puluh ribu berupa cetakan yang ditandatangani oleh ketua dan diketahui oleh kepala KPH atau Pokja PPS serta dalam bentuk shape file; ataunaskah kesepakatan kerja sama hasil perubahan yang ditandatangani oleh kedua belah perubahan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial karena kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat 1 huruf a diajukan paling cepat 1 satu tahun sejak terjadi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat dilakukan secaramanual; permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Direktur Jenderal menugaskan tim untuk melakukan evaluasi dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari sebagaimana dimaksud pada ayat 6 melibatkan unsurdirektorat jenderal yang bertanggung jawab di bidang perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;UPT;unit pelaksana teknis terkait lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;KPH setempat; dan/ataupokja evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 dituangkan dalam berita acara evaluasi yang ditandatangani oleh tim dan disampaikan kepada Direktur berita acara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 8 Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan atau menolak penetapan perubahan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan KesepuluhPerpanjangan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan SosialPasal 99Pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat melakukan permohonan perpanjangan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial kepada Menteri paling lambat 1 satu tahun sebelum jangka waktu Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial permohonan perpanjangan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menugaskan tim untuk melakukan evaluasi kepatuhan pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial terhadap ketentuan kewajiban dan dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan sesuai ketentuan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 sampai dengan Pasal evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dituangkan dalam berita acara yang menyatakanpemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial mematuhi ketentuan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3; ataupemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial tidak mematuhi ketentuan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3.Dalam halpemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial mematuhi ketentuan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan perpanjangan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; ataupemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial tidak mematuhi ketentuan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Direktur Jenderal atas nama Menteri menolak perpanjangan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf a diberikan untuk jangka waktu 35 tiga puluh lima IIIPENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIALBagian KesatuUmumPasal 100Pengelolaan Perhutanan Sosial dilakukan melaluipenataan areal dan penyusunan rencana;pengembangan usaha;penanganan konflik tenurial;Pendampingan; danKemitraan LingkunganBagian KeduaPenataan Areal dan Penyusunan RencanaParagraf 1Penataan ArealPasal 101Kegiatan Penataan Areal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf a meliputipenandaan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;inventarisasi potensi;pembuatan ruang areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;pembuatan andil garapan areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; danpemetaan hasil penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a meliputibatas persetujuan areal hasil kegiatan penandaan batas; dantitik koordinat tanda potensi sebagiamana dimaksud pada ayat 1 huruf b meliputikondisi kawasan hutan;jenis dan sebaran potensi hasil hutan kayu;jenis dan sebaran potensi hasil hutan bukan kayu; danjenis dan sebaran potensi jasa lingkunganPembuatan ruang sebagaimana dimasud pada ayat 1 huruf c meliputilokasi, luas dan batas ruang perlindungan; danlokasi, luas dan batas ruang pemanfaatanPembuatan andil garapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d meliputidata penggarap; danbatas dan luas andil pembuatan andil garapan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dibuat dalam peta 102Penandaan batas areal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 huruf a dilaksanakan oleh KPS untuk memperoleh kepastian mengenai batas areal penandaan batas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara partisipatif dengan tahapanrapat kesepakatan batas;pembentukan tim;pelaksanaan penandaan batas; danpembuatan berita cara hasil penandaan kesepakatan batas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, berupa kegiatan pertemuan yang dihadiri oleh pihak terkait yang berkepentingan langsung terhadap batas kawasan areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan penandaan batas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b terdiri atas unsurpemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;KPH;Pendamping;pemerintahan desa/kelurahan; dan/ataupemegang perizinan lainnya yang arealnya bersinggungan dengan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan penandaan batas sebagaimana dimaksud pada ayat 4 bertugasmembuat kesepakatan yang memuatbatas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan areal lain yang lokasinya bersinggungan; daninformasi mengenai keberadaan hak pengelolaan, persetujuan penggunaan kawasan hutan atau perizinan berusaha di areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;menetapkan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan cara menyusuri dan menandai dengan tanda batas pada areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; danmembuat berita acara penandaan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan batas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c, dilaksanakan dengan tahapanmenentukan titik ikat dan titik indikatif tanda batas, yang diplotkan pada peta areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;titik indikatif tanda batas dibuat pada setiap lekukan polygon batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial pada peta dan untuk titik indikatif tanda batas pada batas areal yang lurus, dibuat setiap paling jauh asumsi jarak lapangan 100 seratus meter;titik indikatif pada batas yang berpotensi konflik antara lain dekat dengan permukiman, jalan, areal perizinan yang lain, area persetujuan Perhutanan Sosial yang lain;menentukan koordinat geografis titik ikat dan titik indikatif tanda batas;mencari titik indikatif tanda batas di lapangan dengan menggunakan global positioning system, kemudian diberi tanda dengan tanda batas sederhana atau batas alami yang disepakati; dandalam hal titik indikatif tanda batas sebagaimana dimaksud pada huruf e pada peta sulit dicari di lapangan, titik tanda batas dapat digeser tetapi tetap masih dalam garis polygon batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dandalam hal areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial berada pada batas luar atau batas fungsi kawasan hutan, pemberian tanda batas dilaksanakan dengan melibatkan unit pelaksana teknis yang membidangi pemantapan kawasan berita acara penandaan batas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf d, disertai dengan peta hasil penandaan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan hal terdapat perubahan batas hasil penandaan batas dengan peta Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, batas areal kerja Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial mengikuti hasil penandaan 103Berdasarkan hasil penandaan batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 huruf a dilakukan pembuatan dan pemberian tanda batas ruang areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 huruf ruang areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merujuk pada hasil inventarisasi potensi sebagiamana dimaksud dalam Pasal 101 huruf b dan kondisi biogeofisik serta penetapan batasnya dapat mengacu pada batas petak dan/atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri atasruang perlindungan; dan/atauruang areal yang ditetapkan sebagai ruang perlindungan berupahutan alam;sempadan sungai;sempadan pantai;sempadan danau;sekitar mata air;areal dengan lereng lebih dari 40% empat puluh persen;areal dengan ketinggian tempat lebih dari dua ribu meter di atas permukaan laut;areal gambut dalam;areal yang mempunyai nilai konservasi tinggi; dansitus sebagaimana dimaksud pada ayat 4 setelah ditetapkan sebagai ruang perlindungan, diberikan tanda batas sederhana atau alami sesuai 104Pembuatan andil garapan areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 huruf d untuk mengurangi potensi terjadinya konflik andil garapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan lapangan dalam rangka pembuatan andil garapan dilaksanakan secara partisipatif serta menggunakan metode dan alat sederhana atau menggunakan smartphone serta dibuatkan tanda batas andil sesuai dan peta andil garapan setiap anggota kelompok merupakan kelengkapan data anggota pada Persetujuan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, dapat digunakan sebagai informasi dalam pengajuan akses permodalan dan perhitungan pembagian hasil Pemanfaatan 105Pemetaan hasil penataan areal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 huruf e dituangkan dalam bentuk peta mengacu pada peta areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang berisihasil penandaan batas;hasil inventarisasi potensi; danhasil pembuatan 2Penyusunan RencanaPasal 106Penyusunan rencana Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf a dilaksanakan padaPersetujuan Pengelolaan HD;Persetujuan Pengelolaan Hkm;Persetujuan Pengelolaan HTR;Penetapan Status Hutan Adat; danPersetujuan Kemitraan 107Penyusunan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 meliputipenyusunan RKPS untuk jangka waktu 10 sepuluh tahun; danpenyusunan RKT untuk jangka waktu 1 satu rencana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat kegiatanpenguatan kelembagaan;pengelolaan hutan meliputipenataan areal;Pemanfaatan Hutan;rehabilitasi hutan; danperlindungan dan pengamanan hutan;pengembangan kewirausahaan; danmonitoring dan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disusun dengan memperhatikan Kearifan Lokal, potensi hutan, peluang pasar dan aspek pengarusutamaan gender serta mempertimbangkan rencana pengelolaan hutan jangka 108RKPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat 1 huruf a memuatgambaran umum;rencana kegiatan; danpeta rencana umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a memuat informasiletak lokasi yang didasarkan batas administrasi dan fungsi kawasan;keadaan fisik wilayah, meliputi kondisi tutupan lahan, topografi, kelerengan, ketinggian, dan jenis pohon dominan;keadaan sosial ekonomi, meliputi demografi kependudukan, sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, infrastruktur, wilayah; danpotensi dan informasi gambaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dapat diperoleh dari dokumen Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, monografi desa, hasil penataan areal, dan data perencanaan kegiatan sebagaimana pada ayat 1 huruf b meliputirencana penguatan kelembagaan berupapembentukan KUPS; danpenguatan KUPS berupa sekolah lapang, studi banding, penyusunan anggaran dasar/anggaran rumah tangga, pelatihan, dan penyusunan administrasi Pemanfaatan Hutan, meliputipemanfaatan kawasan;pemanfaatan jasa lingkungan;pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu; danpemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan pengembangan usaha dan/atau pemasaran, meliputijenis produk dan/atau jasa yang akan diusahakan;bentuk produk yang akan dipasarkan;sertifikasi produk;promosi;pemasaran;pengembangan jejaring usaha;akses permodalan; dankelembagaan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c, disusun berdasarkanpotensi areal;kebutuhan Masyarakat/kelompok; dankebutuhan pasar produk dan/atau RKPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c, berisi kegiatan Pemanfaatan Hutan dan kegiatan pengembangan RKPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 109Penyusunan RKPS dilakukan oleh KPS bersama dan/atau didampingi oleh penyuluh dan/atau RKPS dilakukan oleh Kepala RKPS dilakukan oleh Kepala UPT atau pejabat yang hal diperlukan revisi RKPS dapat diajukan kepada Kepala UPT, dan proses selanjutnya mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3.Pasal 110Penyusunan RKPS dapat dilakukan secara manual atau secara 111Penyusunan RKPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dapat difasilitasi olehPemerintah Pusat;Pemerintah daerah;lembaga swadaya Masyarakat;Pendamping/penyuluh/penyuluh kehutanan swadaya Masyarakat;Pokja PPS; dan/ataupemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan 112RKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat 1 huruf b disusun berdasarkan RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh KPS didampingi oleh penyuluh dan/atau memuat rencana kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat 4.RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan penilaian dan pengesahan oleh Kepala hal diperlukan revisi, RKT dapat diajukan kepada Kepala KPH, dan proses selanjutnya mengikuti ketentuan pada ayat 2 dan ayat 4.Dokumen RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri KetigaPengembangan UsahaParagraf 1UmumPasal 113Kegiatan pengembangan usaha Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf b meliputipenguatan kelembagaan;Pemanfaatan Hutan;pengembangan kewirausahaan; dankerja sama pengembangan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 difasilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kementerian/lembaga, dan dinas provinsi 2Penguatan KelembagaanPasal 114Kegiatan Penguatan Kelembagaan KPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat 1 huruf a meliputipembentukan KUPS;klasifikasi KUPS;peningkatan kelas KUPS; danpenguatan kapasitas kelembagaan 115Pembentukan KUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dilakukan untuk pengembangan usaha Perhutanan hal KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki potensi usaha lebih dari satu, dapat dibentuk beberapa KUPS sesuai dengan potensi KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh kepala hal penetapan KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak dilakukan oleh Kepala KPH dalam jangka waktu 14 empat belas hari kerja, maka penetapan KUPS dilakukan oleh Kepala KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 116Klasifikasi KUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf b, meliputibiru atau blue;perak atau silver;emas atau gold; danplatina atau KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didasarkan pada kemampuan KUPS untuk melaksanakan RKPS, yang meliputi kelola kawasan, kelola kelembagaan, dan kelola kemampuan KUPS biru atau blue sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dilakukan dengan ketentuansudah ditetapkan sebagai KUPS; danpotensi usaha sudah kemampuan KUPS perak atau silver sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan dengan ketentuansudah memenuhi kriteria KUPS biru atau blue;sudah memiliki RKPS; dansudah memiliki unit kemampuan KUPS emas atau gold sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c dilakukan dengan ketentuansudah memenuhi kriteria KUPS perak atau silver;sudah memiliki produk atau sarana wisata alam yang dipasarkan;sudah memiliki akses modal yang berasal dari swadaya, hibah dan/atau pinjaman; dansudah memiliki pasar atau wisatawan kemampuan KUPS platina atau platinum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d dilakukan dengan ketentuansudah memenuhi kriteria KUPS emas atau gold;sudah memiliki akses modal yang berasal dari swadaya, hibah dan/atau pinjaman; dansudah memiliki pasar atau wisatawan nasional, regional/ hal KUPS memiliki kemampuan berdasarkan kriteria kelas sebagaimana dimaksud pada ayat 3 sampai dengan ayat 6 dapat langsung ditetapkan kelas KUPS sesuai dengan kemampuan KUPS tanpa harus mengikuti tahapan urutan dari kelas usulan Kepala UPT, Direktur Jenderal menetapkan kelas KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1.Pasal 117Peningkatan kelas KUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf c ditetapkan oleh Direktur kelas KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan 2 dua kali dalam 1 satu untuk peningkatan KUPS emas atau gold menjadi platina atau platinum dilakukan verifikasi tentang akses modal yang berasal dari swadaya, hibah dan/atau pinjaman dan pasar ekspor atau wisatawan progres upaya peningkatan kategori KUPS dilakukan monitoring dan hasilnya dimasukkan ke dalam sistem aplikasi rangkaian kegiatan peningkatan kategori atau kelas KUPS dilakukan monitoring dan evaluasi oleh UPT sesuai wilayah monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dapat melibatkan dinas yang membidangi kehutanan provinsi, KPH, dan/atau pokja monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 disampaikan secara elektronik dan/atau manual kepada Direktur 118Penguatan kapasitas kelembagaan KUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf d, meliputipembentukan KUPS yang berbasis komoditas;keanggotaan KUPS dan pembuatan aturan internal KUPS;sekolah lapang;studi banding;pelatihan penguatan kelembagaan; dan/ataupeningkatan status badan usaha KUPS dapat berupa pembentukan koperasi atau badan usaha milik 3Pemanfaatan HutanPasal 119Pemanfaatan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat 1 huruf b pada areal kerja Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial meliputiPemanfaatan Hutan pada hutan lindung; danPemanfaatan Hutan pada hutan Hutan pada areal kerja Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat dilaksanakan dengan pola wana tani atau agroforestry, wana ternak atau silvopastura, wana mina atau silvofishery, dan wana tani ternak atau agrosilvopastura sesuai dengan fungsi hutan dan jenis 120Pemanfaatan Hutan pada Hutan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat 1 huruf a dilaksanakan pada ruang perlindungan dan ruang Hutan pada Hutan Lindung pada ruang perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, meliputi kegiatanpemanfaatan jasa lingkungan; danpemungutan hasil hutan bukan Hutan pada Hutan Lindung pada ruang pemanfaatan, meliputi kegiatanpemanfaatan kawasan;pemanfaatan jasa lingkungan; danpemungutan hasil hutan bukan 121Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat 2 huruf a, meliputi kegiatanpemanfaatan air untuk kebutuhan Masyarakat setempat;pemulihan lingkungan berupa rehabilitasi hutan pada areal terbuka; dan/ataupenyerapan dan/atau penyimpanan 122Kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat 2 huruf b, meliputimadu;getah;buah;biji;jamur;daun;bunga; dan/atausarang burung 123Kegiatan pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat 3 huruf a, dilakukan melalui kegiatanbudidaya tanaman obat;budidaya tanaman hias;budidaya jamur;budidaya lebah;budidaya hijauan makanan ternak;budidaya buah-buahan dan biji-bijian;budidaya tanaman atsiri;budidaya tanaman nira;penangkaran satwa liar; dan/ataurehabilitasi pada hutan lindung dapat menggunakan jenis tanaman berkayu yang berumur panjang, perakaran dalam, dan evapotranspirasi rendah diutamakan jenis tanaman hasil hutan bukan kayu yang menghasilkan getah/kulit/buah, dan/atau jenis tanaman pada hutan lindung tidak diperbolehkan untuk menanam tanaman umbi-umbian dan tanaman lainnya yang menyebabkan kerusakan kawasan berupa penangkaran satwa liar dan rehabilitasi satwa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf i dan huruf j, dilakukan sesuai ketentuan peraturan 124Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat 3 huruf b, meliputi kegiatanpemanfaatan jasa aliran air;pemanfaatan air;wisata alam;pembangunan sarana prasarana wisata alam;perlindungan keanekaragaman hayati;pemulihan lingkungan; dan/ataupenyerapan dan/atau penyimpanan pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan 125Kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat 3 huruf c, meliputirotan;madu;getah;buah;biji;jamur;daun;bunga; dan/atausarang burung 126Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat 1 huruf b dilaksanakan pada ruang perlindungan dan ruang pemanfaatanPemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi pada ruang perlindungan, meliputi kegiatanpemanfaatan kawasan;pemanfaatan jasa lingkungan; danpemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan Hutan pada Hutan Produksi pada ruang pemanfaatan, meliputi kegiatanpemanfaatan kawasan;pemanfaatan jasa lingkungan;pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu; danpemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan 127Pemanfaatan Hutan dapat menggunakan alat mekanis dalam hal pada areal persetujuan Perhutanan Sosial di Hutan Produksi terdapat bekas galian tambang, tambak, atau areal lainnya yang telah berubah bentang alat mekanis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memperbaiki kondisi 128Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 2 huruf a, dilakukan melalui kegiatanbudidaya tanaman obat;budidaya tanaman hias;budidaya jamur;budidaya lebah;budidaya buah-buahan dan biji-bijian;budidaya hijauan pakan ternak; dan/ataubudidaya tanaman penghasil 129Pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 2 huruf b, meliputi kegiatanpemanfaatan jasa aliran air;pemanfaatan air;wisata alam;perlindungan keanekaragaman hayati;pemulihan lingkungan; dan/ataupenyerapan dan/atau penyimpanan 130Pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 2 huruf c, meliputirotan;sagu;nipah;aren;madu;bambu;getah;daun; dan/ataubuah atau dan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi kegiatan pengkayaan/penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan/atau 131Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 3 huruf a, dilakukan melalui kegiatanbudidaya tanaman obat;budidaya tanaman hias;budidaya jamur;budidaya lebah;budidaya sarang burung walet;rehabilitasi satwa;budidaya hijauan makanan ternak;budidaya buah-buahan dan biji-bijian;budidaya tanaman atsiri;budidaya tanaman nira;budidaya serat;budidaya tanaman penghasil biomassa atau bioenergi;budidaya tanaman pangan dalam rangka ketahanan pangan; dan/ataupenangkaran satwa kawasan berupa penangkaran satwa liar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n dilakukan sesuai ketentuan peraturan 132Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 3 huruf b, berupapemanfaatan jasa aliran air;pemanfaatan air;wisata alam;pembangunan sarana prasarana wisata alam;perlindungan keanekaragaman hayati;pemulihan lingkungan;penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan/ataujasa lingkungan pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan 133Pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 3 huruf c, meliputi kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu yang berasal daritanaman sendiri; dantanaman yang dan pemungutan hasil hutan kayu yang berasal dari tanaman sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, meliputi kegiatanpenyiapan lahan;pembibitan;penanaman;pemeliharaan;pengamanan;pemanenan;pengolahan; lahan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dilakukan dengan ketentuandilakukan secara manual dan dapat menggunakan peralatan mekanis;dilakukan tanpa pembakaran; danmempertahankan pohon komersil untuk 134Pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 3 huruf d, meliputirotan;sagu;nipah;aren;madu;bambu;getah;kulit kayu;daun;buah atau biji;gaharu;komoditas pengembangan bahan baku bahan bakar nabati atau bioenergy; dan/ataukomoditas pengembangan tanaman dan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi kegiatan pengkayaan/penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan/atau 135KUPS dalam melaksanakan kegiatannya dapat membangun atau mengembangkan sarana dan prasarana sesuai dengan ketentuan peraturan hal pada areal persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial akan dilakukan pemanfaatan kayu tumbuh alami, pemanfaatannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan 136Pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial wajib melakukan penatausahaan hasil hutan dan membayar penerimaan negara bukan pajak dari hasil kegiatan Pengelolaan Perhutanan hasil hutan dan pembayaran penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan 4Pengembangan KewirausahaanPasal 137Pengembangan Kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat 1 huruf c meliputi kegiatanpeningkatan produksi;peningkatan nilai tambah produk;promosi dan pemasaran produk; danakses 138Kegiatan peningkatan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 huruf a meliputikegiatan Pengembangan Perhutanan Sosial Nasional/Bang PeSoNa;pemberian bantuan alat ekonomi produktif; danbantuan ekonomi produktif peningkatan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diberikan kepadaKPS/KUPS HD;KPS/KUPS HKm;KPS/KUPS HTR;KPS/KUPS Kemitraan kehutanan;MHA yang mendapatkan penetapan Hutan Adat;pengelola Hutan Hak/Hutan Rakyat; dan/ataukelompok Masyarakat di dalam dan di luar kawasan kegiatan peningkatan produksi untuk program Perhutanan Sosial dapat berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan 139Kegiatan peningkatan nilai tambah produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 huruf b bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk untuk nilai jual dan membangun kepercayaan nilai tambah produk sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat dilakukan melaluipemberian bantuan alat ekonomi produktif;kegiatan sertifikasi produk, berupa proses sertifikasi profesional, pelayanan, tata barang, untuk kelayakan, kualitas atau standar, seperti badan pengawas obat dan makanan, pangan industri rumah tangga, halal, dan/atau organik;kegiatan pengemasan, berupa kegiatan membungkus produk dengan tujuan menjaga kualitas dan kondisi produk, dan memberikan daya tarik kepada konsumen;kegiatan peningkatan nilai produk, berupa upaya untuk memperkuat nilai pada suatu merek dikaitkan dengan produk tertentu; dan/ataukegiatan indikasi geografis, berupa suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk yang karena faktor lingkungan 140Promosi produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 huruf c dapat dilakukan melaluitemu usaha;pameran;katalog produk;media elektronik; dan/ataumedia 141Akses Permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 huruf d dapat diperoleh melaluibantuan pemerintah/lembaga;pinjaman lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya;corporate social responsibility badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, atau pihak lain;bantuan modal usaha badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah;dana hibah; dan/ataulembaga yang perlu dilakukan oleh KUPS sebelum mengakses berbagai peluang permodalan meliputimenyediakan dokumen legalitas KUPS;menyediakan dokumen RKPS dan RKT;menyediakan dokumen pendukung lain seperti buku rekening atas nama KUPS, nomor pokok wajib pajak dan lain-lain;lokasi areal usaha tidak sedang berkonflik; danusaha produk ataupun jasa sudah 5Kerja sama Pengembangan UsahaPasal 142Kerja sama pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat 1 huruf d meliputikerja sama usaha; dankerja sama para 143Kerja sama usaha Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 huruf a dilakukan berdasarkan prinsipKUPS sebagai pelaku utama dalam usaha, bukan hanya sebagai objek; dankesetaraan, keadilan, kesepakatan, saling menguntungkan, lokal spesifik, kepercayaan, transparansi, partisipasi dan 144Mitra Usaha dalam kerja sama usaha Perhutanan Sosial dengan para pihak antara lainbadan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha milik swasta;perguruan tinggi;koperasi;badan usaha milik desa;lembaga swadaya Masyarakat/lembaga donor;kelompok Masyarakat lainnya; dan/ 145Calon mitra usaha Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 harus memenuhi persyaratan paling sedikitmempunyai legalitas usaha;mempunyai usaha pokok;mempunyai kompetensi teknis usaha yang akan dimitrakan;mempunyai pasar yang kuat;mempunyai komitmen jangka panjang dengan Masyarakat dengan pola agroforestry, silvopastura, agrosilvopastura, dan/atau silvofishery;siap menjalankan prinsip keseimbangan sosial, ekologi dan ekonomi;siap melakukan transfer pengetahuan, keterampilan, dan manajemen; danmenyediakan pembiayaan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, calon mitra usaha Perhutanan Sosial harus memenuhi ketentuanbagi calon mitra usaha dari perorangan mempunyai rekening koran;bagi koperasi setempat, badan usaha milik desa, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta harus mempunyai laporan keuangan sekurang-kurangnya 2 dua tahun terakhir dengan kategori baik; danbagi calon mitra dari pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan harus mempunyai rencana kerja usaha 10 sepuluh tahunan dan rencana kerja tahunan yang sudah 146Kerja sama pengembangan usaha dilakukan dengan caramitra usaha mengajukan permohonan kerja sama usaha kepada KPS/KUPS;KPS/KUPS meminta persetujuan dari kepala UPT; danKPS/KUPS dan mitra usaha membuat naskah kerja sama kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c disampaikan kepadaorganisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan dengan tembusan Kepala UPT setempat, jika mitra usahanya berasal dari badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, koperasi setempat, kelompok Masyarakat lainnya dan perorangan, lembaga swadaya Masyarakat; danorganisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Kepala UPT setempat, jika mitra usahanya berasal dari pengelola kawasan hutan, badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta dan penanaman modal asing/lembaga Kerja sama Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat 1 huruf c paling sedikit memuatidentitas pengelola mitra usaha KPS/KUPS;dasar perjanjian;maksud dan tujuan;persyaratan;ruang lingkup dan pola atau skema kerja sama;peta lokasi dan luas areal yang dikerjasamakan;jenis kegiatan;hak dan kewajiban;jangka waktu;sistem bagi hasil yang proporsional berdasarkan hasil kesepakatan;pendanaan operasionalisasi Pemanfaatan Hutan;mekanisme pelaporan;perpanjangan dan pengakhiran kerja sama;penyelesaian sengketa; dankeadaan kahar atau force kerja sama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 148Naskah kerja sama usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 berakhir apabilatelah kadaluarsa atau lewat waktu;para pihak bersepakat untuk mengakhiri perjanjian kerja sama;dinyatakan berakhir atau batal oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap; atauPersetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial naskah kerja sama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, tetap mengikat para pihak untuk memenuhi perjanjian kerja sama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, dituangkan dalam surat kesepakatan bersama pengakhiran perjanjian kerja sama 149Pelaku kerja sama usaha Perhutanan Sosial, wajibmelakukan perlindungan dan pengamanan hutan;melakukan penatausahaan hasil hutan;melaksanakan sistem silvikultur;menyampaikan laporan pelaksanaan kerja sama;memberi tanda batas areal kerja sama;membayar kewajiban penerimaan negara bukan pajak kegiatan Pemanfaatan Hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;melakukan kegiatan sesuai perjanjian kerja sama usaha;mempertahankan fungsi hutan; danmenjaga stabilitas dan kohesi sosial 150Dalam melakukan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146, KPS/KUPS dapat bekerja sama dengankementerian/lembaga;organisasi perangkat daerah;lembaga swadaya Masyarakat; danswasta/badan usaha milik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a berperan sebagaipenyedia informasi dukungan program/kegiatan;penyedia sarana prasarana produksi;pengembangan komoditas atau produk;akses permodalan; dan/atauakses perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b berperan sebagaipenyedia informasi dukungan program/kegiatan;penyedia sarana prasarana produksi;pengembangan komoditas atau produk;fasilitasi akses permodalan; dan/atauakses swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c berperan sebagaiPendamping;penyedia informasi dukungan program/kegiatan;penyedia sarana prasarana produksi;pengembangan komoditas atau produk;akses permodalan; dan/atauakses usaha milik swasta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d berperan sebagai penyedia modal dan off sama para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat difasilitasi olehDirektur Jenderal;KPH;Pendamping; dan/ataupokja sama para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat 6 dituangkan dalam rencana aksi pengembangan usaha yang disepakati para aksi kerja sama para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat 7 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 151Kerja sama para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 huruf b dapat dilakukan dalam bentukPendampingan teknis dan kelembagaan;fasilitasi permodalan;fasilitasi pemasaran; dan/ataukerja sama 152Kerja sama Pendampingan teknis dan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a berupapelatihan kewirausahaan;studi banding kegiatan usaha; dan/ataupeningkatan kelembagaan menjadi badan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b berupabagi hasil; dan/ melaksanakan bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, mitra usaha dapat memberikan penyertaan modal berupa uang atau sarana prasarana dengan nilai maksimal 50% lima puluh persen dari modal pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan melaksanakan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, mitra usaha memberikan bantuan modal usaha kepada pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang tidak mengikat dan tidak perlu dikembalikan kepada pemberi pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c meliputimitra usaha sebagai off taker yang membeli produk dari KPS/KUPS;mitra usaha mendapatkan komisi dari produk KPS/KUPS yang dijual;Pendampingan teknis pemasaran oleh mitra usaha; danpenjualan non profit yang dilakukan oleh mitra sama operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf d merupakan bentuk kerja sama yang dimulai dari kegiatan Pendampingan teknis dan kelembagaan, permodalan sampai KeempatPenanganan Konflik TenurialPasal 153Penanganan konflik tenurial kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf c dapat diselesaikan melalui Perhutanan hal penanganan konflik disepakati untuk diselesaikan melalui skema Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pemohon dapat melanjutkan dengan proses permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sesuai dengan skema yang penanganan konflik dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan KelimaPendampinganParagraf 1UmumPasal 154Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf d dapat dilaksanakan sebelum/pra dan sesudah/paska Masyarakat mendapatkan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan sebelum/pra Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui kegiatantelaah PIAPS;inventarisasi dan identifikasi terkait subjek, objek dan konflik;sosialisasi Perhutanan Sosial;pengukuran dan pemetaan partisipatif;pemilihan skema Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;pembentukan kelembagaan;penyusunan dan perbaikan berkas permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dan/atauPendampingan kegiatan penyusunan naskah kesepakatan kerja sesudah/paska Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melaluiPendampingan dalam tata kelola kelembagaan;Pendampingan dalam tata kelola kawasan; danPendampingan dalam tata kelola Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan melalui tahapanPendampingan tahap awal;Pendampingan pengembangan pengelolaan kawasan hutan dan lingkungan;Pendampingan kerja sama;Pendampingan akses permodalan;Pendampingan akses pasar;Pendampingan pengelolaan pengetahuan; danPendampingan pemantauan dan tahap awal sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf a dilakukan melalui kegiatansosialisasi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial kepada pihak internal maupun eksternal,pendataan potensi areal Perhutanan Sosial,identifikasi potensi dampak lingkungan,penguatan kelembagaan; danpeningkatan kapasitas sumber daya pengembangan pengelolaan kawasan hutan dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b dilakukan melalui kegiatanfasilitasi dan bimbingan teknis dalam penandaan batas pada ruang kelola Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;pembuatan dan penandaan ruang atau zonasi; danpenyusunan RKPS dan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c dilakukan melalui kegiatankerja sama dalam rangka penguatan kelembagaan dan tata kelola kawasan;kerja sama dalam peningkatan kapasitas SDM, KPS dan KUPS, untuk penelitian sumber daya kawasan; dankerja sama dalam rangka pengembangan akses permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf d dilakukan melalui kegiatanpersiapan pra akses permodalan;fasilitasi peluang akses permodalan usaha; danfasilitasi kerja sama dengan badan usaha milik daerah, lembaga keuangan daerah, mitra usaha, dan pihak lain yang tidak akses pasar sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf e dilakukan melalui kegiatanmenyusun strategi mengakses pasar dan pemasaran produk dan jasa melalui media elektronik/media sosial;membuat daftar produk unggulan hasil Perhutanan Sosial; danmemfasilitasi dalam pembangunan jejaring serta dapat bekerja sama dengan para pihak pengelolaan pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf f dilakukan melalui kegiatan pendokumentasian proses Pendampingan mulai dari perencanaan, implementasi atau pelaksanaan dan pemantauan, publikasi/diseminasi dokumen pembelajaran melalui elektronik/cetak kepada berbagai pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf g dilakukan melalui kegiatan pemantauan kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan RKPS, perubahan yang terjadi, hambatan, dan 2Pelaksana PendampinganPasal 155Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 dilaksanakan oleh sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri ataspenyuluh kehutanan pegawai negeri sipil;penyuluh kehutanan swadaya masyarakat;bakti rimbawan;penyuluh kementerian/lembaga terkait;penyuluh kehutanan swasta;badan usaha milik negara;lembaga swadaya Masyarakat;organisasi Masyarakat;praktisi;akademisi; dan/atautokoh Masyarakat atau tokoh sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf k berasal dari Masyarakat setempat yang merupakan hasil dari kaderisasi dan 156Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat 2 dibagi dalam 2 dua kategoriPendamping pemerintah; danPendamping pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan Pendamping yang direkrut oleh kementerian dan/atau Pemerintah hal Pendamping pemerintah berasal dari kementerian/lembaga lain dan/atau Pemerintah daerah pelaksanaannya dikoordinasikan dan ditetapkan dengan keputusan kepala mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b merupakan Pendamping yang direkrut oleh lembaga swadaya Masyarakat disetujui oleh kelompok dan dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat 4 ditetapkan dengan keputusan kepala 157Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat 1 huruf a memenuhi kriteriakompetensi teknis;kompetensi manajerial; dankompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a meliputipengetahuan kehutanan, pertanian, perikanan, peternakan;pengembangan usaha baik mikro, kecil dan menengah; danpemberdayaan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b berupa kemampuan berkomunikasi, koordinasi, dan kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi sosial di lokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c berupakemampuan mengoperasikan komputer; danmemiliki latar belakang pendidikan paling rendah sekolah menengah tingkat atas/sederajat, dan diutamakan strata 158Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dilakukan berdasarkan prinsiptransparan;akuntabel;tidak diskriminatif;partisipatif; 3Penetapan PendampingPasal 159UPT dapat menetapkan tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat 1 dalam melaksanakan Pengelolaan Perhutanan tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dituangkan dalam Keputusan Kepala hal penetapan tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dinas yang membidangi kehutanan tingkat provinsi atau KPH dapat mengusulkan tenaga penyuluh kehutanan dan/atau penyuluh kehutanan swadaya Masyarakat sebagai Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus mencantumkan hak dan kewajiban hal Pendamping tidak melaksanakan tugas, kewajiban, melanggar kode etik Pendamping dan/atau terkena masalah hukum lain Kepala UPT dapat membatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari dewan etik Pendamping dan melakukan koordinasi dengan organisasi perangkat daerah provinsi bidang etik Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat 6 ditetapkan oleh Direktur 160Peningkatan kapasitas Pendamping diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan peningkatan kapasitas Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berkolaborasi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan/atau para kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam bentukpelatihan;bimbingan teknis;forum diskusi;peningkatan kompetensi; ataukegiatan peningkatan kapasitas 161Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 dikategorikan secara berjenjang berdasarkan kategori Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atasPendamping pemula;Pendamping lanjutan; danPendamping 162Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat 2 bekerja berdasarkan kode etik berupadisiplin;tidak memihak;profesional; dantidak menjanjikan memberi, meminta, atau menerima sesuatu dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pelaksanaan 163Dalam rangka pengelolaan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, Pokja PPS dapat melakukan fasilitasi 164Pendamping harus menyusun dan menyampaikan laporan progres Pengelolaan Perhutanan Sosial di wilayah kerjanya secara manual dan elektronik kepada kepala UPT melalui sistem informasi yang telah 165Pendamping berhak mendapatkan insentif atas kinerja pelaksanaan Pendampingan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa areal kelola percontohan atas persetujuan kelompok yang hasilnya untuk operasional 166Kepala UPT melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pendampingan paling sedikit 1 satu kali dalam 1 satu dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui pengamatan dan penilaian terhadap program yang melaksanakan pemantauan dan evaluasi, kepala UPT dapat melibatkan dinas provinsi, KPH, atau Pokja dan evaluasi dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasiperubahan yang terjadi;kesesuaian dengan rencana kerja; danhambatan dan pemantauan dan evaluasi disusun dalam bentuk laporan secara manual atau elektronik melalui aplikasi yang UPT melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi kepada Direktur pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 dijadikan dasar perpanjangan surat keputusan kepala UPT mengenai penetapan 147Pembiayaan Pendampingan bersumber dari dana anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan, anggaran pendapatan dan belanja daerah, bantuan luar negeri yang dikelola pemerintah maupun dana swadaya dari lembaga Pendamping, dan/atau sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan dapat memfasilitasi pendanaan dan Pendampingan dalam rangka pengukuhan keberadaan MHA dalam hal MHA berada dalam Wilayah Indikatif Hutan KeenamKemitraan LingkunganPasal 168Kemitraan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf e dilakukan untuk mendorong peningkatan peran aktif para pihak dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, secara khusus dalam Pengelolaan Perhutanan Lingkungan dalam Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk pemberdayaan Masyarakat melalui penguatan mitra sebagaimana dimaksud pada ayat 2 meliputi aspek pengelolaan kawasan, pengelolaan kelembagaan/penguatan kelompok dan pengelolaan 169Kemitraan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 dilakukan antara pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan para pihak secara sukarela berdasarkan prinsipkepedulian;kesetaraan;transparansi;tanggung jawab;saling percaya; dansaling 170Mitra lingkungan berasal dari individu, kelompok, dan/atau lembaga/instansi dalam Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi unsurPemerintah Pusat;Pemerintah Daerah;lembaga legislatif;badan usaha milik negara atau badan usaha milik swasta;akademisi/perguruan tinggi;lembaga swadaya masyarakat, komunitas, kepanduan, organisasi/ kemasyarakatan;lembaga penelitian; dantokoh 171Pemerintah memfasilitasi kegiatan Kemitraan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui kegiatanpenguatan kelembagaan dan penyadartahuan sumber daya manusia Pengelolaan Perhutanan Sosial;kaukus politik lingkungan;jejaring komunitas kehutanan dan lingkungan;kemitraan dalam penelitian sumber daya hutan dan lingkungan;kemitraan dalam pengelolaan pencemaran lingkungan dan sampah untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan circular economy;kemitraan dalam pengembangan imbal jasa lingkungan; dan/ataukemitraan dalam pemanfaatan corporate social IVPERHUTANAN SOSIAL PADA EKOSISTEM GAMBUTBagian KesatuUmumPasal 172Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan Ekosistem Ekosistem Gambut pada areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat dilakukan pada Ekosistem Gambut denganfungsi lindung; dan/ataufungsi 173Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 didasarkan padapeta fungsi Ekosistem Gambut nasional, peta hidrotopografi kawasan hidrologis Gambut skala 1 satu berbanding lima puluh ribu, peta indikatif penghentian pemberian izin baru; danrencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem hal rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b belum tersedia, Perhutanan Sosial dilaksanakan berdasarkanpeta fungsi Ekosistem Gambut dengan skala paling kecil 1 satu berbanding dua ratus lima puluh ribu yang terkoreksi;peta penetapan puncak kubah Gambut;peta hidrotopografi dengan skala paling kecil 1 satu berbanding dua ratus lima puluh ribu; danpeta indikatif penghentian pemberian persetujuan cara penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan 174Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 dan Pasal 173 meliputiPersetujuan Pengelolaan HD;Persetujuan Pengelolaan Hkm;Persetujuan Kemitraan Kehutanan; danpenetapan status Hutan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan kewajiban menjaga fungsi hidrologis KeduaPemanfaatanPasal 175Pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat 2 huruf a, dapat dilakukan secara terbatas untuk kegiatanpenelitian;ilmu pengetahuan;pendidikan; danjasa lingkungan, berupa jasa wisata secara terbatas dan perdagangan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat 2 huruf b, dapat dilakukan untuk semua kegiatan sesuai rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem KetigaLaranganPasal 176Pada areal Ekosistem Gambut, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dilarangmembuka lahan baru/land clearing sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal Ekosistem Gambut untuk tanaman tertentu;membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering;membakar lahan Gambut dan/atau melakukan pembiaran terjadinya pembakaran; dan/ataumelakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pemegang Persetujuan Pengelolaan HD, HKm dan Kemitraan Kehutanan dilarang untuk memanfaatkan hasil hutan areal Hutan Adat yang terdapat Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya dapat dilakukan pemungutan hasil hutan kayu untuk untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari MHA yang baku kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d sesuai dengan ketentuan peraturan VJANGKA BENAH KEBUN RAKYATPasal 177Pemilik kebun rakyat yang berada di kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat mengajukan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dalam jangka waktu tertentu yang selanjutnya dilakukan penanaman pohon dalam rangka Jangka kebun rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam bentukkemitraan kehutanan atau Kemitraan Konservasi;HD; dan/ legal dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diberikan setelah dilakukan verifikasi dan validasi data dan informasi oleh Tim yang dibentuk oleh Benah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan menerapkan strategi Jangka Benah meliputimenyusun rencana Jangka Benah sebagai bagian rencana kelola Perhutanan Sosial;penanaman tanaman melalui teknik agroforestri yang disesuaikan dengan kondisi biofisik dan kondisi sosial;penanaman tanaman kehutanan paling sedikit 100 seratus batang per hektar paling lambat 1 satu tahun setelah mendapatkan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan menerapkan sistem silvikultur atau teknik budidaya sesuai dengan tapak ekologinya di sela-sela tanaman sawit; dantidak melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit selama masa Jangka 178Pada kawasan Hutan Produksi Jangka Benah dilakukan dalam jangka waktu 1 satu daur selama 25 dua puluh lima tahun sejak masa kawasan Hutan Lindung atau Hutan Konservasi Jangka Benah dilakukan dalam jangka waktu 1 satu daur selama 15 lima belas tahun sejak masa hal tanaman sawit telah mencapai umur 25 dua puluh lima tahun pada Hutan Produksi dan 15 lima belas tahun pada Hutan Lindung dan Hutan Konservasi, tanaman sawit di bongkar dan ditanami tanaman pokok kehutanan untuk Hutan Lindung dan Hutan Konservasi harus memenuhi ketentuanberupa pohon penghasil hasil hutan bukan kayu; dandapat berupa pohon berkayu dan tidak boleh tanaman pokok kehutanan pada Hutan Produksi, Hutan Lindung, dan Hutan Konservasi dilakukan paling lambat 1 satu tahun setelah mendapat Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Jangka Benah oleh Pemegang Persetujuan Perhutanan Sosial mendapatkan pembinaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 6 meliputibimbingan teknis Jangka Benah;peningkatan kapasitas sumber daya manusia;bantuan penyediaan bibit tanaman kehutanan; dan/ataupengawasan dan VIPEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIANBagian KesatuPembinaanPasal 179Menteri melakukan pembinaaan terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Menteri menugaskan Direktur pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Direktur Jenderal menugaskan kepala UPT dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, dapat melibatkanorganisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;KPH;Pokja PPS; dan/atauPendamping,sesuai dengan 180Gubernur melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang pemberian persetujuannya dilimpahkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat 1.Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, gubernur menugaskan pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melaksanakan pembinaan bersama UPT dan KPH, serta dapat melibatkan Pokja PPS, dan/atau Pendamping sesuai dengan 181Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 dan Pasal 180 diberikan kepadapemegang Persetujuan Pengelolaan HD;pemegang Persetujuan Pengelolaan HKm;pemegang Persetujuan Pengelolaan HTR;pemegang Persetujuan Kemitraan Kehutanan; danpemangku Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan untuk memberikan bantuan fasilitasi terhadappemenuhan hak, pelaksanaan kewajiban dan ketaatan terhadap ketentuan dan larangan bagi pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan penetapan Hutan Adat;penyelesaian konflik sosial dan tenurial Pengelolaan Perhutanan Sosial;penataan areal dan pengelolaan kawasan;penyusunan perencanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dan/ataupengembangan usaha Perhutanan KeduaPengawasanPasal 182Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Menteri menugaskan Direktur membantu pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Direktur Jenderal menugaskan kepala pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Kepala UPT dapat melibatkan organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan, KPH, Pokja PPS, dan/atau Pendamping sesuai dengan UPT sebagaimana dimaksud pada ayat 4 menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan kepadagubernur; danbupati/wali 183Gubernur melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang pemberian persetujuannya dilimpahkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat 1.Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, gubernur dapat menugaskan pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melaksanakan pengawasan bersama UPT dan KPH, serta dapat melibatkan Pokja PPS dan/atau Pendamping sesuai dengan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada gubernur dengan tembusan kepadaMenteri; danbupati/wali 184Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dan Pasal 183 dilaksanakan kepadapemegang Persetujuan Pengelolaan HD;pemegang Persetujuan Pengelolaan HKm;pemegang Persetujuan Pengelolaan HTR;pemegang Persetujuan Kemitraan Kehutanan; danpemangku Hutan AdatPengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasipemenuhan hak;pemenuhan kewajiban; dankepatuhan terhadap larangan dan ketentuan dalam Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan paling sedikit 1 satu kali dalam 1 satu hal pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenakan sanksi laporan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat 5 dan Pasal 183 ayat 4 dapat dilakukan secara manual atau pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri KetigaPengendalianPasal 185Menteri melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang pemberian persetujuannya dilimpahkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat 1.Pengendalian pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan dalam bentuk 186Menteri melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Menteri menugaskan Direktur pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 Direktur Jenderal membentuk dan menugaskan tim yang terdiri atas unsurdirektorat jenderal yang bertanggung jawab di bidang perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;unit eselon I terkait;UPT;Pemerintah Daerah;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;KPH setempat;Pokja PPS; dan/atauunsur lain yang 187Gubernur melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang pemberian persetujuannya dilimpahkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat 1.Dalam pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, gubernur membentuk dan menugaskan tim yang terdiri atas unsurorganisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;organisasi perangkat daerah terkait;UPT;KPH setempat;Pokja PPS; dan/atauunsur lain yang 188Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 dan Pasal 187 dilaksanakan terhadappemegang Persetujuan Pengelolaan HD;pemegang Persetujuan Pengelolaan HKm;pemegang Persetujuan Pengelolaan HTR;pemegang Persetujuan Kemitraan Kehutanan; danpemangku Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan untuk menilaipemenuhan hak;pemenuhan kewajiban;kepatuhan terhadap larangan; dankegiatan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan paling sedikit 1 satu kali dalam 5 lima 189Evaluasi pada kegiatan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat 2 huruf d meliputi aspekadministrasi;ekologi;sosial; administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a meliputiketersediaan dokumen legalitas berupa surat keputusan dan peta;ketersedian dokumen perencanaan kegiatan Perhutanan Sosial; danketersediaan dokumen ekologi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b meliputimempertahankan status dan fungsi kawasan hutan;perbaikan tutupan lahan;keanekaragaman hayati terjaga atau meningkat; danperbaikan kondisi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c meliputipeningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggota;penguatan kelembagaan yang akuntabel dan transparan;perubahan perilaku pengurus dan anggota;resolusi konflik;kesetaraan gender;keterwakilan para pihak khususnya kelompok perempuan, pemuda dan kaum marjinal;kontribusi pemegang persetujuan terhadap desa/Masyarakat sekitar;dukungan para pihak terhadap pelaksanaan Perhutanan Sosial; dankegiatan inovatif dalam Pengelolaan Perhutanan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d meliputitata kelola sumber daya hutan;tata kelola hasil hutan kayu;tata kelola hasil hutan bukan kayu;tata kelola jasa lingkungan; dan/ataukapasitas untuk menggunakan sumber daya secara efektif dan akses pada lembaga keuangan dan 190Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dilakukan dengan metodestudi literatur;diskusi kelompok terfokus/focus group discussion; danpemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan tahapanpersiapan;pelaksanaan evaluasi;pengolahan dan analisis data;penyusunan berita acara; danpelaporanEvaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 digunakan sebagai bahan masukan untuk penetapan dan penyempurnaan kebijakan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 disusun dengan menggunakan kriteria dan indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 191Tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 ayat 3 dan Pasal 187 ayat 2 menuangkan hasil evaluasi dalam bentuk berita acara untuk setiap unit pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan laporan hasil evaluasi kepada Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya dengan tembusan kepadaMenteri atau gubernur;bupati/wali kota;organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;UPT; danKPH laporan pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara manual atau acara hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri VIIPERCEPATAN PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIALPasal 192Dalam rangka percepatan Perhutanan Sosial untuk kesejahteraan dan kelestarian hutan disusun perencanaan terpadu percepatan persetujuan distribusi akses legal, Pendampingan, dan pengembangan usaha Perhutanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan koordinator membentuk kelompok kerja nasional percepatan Perhutanan Sosial untuk membantu percepatan akses dan peningkatan kualitas Pengelolaan Perhutanan Sosial tingkat kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan dapat membentuk tim sekretariat untuk percepatan akses dan peningkatan kualitas Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 3.Pasal 193Menteri mengembangkan wilayah terpadu berbasis Perhutanan Sosial/integrated area development untuk peningkatan pembangunan ekonomi di wilayah terpadu berbasis Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara terintegrasi dan kolaborasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, akademisi, swasta, dan dalam pengembangan wilayah terpadu berbasis Perhutanan Sosial meliputiperluasan distribusi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;pengembangan usaha meliputipenguatan kelembagaan;Pemanfaatan Hutan;pengembangan kewirausahaan dan/atau agroindustri;pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan lainnya;pengembangan usaha hasil hutan kayu dan bukan kayu dengan pola wana tani atau agroforestry, wana ternak atau silvopastura, wana mina atau silvofishery, dan wana tani ternak atau agrosilvopastura; dan/ataupengembangan usaha diutamakan tanaman pokok kehutanan dan/atau Multi Purposes Trees Species/MPTS paling sedikit 60% enam puluh persen.penyediaan sarana dan prasarana;Pendampingan; dan/ pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat melakukan kerja sama dengan para pihak melalui pola Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat membentuk koperasi untuk meningkatkan kelembagaan Pengelolaan Perhutanan Sosial pada areal pengembangan wilayah dapat memperoleh bantuan permodalan, kerja sama pemasaran, Pendampingan dari kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, akademisi, lembaga keuangan, dan/atau sebagaimana dimaksud pada ayat 6 dapat diberikan pembinaan oleh kementerian yang membidangi koperasi, organisasi perangkat daerah provinsi bidang koperasi, dan organisasi perangkat daerah kabupaten/kota bidang VIIIPENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIFPasal 194Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 sampai dengan Pasal 95 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupateguran tertulis;denda administrasi;pembekuan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dan/ataupencabutan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dikenakan kepada pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dalam hal tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 sampai dengan Pasal administratif berupa denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dikenakan kepada pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dalam hal tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan administratif berupa pembekuan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c dikenakan kepada pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dalam hal pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial tidak menindaklanjuti teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 3.Sanksi administratif berupa pencabutan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf d dikenakan kepada pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dalam hal pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial tidak menindaklanjuti teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dalam jangka waktu 1 satu tahun sejak pembekuan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan cara mengenai pengenaan sanksi administratif dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan IXPEMBIAYAANPasal 195Pembiayaan Pengelolaan Perhutanan Sosial bersumber darianggaran pendapatan dan belanja negara;anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atausumber dana lain yang sah dan tidak Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan/atau para pihak dapat memberikan insentif kepada pihak yang dapat memulihkan, mempertahankan, dan/atau melestarikan hutan di dalam dan di luar kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan XKETENTUAN LAIN-LAINPasal 196Menteri membangun sistem informasi Pengelolaan Perhutanan Sosial yang terintegrasi secara informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat data dan informasi yang transparan mengenai perkembangan Pengelolaan Perhutanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan untukmenyimpan database Pengelolaan Perhutanan Sosial;memantau perkembangan Pengelolaan Perhutanan Sosial;membantu pengambilan keputusan; dan/ataumembantu sosialisasi hasil Perhutanan Sosial kepada 197Pengelolaan Perhutanan Sosial pada areal KHDPK di Pulau Jawa diatur dengan Peraturan Menteri melakukan Pengelolaan Perhutanan Sosial pada areal KHDPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Menteri membentuk unit pelaksana XIKETENTUAN PERALIHANPasal 198Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlakuHPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR, Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan pengelola kawasan Hutan Konservasi, pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan pemegang izin berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan, pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan pengelola KHDTK, dan pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan KPH yang sudah terbit, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan hak pengelolaan atau izin berakhir dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini;Penetapan status Hutan Adat yang sudah terbit sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku;Permohonan HPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR dan penetapan status Hutan Adat yang sedang dalam proses dilanjutkan prosesnya dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini;Permohonan pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan pengelola kawasan Hutan Konservasi, dan pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan pemegang izin berusaha Pemanfaatan Hutan yang sedang dalam proses, dilanjutkan prosesnya dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini; danPermohonan pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan KPH dan pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan antara Masyarakat dengan pengelola kawasan hutan dengan tujuan khusus yang sedang dalam proses, disesuaikan dengan Peraturan Menteri XIIKETENTUAN PENUTUPPasal 199Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlakuPeraturan Menteri Kehutanan Nomor II/2012 tentang Rencana Kerja pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 63;Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor tentang Perhutanan Sosial Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1663;Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 37/MENLHK/SETJEN/ tentang Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1341;Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor tentang Hutan Tanaman Rakyat Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 491; danPeraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor tentang Hutan Adat dan Hutan Hak Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1014,dicabut dan dinyatakan tidak 200Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik isi Permen LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Semoga selalu sukses.
RENCANAPENGELOLAAN HUTAN DESA MUKTI ALI AZIS Disampaikan pada kegiatan : Pembekalan Petugas Lapangan Hutan Desa, 20 Oktober 2015 RPHD adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan desa secara berkelanjutan. Fungsi

Hutan Desa adminypi March 3, 2021 Kegiatan yang melibatkan LPHD, Perwakilan pemerintahan desa, tokoh masyarakt, dan tokoh pemuda telah terlaksana pada masing-masing Desa Telaga, Desa Mendawai, dan Desa Tampelas pada bulan Januari 2021. Hasil yang didapatkan pada kegiatan ini adalah draft dokumen RKT Rencana Kerja Tahunan dan RKU Rencana Kerja Umum pengelolaan hutan desa. Bagikan

Sejalandengan landasan hukum diatas maka pemerintah desa sukasari melaksanakan kewenangannya dengan melakukan pemanfaatan wilayah perhutani. 34 tahun 2002 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, . Biasanya hutan wisata menjadi tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.

Rencana Pengelolaan Hutan diartikan sebagai rencana dalam mengelola hutan atau suatu rencana KPH yang di dalamnya termuat berbagai aspek pengelolaan hutan dengan batas waktu yang telah lanjut dikatakan bahwa penyusunan RPH memiliki beberapa landasan yang meliputi aspirasi masyarakat yang berada di sekitar hutan nilai budaya dan kondisi lingkungan, hasil penataan, dan rencana pengelolaan hutan hampir sama dengan unsur-unsur manajemen dan unsur tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta Pengelolaan Hutan dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu RPHJP, RPHJM, dan RPHJPd. RPHJP memiliki batas waktu pengelolaan 10 sampai 20 tahun, RPHJM dengan batas waktu pengelolaan 3 sampai 5 tahun, dan RPHJPd dengan batas waktu 1 juga Pengelolaan HutanUntuk KPH baik KPHP atau KPHL diwajibkan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang yang kemudian diturunkan dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek. Kedua jenis dokumen ini merupakan kitab sucinya KPH. A Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang RPHJPRPHJP merupakan suatu istilah yang digunakan dalam melakukan perencanaan untuk kegiatan pengelolaan seluruh wilayah hutan yang dikelola oleh suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH dalam jangka waktu 10 sampai 20 umum, kegiatan penyusunan RPHJP dilakukan berdasarkan hasil tata hutan dengan acuan rencana kehutanan berskala nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota serta melibatkan pertimbangan dari masyarakat setempat melalui aspirasi, nilai budaya, dan keadaan penyusunan RPHJP terdiri dari 8 bab dimana di dalamnya disusun oleh subbab-subbab. Pada bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, batasan pengertian, serta landasan pada bab II Deskripsi Wilayah memuat risalah wilayah, potensi wilayah, sumber daya sosial ekonomi dan budaya, pemanfaatan dan penggunaan kawasan, aspek sosial budaya, perspektif tata ruang wilayah KPHP dan pembangunan daerah, serta isu strategis, kendala, dan masalah yang ke III Visi dan Misi Pengelolaan Hutan mencangkup dua bagian yakni visi dan juga misi. Setelah itu, bab IV Analisis dan Proyeksi yang terdiri dari analisis situasi, identifikasi faktor berpengaruh pada tujuan, dan juga proyeksi rencana ke V Rencana Kegiatan disusun dengan pendekatan rencana KPHP, proses rencana pengelolaan KPH, rencana kegiatan pengelolaan KPHP, serta isu pokok pengelolaan KPHP. Bab ke VI selanjutnya memuat Kegiatan Pembinaan, Pengawasan, dan itu, disusul dengan bab VII yang memuat pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang diakhiri dengan bab VIII sebagai penutup yang meliputi bagian kesimpulan dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Menengah RPHJMRPHJP merupakan suatu istilah yang digunakan dalam melakukan perencanaan untuk kegiatan pengelolaan seluruh wilayah hutan yang dikelola oleh suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH dalam jangka waktu 3 sampai 5 yang digunakan pada RPHJM kurang lebih seperti sistematika yang terdapat pada RPHJP. Perbedaan antar keduanya lebih ditekankan pada waktu pengelolaan yang pada RPHJM maksimal nya selama 5 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek RPHJPdRPHJPd merupakan turunan dari apa yang telah dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Jangka Panjang. RPHJPd merupakan rencana strategi dan program kerja serta aspek pembiayaan yang akan dilaksanakan secara terukur dan transparan dalam rangka mengelola suatu kawasan hutan dan masyarakatnya untuk jangka waktu tertentu 1 tahun.Kunjungi juga Kegiatan Perencanaan Kehutanan Berdasarkan PP 44 tahun 2004Sistematika penyusunan RPHJPd ini terdiri dari enam Bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari 4 sub bab yaitu latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup serta batasan kedua berkaitan dengan deskripsi kawasan yang terdiri dari empat sub bab yaitu letak dan luas wilayah, batas wilayah, kondisi sosial ekonomi dan budaya, serta potensi dan misi kemudian dicantumkan di dalam Bab 3 yang terdiri dari sub bab isu strategis, permasalahan serta visi dan misi. Sementara pada Bab keempat mencantumkan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga bab ini terdiri dari sub bab perencanaan hutan, pemanfaatan hutan, reboisasi dan rehabilitasi, perlindungan dan pengamanan hutan, pemberdayaan masyarakat serta koordinasi. Pada Bab ini paling tidak harus mencantumkan enam atau tujuh program yang kelima adalah Bab pemantauan yang terdiri dari sub bab pembinaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Sistematika ini kemudian akan ditutup dengan Bab 2020. Bahan Kuliah Umum Rencana Pengelolaan Hutan Tingkat Tapak. UPT-KPHP Katingan Hulu Unit XVII. Kalimantan Tengah. Tidak dipublikasikanPenulis Zega Hutan & Helmi Rouli L.

Š›Õ§įŠ ուтвепըзՄ į‰ØįŠøįˆŽį‹ŠŠ©įŒƒ ав įˆ“Õ ŃŠ²Ń€Ī±įŠ£ĪæĪ²Š¾ Ń€ŃƒÕŽŠµŃ‚Šµ ŃƒŃŃ‚ŠøŃ† о
Ī‘Ń€į‰·Š½ŠøįŒ‡į‹’Ī³įˆ”Ī¾ Šø Ö‚ŠµŃ‚Š¾Ń…Š°ŠŗŃƒŃˆŠøŠ¢Š²Š° Õ»ĪøįˆžĪ©Š³Õ­Ļ† Ń†ŠøĪ³Õ«įŒŽį‹­į‹’ φխтвէκе
Իзጭжоለеκ ըհጩջ Õ“įŠ’Ļ‡ÕøĻ‡ĪæŠ»ĪÕØŃ‰įˆ½Õ¢ÕøĻƒĪ±Ń‡ Ń‡Š°į‰³Š°Š±Š°Ń„Ļ‰Š±įŠ§Ī˜Ń„ŃƒŠ² Õ¤Õ« ĪµŠ¼ŃƒįŠ¤Ļ…į‰„ĪøŌ¾Ļ…įˆ€ŠµÕÆįŒ†įŒ„ĪøŃ ŠøÕŖŃįˆŠŠøÕÆÕøŠ“Šø м
ያգаն ÕØŠ»ŃƒĻ€ŠµŠ±ŠÆĪŗÕ”Š“Šµ Ń…ŠøŠ·Š²Š¾ŠŗŃƒŃ‚Õ„ŠŸŃƒĻƒ ŃƒÖ€ĪæÕ¼ ĻˆÕøĪ³Õ„į‹ Ī¹Ī»ŠøŠ¶Ļ‰Õ®Ī¹įŒĪæ Ī¹Ń†į‰±Ńį„ իኤ
PeraturanDirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.16/PSKL/SET/PSL.O/12/2016 tanggal 9 Desember 2016, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Desa, Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat. 1.2.
0% found this document useful 0 votes508 views8 pagesDescriptionMembahas tentang rencana pengelolaan desa, definisi, fungsi, macam-macamnya dan aturan terkait. Selain itu juga membahas tentang integrasi dalam perencanaan pembangunan desa, serta metode Ā© All Rights ReservedAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes508 views8 pagesRencana Pengelolaan Hutan DesaDescriptionMembahas tentang rencana pengelolaan desa, definisi, fungsi, macam-macamnya dan aturan terkait. Selain itu juga membahas tentang integrasi dalam perencanaan pembangunan desa, serta metode pe…Full descriptionJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Tujuanpemberdayaan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.39/Menhut-II/2013, tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan, adalah terwujudnya masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat secara langsung, melalui penguatan kapasitas dan pemberian akses, ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD is a forum on forest management activities that aim to improve community welfare. At present, the condition of the farming business is not effective, so it requires some rules as a measure of success. This study aims to analyze the institution of the Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD in the implementation of Village Forest Management. The research was conducted in Muara Danau Village, Semende Darat Laut Subdistrict, Muara Enim Regency, South Sumatra Province, from March to April 2020. Data were analyzed by using the SSBP approach. The results of the study showed the situation of farmers utilizing forest resources in the form of water sources and non-timber forest products. Smallholders manage the forest based on institutional structure stated in the AD/ART, and administrative sanctions. In terms of planting patterns in the arable land, the structure controls farmer behavior by using an agroforestry system. This makes Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD obtain a good performance in the aspect of institutional management which is measured by the involvement of members and institutional administrators in group activities/training 91% and the types of binding group rules in the form of written rules AD/ART as well as unwritten rules 84% in managing areas measured based on the type of forest resource conservation activity 95%. However, managing businesses have not obtained optimal results, as measured by the absence of institutions that handle the marketing of forest products for groups cooperatives. Based on the results of the research, the institution of Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD is categorized as good. Figures - uploaded by Hari KaskoyoAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Hari KaskoyoContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 185Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204p-ISSN 1979-6013 e-ISSN 2502-4221Terakreditasi RISTEKDIKTI Nomor 200/M/KPT/2020PENGELOLAAN HUTAN DESA DI KPH WILAYAH VIII SEMENDO DARI PERSPEKTIF KINERJA KELEMBAGAANVillage Forest Management in Semendo FMU Region VIII from Institutional Performance PerspectiveFito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, & Hari KaskoyoJurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jln. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng, Bandar Lampung Email 20 Agustus 2020, direvisi 14 Desember 2021, disetujui 15 Desember 2021ABSTRACTMuara Danau Village Forest Management Institution LPHD is a forum on forest management activities that aim to improve community welfare. At present, the condition of the farming business is not effective, so it requires some rules as a measure of success. This study aims to analyze the institution of the Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD in the implementation of Village Forest Management. The research was conducted in Muara Danau Village, Semende Darat Laut Subdistrict, Muara Enim Regency, South Sumatra Province, from March to April 2020. Data were analyzed by using the SSBP approach. The results of the study showed the situation of farmers utilizing forest resources in the form of water sources and non-timber forest products. Smallholders manage the forest based on institutional structure stated in the AD/ART, and administrative sanctions. In terms of planting patterns in the arable land, the structure controls farmer behavior by using an agroforestry system. This makes Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD obtain a good performance in the aspect of institutional management which is measured by the involvement of members and institutional administrators in group activities/training 91% and the types of binding group rules in the form of written rules AD/ART as well as unwritten rules 84% in managing areas measured based on the type of forest resource conservation activity 95%. However, managing businesses have not obtained optimal results, as measured by the absence of institutions that handle the marketing of forest products for groups cooperatives. Based on the results of the research, the institution of Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD is categorized as good. Keywords Institutional, performance, village forest, and Lembaga Pengelola Hutan Desa LPHD Muara Danau merupakan wadah dalam kegiatan pengelolaan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat ini kondisi usaha taninya terbilang belum efektif, sehingga perlu adanya pengaturan sebagai alat ukur keberhasilan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan LPHD Muara Danau dalam pelaksanaan pengelolaan Hutan Desa. Penelitian dilaksanakan di Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Maret sampai dengan April 2020. Data yang dianalisis menggunakan pendekatan situation, structure, behavior, dan performance SSBP. Hasil dari penelitian menunjukkan terkait situasi petani memanfaatkan sumber daya hutan berupa sumber air dan hasil hutan non kayu. Petani mengelola hutan berdasarkan struktur kelembagaan yang tercantum dalam AD/ART dan sanksi administratif. Struktur mengontrol perilaku petani, yaitu pola penanaman lahan garapan menggunakan sistem agroforestri. Hal tersebut menjadikan LPHD Muara Danau memperoleh kinerja yang baik pada aspek kelola kelembagaan yang diukur berdasarkan keterlibatan anggota dan pengurus lembaga dalam kegiatan kelompok/pelatihan 91% dan jenis aturan-aturan kelompok yang mengikat berupa aturan tertulis AD/ART serta aturan secara tidak tertulis 84% dalam pengelolaan kawasan diukur berdasarkan jenis aktivitas konservasi sumber daya hutan 95%. Namun, pada kelola usaha belum memperoleh hasil optimal, diukur berdasarkan lembaga yang menangani pemasaran hasil hutan untuk kelompok koperasi belum ada. Berdasarkan hasil penelitian, kelembagaan LPHD Muara Danau dikategorikan baik. Kata kunci Kelembagaan, kinerja, hutan desa, dan organisasi.Ā©2021 JPSEK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi I. PENDAHULUANSuatu sistem sosial berupa perilaku yang dilihat dengan norma, etika, prosedur, nilai, serta aturan yang memiliki area aktivitas tempat belangsungnya kegiatan merupakan pengertian dari kelembagaan. Hapsari & Surya, 2017. Kelembagaan bertujuan sebagai wadah ataupun tempat yang mencakup aturan, etika, dan kode etik dalam kelompok yang berfungsi untuk mengakomodir suatu kegiatan Noor, 2014. Kelembagaan dalam prosesnya disesuaikan berdasarkan tujuan yang akan disampaikan sesuai bidang yang dituju, salah satunya kelembagaan dalam pengelolaan yang mampu untuk mewadahi pengelolaan hutan merupakan kelembagaan hutan yang diinginkan Djelau et al., 2014. Kegiatan pengelolaan hutan tidak terlepas dari masyarakat disekitarnya Baynes et al., 2015; Brown & Sonwa, 2015; Pujo et al., 2018. Adanya koordinasi dari pihak pengelola hutan, kelembagaan pada hutan tersebut dapat dikatakan berjalan dengan baik Safe’i et al., 2018. Hutan Desa merupakan program skema perhutanan sosial yang tertera berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor tentang Perhutanan Sosial. Penyelenggaraan Hutan Desa HD dengan melibatkan peran serta masyarakat dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan desa Asmin et al., 2019; Mulyana et al., 2017; Sedia et al., 2018; Suwarti, Soeaidy, 2015. Kegiatan pemanfaatan HD memiliki lembaga yang mengatur tentang pengelolaan HD, yaitu Lembaga Pengelola Hutan Desa LPHD yang merupakan sebuah wadah bagi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan dan bertanggung jawab menjaga kelestarian kawasan hutan yang dikelolanya Qurniati et al., 2017. Peran serta fungsi dari kelembagaan perlu ditingkatkan untuk mengetahui apakah pengelolaan pada HD akan lebih lengkap. Hal ini mengingat sebagaimana masyarakat serta pemangku memiliki kepentingan yang sama secara langsung serta hubungan ketergantungan yang kuat antar sesama masyarakat. Keberadaan LPHD memberikan manfaat serta dampak positif bagi masyarakat. Aturan-aturan yang termuat dalam kelembagaan LPHD biasanya berisikan tentang aturan internal maupun eksternal yang memuat sanksi yang dijadikan suatu kontrol pada sistem anggota lembaga dalam pengelolaan Muara Danau memiliki pengelolaan usahatani yang terbilang belum efektif. Padahal, usahatani menjadi salah satu faktor efektivitas kelembagaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Apriandana et al., 2021. Mengetahui keberhasilan dalam pengelolaan hutan perlu adanya alat ukur yang dapat diakui secara umum oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan dan mengetahui bagaimana karakteristik serta proses LPHD Muara Danau dalam strategi pengelolaan HD. Selain untuk strategi pengelolaan hutan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para perumus kebijakan untuk acuan pengambilan keputusan, yaitu Pemerintah Kabupaten Muara Enim, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, dan Pemerintah Pusat, dalam menentukan arah dan kebijakan pengelolaan Hutan Desa pada Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH Wilayah VIII METODE PENELITIANA. Waktu dan Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di bulan Maret-April 2020 yang berlokasikan di Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Pada Gambar 1 menunjukkan peta lokasi penelitian. Metode penentuan lokasi penelitian yaitu Desa Muara Danau dilakukan secara purposive dengan pertimbangan Desa Muara Danau Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204186 Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo187merupakan salah satu dari tiga desa tertua yang memiliki HD di Semende, namun sampai saat ini pengembangan usahatani kelompok di LPHD masih terbilang Populasi dan Sampel PenelitianSeluruh anggota tani yang terdaftar sebagai anggota LPHD merupakan cakupan populasi yang diamati pada penelitian ini yang terdapat pada wilayah administrasi Desa Muara Danau yang berjumlah 120 orang. Mereka tergabung dalam 6 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial KUPS. Teknik pengambilan sampel berdasarkan teori Sugiyono menggunakan dua metode, yaitu purposive sampling terdiri dari pengurus LPHD, kepala KPH, dan staf KPH yang menangani pengelolaan HD dan random sampling terdiri dari anggota tani KUPS LPHD Muara Danau yaitu dipilih secara acak. Jumlah populasi penelitian sebanyak 55 anggota tani KUPS yang dihitung berdasarkan formula Slovin. Menurut Arikunto 2000, formula slovin merupakan salah satu formula yang digunakan dalam menentukan jumlah reponden penelitian dengan syarat jumlah populasi lebih dari 100. Formula slovin yang digunakan sebagai Jumlah Populasin Jumlah RespondenE Presisi 10%C. Teknik Pengumpulan dan Analisis DataData primer dan data skunder merupakan data utama yang dikumpulkan pada penelitian ini. Data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumentasi. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan primer dan data skunder merupakan data utama yang dikumpulkan pada penelitian ini. Data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumentasi. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan observasi.1........................................Sumber Source Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Unit VIII Semendo, 2020Gambar 1. Peta lokasi penelitianFigure 1. Research site map III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Karakteristik RespondenTabel 1 menjelaskan kriteria umur anggota tani diklasikasikan menjadi tiga yaitu, 64 tahun. Usia anggota tani HD di Muara Danau berkisar 25-58 tahun, dengan rata-rata umur 15-64 tahun 98%. Rata- rata ini didapatkan berdasarkan hasil pada Tabel 1 yang menunjukkan jumlah responden berumur 15-64 berjumlah 54 orang dari 55 orang. Studi yang dikemukakan Tahir et al., 2018, manusia dikatakan produktif apabila memiliki usia 15-64 tahun yang berarti mampu dalam kondisi sik dan tenaga dalam bekerja untuk terlibat langsung dalam kegiatan usaha tani. Umur menjadi faktor penting yang memengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Seperti yang diungkapkan Sagita et al., 2019, bahwa peningkatan umur seseorang berpengaruh terhadap kemampuan kerja, akan tetapi penurunan kemampuan kerja seseorang dialami pada titik umur tertentu. Petani yang termasuk usia non produktif >64 tahun hanya satu orang 2%, dikarenakan merasa masih mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan Tabel 1 sebagian besar tingkat pendidikan petani masih tergolong rendah. Mayortitas petani berpendidikan terakhir setara lulus Sekolah Dasar SD. Budiartiningsih et al., 2010, berpendapat bahwa tingkat pendidikan pada kegiatan usaha tani sebagian besar berpendidikan dasar. Tingkat pendidikan petani LPHD Muara Danau diklasikasi menjadi tiga, yaitu Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, dan Sekolah Menengah Atas SMA. Sebanyak 27 orang 49% mengenyam pendidikan SD, 15 orang 27% mengenyam pendidikan SMP, dan 13 orang 24% mengenyam pendidikan SMA dapat memengaruhi peningkatan usaha hasil produksi tani. Seperti yang diungkapkan oleh Sunanto et al. 2019 dan Susanti et al. 2016, mengatakan bahwa tingkat pendidikan berdampak positif terhadap peningkatan produksitivitas hasil usaha tani yang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani. 188Tabel 1. Karakteristik petani LPHD Muara DanauTable 1. Typical of Muara Danau LPHD farmersNoNumberKarakteristikCharacteristicsJumlah RespondenOrangNumber of Respondents PeoplePersentase%Percentage %1. Umur TahunAge Year64 T 1 2JumlahTotal 55 1002. Tingkat PendidikanLevel of EducationSD 27 49SMP 15 27SMA 13 24JumlahTotal 55 1003. Luas Lahan HaLand Area Ha1 19 13 242 21 383 2 4Sumber Source Hasil pengolahan data sekunder Result of secondary data processing, 2020Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 189Menurut Maramba 2018 dan Maryoni 2015, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan kapasitas petani, apabila tingkat pendidikan SDM rendah akan berpengaruh langsung terhadap tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan petani sehingga sulit bagi mereka untuk melaksanakan adopsi dan inovasi. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar petani 38% memiliki lahan seluas 2 ha. Luas lahan yang digarap petani LPHD Muara Danau diklasikasikan menjadi empat, yaitu 1 ha, 1,5 ha, 2 ha, dan 3 ha. Sebanyak 19 orang 35% mengelola lahan seluas 1 ha, 13 orang 24% mengelola lahan seluas 1,5 ha, 21 orang 38% mengelola lahan seluas 2 ha, dan 2 orang 4% mengelola lahan seluas 3 ha. Menurut Saihani 2011 dan Winarni et al. 2016 menyatakan, bahwa semakin luas lahan yang dikelola, maka semakin besar pendapatan yang diterima oleh petani. Pembagian luas lahan sudah ditentukan sejak lama. Penduduk setempat membuka lahan serta mengklaim untuk dijadikan lahan garapan mereka. Izin pemanfaatan yang diberikan pada petani terhadap lahan yang awalnya sudah digarap dilakukan dengan syarat mendaftarkan diri serta mendaftarkan lahan garapannya. Izin pemanfaatan lahan diberikan melalui program HD dengan jangka waktu 35 tahun sesuai dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Desa IUPHHK-HD dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi. B. Kinerja Lembaga Pengelola Hutan Desa LPHD Muara Danau1. Situasi Situation Kelembagaan di LPHD Muara DanauLPHD Muara Danau merupakan lembaga desa yang menaungi 6 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial KUPS yang anggotanya merupakan penggarap lahan HD Muara Danau. Adapun KUPS yang tergabung di dalam LPHD Muara Danau adalah Bukit Hijau, Bukit Indah, Talang Dengung 2, Talang Baru 1, Talang Baru 2, Bukit. LPHD Muara Danau pada tahun 2011 terbentuk. Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari KaskoyoTabel 2. Kinerja Lembaga pengelolaan hutan di LPHD Muara DanauTable 2. The performance of the forest management institution in LPHD Muara DanauSituasi SituationStruktur StructurePerilakuBehaviorKinerja PerformanceLembaga Pengelola Hutan Desa LPHD merupakan lembaga yang dinaungi oleh Kelompok Usaha Pehutanan Sosial KUPS.Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa HPHD diberikan selama 35 tahun berdasarkan yang selanjutnya dikeluarkan Aturan dalam menjalankan LPHD berdasarkan pedoman yang dimuat dalam AD/ART. Masa bakti pengurus LPHD Muara Danau selama tiga tahun dan setelah itu dilakukan pemilihan untuk pengurus baru dapat pada masa jabatan persil merupakan bagian dari penguatan LPHD yang dilakukan secara partisipatif. Pada LPHD Muara Danau pembatas antar lahan pengelola yaitu tumbuhan. Petani LPHD Muara Danau memanfaatkanImplementasi pembangunan SDM yang baik memberikan gambaran terhadap peningkatan kinerja dan pencapaian tujuan LPHD Muara Danau. Penilaian kinerja pada LPHD didasarkan oleh tiga aspek yaitu, aspek kelola kelembagaan, kelola kawasan, dan kelola Source Data primer Primary data, 2021 Pada tahun 2014 LPHD menerima izin yang telah diserahkan dan ditetapkan pada peta areal kerja HD dari Menteri LHK dengan Nomor SK. 622/Menhut-II/2014. Pada tahun 2016 menerima izin pada Kawasan hutan lindung berupa izin Hak Pengelolaan Hutan Desa HPHD di Bukit Jambul Asahan seluas ± 260 ha dengan Nomor SK. 386/Kpts/Dishut/2016. Terbentuknya LPHD Muara Danau didasari oleh keinginan masyarakat desa untuk mengelola HD Wilayah Unit VIII KPH Semendo untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sejak terbentuknya LPHD, aktivitas anggota tani tidak berjalan dengan maksimal. Pemerintah dalam hal ini memberikan dan menyediakan fasilitas dalam bentuk pendampingan dari KPH Semendo, Hutan Kita Institute HaKI, Wahana Bumi Hijau, dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat PKSM.Pengelolaan hutan di Desa Muara Danau, tidak terlepas dari tradisi di dalamnya. Hasil wawancara menunjukkan, sebanyak 9 orang 16% menganggap tradisi yang ada di Desa Muara Danau ada dan masih dilaksanakan oleh petani LPHD Muara Danau. Tradisi yang masih diterapkan dalam 5 tahun terakhir, yaitu melakukan syukuran pasca-panen. Sarmanudin Ketua LPHD mengatakan, syukuran yang dilakukan pasca-panen bertujuan sebagai wujud dari rasa syukur kepada Tuhan SWT atas pemberian yang mereka terima, namun seiring dengan berjalannya waktu tradisi tersebut tidak dilaksanakan lagi. Sebanyak 46 orang 84% mengatakan tidak ada tradisi yang dilaksanakan dalam 5 tahun terakhir Gambar 2.Pada dasarnya, tradisi yang merujuk pada pengelolaan sumber daya memperkuat posisi masyarakat dalam keberhasilan program kehutanan. Seperti yang diungkapkan Yeny et al. 2016, keberhasilan program melestarikan lingkungan dengan tetap menjaga tradisi yang ada sehingga membentuk interaksi antara manusia dan masyarakat Desa Muara Danau tidak terlepas dari lingkungan sekitar dalam wujud aktivitas sosial ekonomi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Seperti yang diungkapkan Ramadhan et al. 2015, bahwa interaksi masyarakat dengan hutan dibangun dalam bentuk aktivitas sosial ekonomi masyarakat untuk mensejahterakan diri mereka. Interaksi yang dibentuk masyarakat Desa Muara Danau khususnya petani LPHD berupa pemanfaatan sumber daya alam. Jenis sumber daya alam yang diakses adalah air dan hasil hutan kayu/non desa menggunakan air untuk keperluan air minum, mencuci, mandi, dan mengairi sawah menggunakan 190Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 2. Persepsi petani terhadap tradisi mengelola 2. Farmers' perception of the tradition of managing forests 191sistem irigasi. Air yang diakses masyarakat bersumber dari Bukit Jambul Asahan yang terletak dibagian hulu Desa Muara Danau Gambar 3. Terlepas dari pemanfaatan air, pengurus LPHD Muara Danau melakukan konservasi tanah dan air guna pasokan air tetap terjaga. Menurut Fatimah et al. 2016, menjelaskan bahwa untuk menjaga kualitas serta pemasokan air untuk digunakan maka perlu dilakukan kagiatan konservasi tanah dan konservasi yang dilakukan pengurus dan anggota tani, yaitu dengan menanam bambu di sempadan sungai Gambar 4. Sarmanudin ketua LPHD, mengatakan penanaman bambu di sempadan sungai mampu menjaga kualitas air dan kanan kiri sempadan sungai agar tidak terjadi longsor yang mengakibatkan air menjadi keruh. Menurut Raka et al. 2011, bahwa bambu memiliki kemampuan untuk mengikat air dan tanah jauh lebih baik daripada pepohonan hingga 90%. Sedangkan pepohonan hanya dapat menyerap air hujan sampai kemampuan 35%–40%. Sejalan dengan Irvantia et al. 2014, bahwa bambu memiliki fungsi untuk mencegah erosi dan sebagai wadah penyimpan air sehingga bambu dikategorikan sebagai tanaman konservasi dan atau hasil hutan bukan kayu memiliki keterbatasan yang didasarkan Sumber Source Dokumentasi pribadiGambar 3. Aliran air yang diakses masyarakat desaFigure 3. The water īƒ€ow that is accessed by the village communitySumber Source Dokumentasi pribadiGambar 4. Tanaman bambu untuk konservasi tanah dan airFigure 4. Bamboo plants for soil and water conservationPengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo pada ketergantungan yang sangat tinggi masyarakat Desa Muara Danau terhadap HHBK tesebut. Masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan, baik di zona pemanfaatan maupun di zona lindung sudah terdaftar sebagai anggota tani LPHD Muara Danau. Lahan yang mereka kelola diwajibkan untuk menanam tanaman multiguna yang biasa disebut Multipurpose Tree Species MPTs. Menurut Septiawan et al., 2017, MPTs adalah komoditi utama setelah tanaman perkebunan. Bapak Abdur penyuluh kehutanan mengatakan, jika pohon yang ditanaman menghasilkan produk yang memiliki nilai jual, maka seseorang akan merasa enggan menebang pohon tersebut. Aturan ini diterapkan guna mengontrol aktivitas illegal logging menjadi HHBK yang ditanam pada lahan HD terdiri atas 1 empat jenis tanaman perkebunan, yaitu kopi Coffea sp sebagai komoditas utama, cengkeh Syzygium aromaticum, randu Ceiba pentandra, dan kelapa Cocos nucifera dan 2 tujuh jenis tanaman buah, yaitu jengkol Archidendron pauciīƒ€orum, durian Durio zibethinus, nangka Artocarpus heterophyllus, alpukat Persea americana, matoa Pometia pinnata, petai Parkia speciosa, dan cempedak Artocarpus integer. Pada umumnya petani menjualkan hasil hutannya ke pasar atau tengkulak. HHBK berperan penting dalam menjaga eksistensi HD tetap berkelanjutan Irawanti et al., 2012. Jenis tanaman kayu keras yang ditanam atau ada sejak dahulu pembukaan lahan, yaitu afrika Vernonia amygdalina, bambang lanang Michelia champaca, dan randu Ceiba pentandra.2. Struktur Structure Kelembagaan di LPHD Muara DanauStruktur didenisikan sebagai perangkat organisasi yang di dalamnya mengatur tata kelola dan perkembangan suatu kelompok berfungsi sebagai pemisah tugas dan juga sebagai kontrol anggota Marita, 2015. Organisasi yang di dalamnya terdapat struktur kelembagaan bertujuan untuk mengontrol aktivitas pengurus dan anggota dalam sebuah sistem yang disusun. Aktivitas dari kelembagaan digambarkan dan dijelaskan pada bagian-bagian bagan yang tercantum pada struktur kelembagaan. Struktur kelembagaan merupakan alternatif 192Tabel 3. Sanksi Administratif LPHD Muara DanauTable 3. Administrative sanctions for LPHD Muara DanauAturan Formal Sanksi AdministrasiFormal Rules Administrative SanctionsPenghentian Kegiatan Sementara di Lapangan Temporary Suspension of Field ActivitiesPencabutan HakRevocation of Right1. Tidak menyusun rencana kerja pengelolaan LPHD selama jangka waktu berlakunya HPHD1. Memindahtangankan atau mengagunkan serta mengubah status serta fungsi dari kawasan hutan2. Tidak melaksanakan penataan batas 2. Menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan desa3. Tidak melakukan perlindungan hutan3. Tidak mengelola hutan desa berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari4. Tidak melaksanakan penatahusaan hasil hutanSumber Source Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 193kelembagaan untuk para pemangku kepentingan dalam rangka menyusun berbagai hal dalam sebuah sistem. Struktur yang dimaksud menjelaskan aturan-aturan, norma, dan kebijakan yang berlaku baik di organisasi maupun main yang dibuat berfungsi sebagai kontrol pengurus dan anggota serta dapat dipantau oleh pengurus atau pihak tertentu yang memiliki wewenang untuk memberikan sanksi kepada pelanggar aturan. Berdasarkan SK. 622/Menhut-II/2014, LPHD Muara Danau memiliki hak kelola lahan seluas ± 260 Ha terbagi atas zona lindung seluas ± 89 Ha dan zona pemanfaatan dan jasa lingkungan ± 171 Ha. Pembagian zona mengacu pada PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pemanfaatan dan Zona Perlindungan Pada Hutan Lindung Pasal 12 Ayat lanjuti yang selanjutnya dikeluarkan SK. 386/Kpts/Dishut/2016 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa HPHD selama 35 tahun, memuat kewajiban, larangan, hak pencabutan lembaga, dan sanksi. Aturan tersebut wajib dipatuhi oleh setiap pengurus dan anggota tani LPHD Muara Danau. Sanksi administrasi akan diberikan pada pelanggar aturan yaitu berupa pemberhentian kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lapangan untuk sementara dan sanksi administratif berupa pencabutan hak Tabel 3. Pedoman yang digunakan dalam pembuatan aturan main dimuat ke dalam AD/ART. Aturan tentang perhutanan sosial dibuat mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor dan turunannya yang menjadi dasar dalam pembuatan AD/ART. Tujuan yang dimuat dalam AD/ART sudah sejalan sesuai peraturan terkait dengan mengedepankan kualitas kesejahteraan kelompok khususnya dan masyarakat Desa Muara Danau melalui usaha-usaha kehutanan yang berwawasan konservasi. Aturan main yang dimuat dalam AD/ART sudah sesuai dengan pedoman pembuatan aturan. Sanksi yang dibuat untuk para pelanggar aturan juga sudah sesuai dengan pedoman. Pemberian sanksi kepada para pelanggar aturan bertujuan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kegiatan Bakar et al., 2018.Aturan-aturan di atas, memerlukan struktur kepengurusan sebagai pelaksana dalam mensukseskan pengelolaan HD. Pembentukan susunan organisasi dan kepengurusan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim Nomor SK. 140/04/MD/2011 tentang Susunan Pengurus Lembaga Hutan kepengurusan didasari oleh pembentukan lembaga desa dalam hal ini LPHD yang dimuat ke dalam Peraturan Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim Nomor 140/04/MD/2011 tentang Pembentukan Lembaga Desa. Susunan kepengurusan LPHD Muara Danau terdiri dari susunan berupa ketua, sekretaris, bendahara, serta seksi-seksi Gambar 5. Kepengurusan yang terbentuk bertujuan untuk mengatur dan menjaga keutuhan organisasi agar tetap terorganisir dengan baik. Setelah tiga tahun, masa bakti kepengurusan LPHD Muara Danau terhenti dan akan dipilih kembali kepengurusan yang baru pada masa jabatan selanjutnya. Namun, masa bakti kepengurusan belum berjalan dengan efektif. Sejak terbentuknya LPHD, struktur kepengurusan hanya mengalami perubahan satu kali. Alasannya, karena belum ada yang mampu untuk mengatur dan menggantikan posisi kepengurusan dalam menjalankan beberapa kewajiban sebagai pengurus. Berdasarkan SK. 140/04/MD/2011, terdapat beberapa tugas pengurus LPHD Muara Danau 1 Melaksanakan penataan batas hak pengelolaan hutan; 2 Menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan desa selama jangka waktu berlakunya Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo 194hak pengelolaan hutan desa; 3 Melakukan perlindungan hutan; 4 Melaksanakan rehabilitasi areal kerja hutan desa; 5 Melaksanakan pengkayaan tanaman areal kerja hutan desa; dan 6 Melaporkan kemajuan kegiatan tahunan kepada Kepala LPHD sangat menentukan berlangsungnya Rencana Pengelolaan Hutan Desa RPHD. Secara partisipatif LPHD melakukan penilaian terhadap kapasitas lembaga tersebut. Selama jangka waktu izin baik jangka panjang maupun jangka pendek, LPHD menetapkan beberapa target dalam pengembangan kelembagaannya. LPHD berperan dalam rangka menentukan upaya-upaya yang akan dilakukan, seperti pengembangan struktur organisasi lembaga desa sesuai dengan rencana kerja hutan desa, menetapkan aturan internal lembaga desa, membuat rencana pendampingan minimal selama 3 tahun, pembentukan Badan Usaha Milik Desa atau koperasi, serta menjalin kerja sama atau bermitra dengan pihak-pihak lain, dan upaya lainnya. Pengembangan kelembagaan ini dimuat ke dalam RPHD. Situasi dan struktur diharapkan mampu memengaruhi perilaku Sumber Daya Manusia SDM yang selanjutnya berpengaruh kepada kinerja Perilaku Behavior Anggota dan Pengurus LPHD Muara DanauSuatu poses yang dimana dapat diamati, dicatat, serta digambarkan oleh orang lain ataupun yang melakukannya baik itu pada proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap merupakan arti dari sikap perilaku. Prasada et al., 2016 dan Surati, 2014. Perilaku merupakan aspek yang penting dimiliki petani HD. Menurut Mayanti et al. 2018, perilaku muncul didorong oleh serangkaian kebutuhan, biasanya petani memenuhi kebutuhan dengan mengelola lahan untuk dijadikan kebun mereka. Sejalan dengan penelitian Irnawati, 2015, masyarakat yang menganggap bahwa hutan sebagai ladang mata pencaharian memiliki perilaku perilaku petani dapat dilihat melalui pemetaan persil, aktivitas pemanfaatan SDA, kegiatan penanaman di HD, frekuensi pertemuan antar-anggota dan pengurus, kegiatan jual beli/penyewaan 194Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 5 . Bagan kepengurusan LPHD Muara DanauFigure 5. Muara Danau LPHD management chart 195195lahan, kegiatan illegal logging, dan kegiatan pembakaran persil merupakan bagian dari penguatan LPHD yang dilakukan secara partisipatif untuk menunjukkan batas-batas lahan antar-pengelola. LPHD Muara Danau memiliki peta persil pada tingkat keseluruhan dengan luasan ± 260 ha. Pada tingkat individu dan KUPS belum memiliki peta persil. Pembuatan peta persil dilaksanakan pada tahun 2013. Pembuatan peta persil diawali dengan melakukan sosialisasi peta persil kepada anggota LPHD yang kemudian dilakukan nalisasi pada peta persil tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemahaman terhadap batas-batas wilayah kelola sudah dipahami dengan benar oleh pengurus dan anggota tani. Batas yang digunakan petani LPHD Muara Danau sebagai pembatas antar-lahan pengelola, yaitu menggunakan tumbuhan. Tumbuhan yang digunakan antara lain, junjung merah, bambang lanang Michelia champaca,dan pinang Areca catechu. Petani LPHD Muara Danau memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Sutrisno 2014, menjelaskan bahwa sumber daya alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Jenis pemanfaatan sumber daya alam yang diakses oleh petani LPHD Muara Danau merupakan sumber daya milik negara yang berarti status kepemilikannya secara tegas dikuasi dan dikontrol oleh negara yang telah diberikan izin pemanfaatannya. Studi yang dikemukakan Hidayat 2011, menjelaskan bahwa sumber daya yang dimilik negara merupakan suatu sumber daya yang statusnya dikuasi dan aktivitasnya diatur dan dikontrol oleh negara. Jenis sumber daya tersebut diakses berupa pemanfaatan tanah dan sumber mata penanaman yang diterapkan di LPHD Muara Danau, yaitu agroforestri. Sesuatu sistem yang mengombinasikan antara tanaman pertanian, pepohonan, serta hewan-hewan ternak pada satu bidang lahan disebut agroforestri Olivi et al., 2015; Safe’i et al., 2019; Zainuddin dan Sribianti, 2018. Petani LPHD mengembangkan jenis tanaman kopi sebagai tanaman utama. Menurut Pratiwi et al. 2019, pada lahan dengan sistem agroforestri kopi, salah satu komoditas yang dapat dibudidayakan yaitu tanaman kopi. Jenis lain yang dikembangkan petani yaitu tanaman MPTs. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, petani yang menanam tanaman kayu jenis MPTS Sebanyak 2 orang 4% yang menanam 3 jenis tanaman, 39 orang 71% yang menanam 3-5 jenis tanaman, dan 14 orang 25% yang menanam >5 jenis tanaman Gambar 6.Petani LPHD Muara Danau mengelola lahan kawasan dengan rata-rata luasan 1-3 ha per KK. Lahan yang dikelola merupakan lahan milik negara yang diberikan izin pengelolaan selama 35 tahun melalui skema HD. Aturan yang diberlakukan kepada petani penggarap untuk tidak memperjual-belikan lahan yang dikelola. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, petani yang menggarap lahan HD sudah memahami dengan baik terkait status lahan HD. Aturan tersebut disosialisasikan kepada para petani untuk tidak memperjual-belikan lahan Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 6. Persentase jenis tanaman jenis MPTs yang ditanamFigure 6. Percentage of plant species MPTs type plantedPengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo kawasan. Implementasi aturan di lapangan, semua petani yang mengolah lahan HD mematuhi aturan untuk tidak memperjual-belikan lahan kawasan. Sanksi yang diberlakukan kepada para pelanggar aturan akan dikenakan sanksi pencabutan hak pengelolaan. Menurut Markum et al. 2017 menjelaskan akibat dari pemindahtanganan yaitu terkait dengan kapitalisasi lahan, yang berarti akan terakumulasi kepada beberapa orang saja hak penggarapan pengambilan kayu secara ilegal dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, dan psikologis Subarudi dan Putri, 2006. Faktor budaya memiliki pengaruh yang bersentuhan langsung dengan perilaku seseorang melalui aspek kultur kebudayaan. Faktor sosial berupa keluarga, peranan, serta status sosial akan memengaruhi terhadap perilaku melalui kelompok acuan. Faktor psikologis memengaruhi pilihan seseorang melalui motivasi, persepsi, pengetahuan, dan kepercayaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, kegiatan pengambilan kayu secara ilegal illegal logging tidak ditemukan sejak terbentuknya HD. Sarmanudin ketua LPHD menjelaskan, aktivitas perambahan hutan dilakukan sejak awal pembukaan kawasan, bertujuan untuk ladang pertanian/perkebunan, bahan baku rumah, dan perdagangan kayu hutan. Aktivitas perambahan hutan menjadi tanggung jawab LPHD dalam mengontrol aktivitas masyarakat sebagai pengelola guna melindungi kawasan hutan dan mencegah terjadinya berbagai tindakan atau ancaman ilegal oleh manusia. Sejalan dengan Ekawati 2013, menyatakan dalam rangka kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan hutan, masyarakat memiliki peranan yang kuat karena masyarakat merupakan unsur utama pada pengelolaan Kinerja Performance LPHD Muara DanauPeningkatan kinerja dan pencapaian tujuan LPHD Muara Danau didasari oleh implementasi pembangunan SDM yang baik Danish dan Usman, 2010. SDM yang baik dipengaruhi oleh sistem pengelolaan hutan yang terorganisir dengan baik. Aktivitas petani dalam mengelola HD dimuat ke dalam RPHD bertujuan untuk menciptakan pola komunikasi yang berkesinambungan. Kelola kelembagaan, kelola kawasan, dan kelola usaha merupakan aspek-aspek penilaian dalam kineja LPHD Muara Kelola KelembagaanLPHD Muara Danau dibentuk berdasarkan peraturan desa tahun 2011 yang kemudian disahkan oleh Menteri LHK dalam bentuk surat keputusan dan diberi HPHD melalui surat keputusan gubernur Sumatera Selatan. Struktur kepengurusan LPHD Muara Danau sesuai dengan lampiran dari Jumlah anggota tani yang terdaftar di LPHD sebanyak 120 orang. Berdasarkan hasil penelitian dengan jumlah responden sebanyak 55, menunjukkan bahwa sebanyak 36 orang 65% mengatakan keikutsertaan kaum wanita 75% anggota hadir dalam kegiatan dan 9% petani mengatakan 50%-75% anggota hadir dalam kegiatan Gambar 8. Kehadiran anggota ditentukan berdasarkan undangan 196Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 197yang diterima atau kebutuhan kelompok dalam mengikuti kegiatan. Jenis kegiatan kelompok di LPHD Muara Danau berupa penanaman dan patroli perlindungan dan pengamanan hutan.Frekuensi pertemuan/musyawarah rutin akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap petani. Berdasarkan hasil wawancara, frekuensi pertemuan kelompok LPHD Muara Danau terbilang tidak rutin, sesuai kebutuhan. Namun, jika terdapat kegiatan pertemuan/musyawarah partisipasi dan kehadiran anggota menunjukkan >75% anggota hadir. Hal ini menunjukkan, bahwa kurangnya kesadaran akan pentingnya pertemuan rutin yang memberikan dampak positif. Menurut Bowo et al. 2011, manfaat yang didapat dari kegiatan pertemuan rutin antara pengurus dan anggota, yaitu 1 tingkat realisasi kegiatan pertemuan rutin anggota kelompok relatif lebih baik, 2 tingkat intensitas kehadiran anggota kelompok dalam pertemuan rutin relatif lebih baik, 3 tingkat sinkronisasi antara kegiatan pertemuan rutin dengan rencana kerja kelompok relatif lebih baik, dan 4 tingkat kemufakatan dalam menyetujui rencana kerja kelompok relatif lebih dan anggota tani, secara partisipasi dan yang telah terencana, melakukan kegiatan pemantauan serta evaluasi pelaksanaan kegiatan kelompok tani. Kegiatan tersebut dimuat ke dalam AD/ART dan RPHD. Aturan yang termuat Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 7. Keikutsertaan Wanita dalam keanggotaan 7. Women's participation in LPHD membershipSumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 8. Persentase keterlibatan pengurus dan anggota tani dalam 8. Percentage of management involvement and farmer members in the activityPengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo di dalam AD/ART, secara aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis merupakan wujud dari kontrol setiap aktivitas petani dalam mengelola lahan HD. Sebanyak 46 orang 84% mengatakan aturan yang mengikat yaitu tertuang pada AD/ART secara tertulis dan pada aturan lainnya untuk aturan tidak tertulis Gambar 9. Sarmanudin ketua LPHD, mengatakan alasan petani 16% yang menjawab aturan yang mengikat berupa aturan tertulis yang tertuang dalam AD/ART saja, karena mereka lupa bahwa adanya aturan yang disepakati tidak tertulis bersama. Aturan tersebut berupa, larangan untuk tidak memindahtangankan lahan garapan kepada orang lain untuk memperoleh keuntungan dan mengelola lahan dengan tetap mengedepankan kelestarian Kelola KawasanKelola kawasan merupakan kegiatan yang berfokus pada pengelolaan lahan untuk dijadikan sebagai ladang mata pencaharian dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan melalui perlindungan dan pengamanan kawasan. Sistem pemanfaatan kawasan yang digunakan LPHD Muara Danau menggunakan pola penanaman agroforestri Tiurmasari et al., 2016. Sejalan dengan penelitian Salampessy et al. 2012 dan Salampessy et al. 2017 bahwa pola agroforestri yang dikenal masyarakat Maluku sebagai dusung mempraktekkan satu tanaman berupa pala diselingi di seluruh kebun. Sistem agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang mengombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu dalam suatu sistem pengelolaan lahan Puspasari et al., 2017; Wanderi et al., 2019; dan Yulian et al., 2016. Masyarakat sekitar kawasan menjadi fokus utama dalam pengembangan sistem agroforestri. Menurut Wulandari et al. 2014, menyatakan keterlibatan masyarakat sekitar hutan dapat mengoptimalkan lahan hutan dengan menerapkan agroforestri berbasis kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pola penanaman ini didasari oleh Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Desa, Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat pada Pasal 7 Ayat 3 poin d pemanfaatan kawasan hutan meliputi budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, penangkaran satwa liar atau budidaya hijauan makanan ternak, agroforestry, silvopasture, dan silvo hasil hutan yang diperoleh petani dari pemanfaatan kawasan berupa kopi sebagai komoditas utama di lahan HD. Pemerintah 198Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 9. Persentase jenis aturan kelompok yang mengikatFigure 9. Percentage of types of group binding rules mewajibkan menanam tanaman selain kopi, berupa tanaman MPTs dan tajuk tinggi. Jenis tanaman tersebut merupakan langkah pemerintah untuk mengatasi permasalahan kemiskinan petani dan kerusakan fungsi ekologis. HD Muara Danau yang dikelola LPHD memiliki beberapa jenis jasa lingkungan, keanekaragaman īƒ€ora dan fauna serta sumber sumber mata air. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 52 orang 95% melakukan 1 jenis konservasi Sumber Daya Alam SDA di lahan mereka dan 3 orang 5% tidak melakukan konservasi SDA karena lahan yang mereka garap tidak berdekatan dengan sumber aliran air Gambar 11. Jenis konservasi yang dilakukan LPHD Muara Danau, berupa penanaman bambu di kanan dan kiri sempadan sungai. Sesuai dengan penelitian Aminah et al., 2017 pala merupakan tanaman yang berfungsi untuk konservasi tanah dan air di Kota Agung. Pemanfaatan potensi jasa lingkungan sudah sesuai dengan SK Gubernur Sumatera Selatan Nomor tentang IUPHHK-HD kepada LPHD Muara Danau putusan ke-5 poin g tentang kewajiban untuk melakukan tata usaha pemanfaatan hasil pemanfaatan hasil hutan di kawasan hutan lindung memberikan dampak terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara, 48 orang 87% orang 199Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari KaskoyoSumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 10. Persentase jenis pelatihan yang diikuti pengurus/anggotaFigure 10. Percentage of type of training attended by managers / membersSumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 11. Persentase jenis aktivitas konservasi sumber daya hutan. Figure 11. Percentage of types of forest resource conservation activities 200mengatakan 2–4 dampak yang mereka rasakan terhadap lingkungan. Hal ini menunjukkan keseimbangan antara pemanfaatan hasil hutan yang berdampak positif terhadap lingkungan. 5 orang 9% mengatakan >4 dampak yang mereka rasakan terhadap lingkungan, dan 2 orang 4% yang mengatakan 1 dampak yang mereka rasakan terhadap lingkungan Gambar 12.c. Kelola Usaha Komoditi yang ditanam di lahan HD memiliki beragam hasil produksi dalam satu areal lahan yang dikelola. Produksi yang dihasilkan oleh petani, berupa kopi, durian, alpukat, jengkol, dan petai. Menurut Syoandi et al. 2016, pendapatan usahatani serta produksi sangat memengaruhi jumlah pohon yang berproduksi dan luas lahan. Pendapatan utama petani LPHD Muara Danau dari produksi penjualan kopi Febryano, 2008; Rajagukguk et al., 2018. Kopi merupakan komoditi utama yang ditanam petani memberikan nilai jual saat panen dengan harga kisaran Petani memasarkan hasil kopi ke tengkulak. Awal terbentuknya LPHD, pengurus dan anggota berencana untuk membentuk badan koperasi yang menangani bidang pemasaran hasil hutan. Berdasarkan hasil wawancara, modal awal kelompok berasal dari swadaya murni. Pembentukan badan koperasi merupakan usulan dari pengurus LPHD Muara Danau, bertujuan untuk memudahkan petani dalam memasarkan hasil hutan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemasaran hasil hutan petani saat ini masih memasarkan produknya secara individu. Sarmanudin ketua LPHD, mengatakan fungsi pembentukan koperasi untuk penguatan ekonomi petani dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini juga memengaruhi kelembagaan yang ada pada tingkat LPHD. Berdasarkan hasil wawancara, pembentukan koperasi mengalami penghentian dalam pelaksaannya. Hal ini dikarenakan masyarakat yang kurang percaya akan kinerja koperasi tersebut dalam menangani pemasaran hasil hutan mereka. Dampak yang dirasakan, berupa tidak adanya mitra yang bekerja sama dengan LPHD, hal ini menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang belum ada sampai saat hasil penelitian, LPHD Muara Danau dapat dikatakan melembaga dilihat berdasarkan pengelolaan kelembagaan yang sudah sesuai dengan AD/ART dan RPHD. Aturan-aturan yang telah dipahami seluruh anggota LPHD, terutama dalam pemanfaatan kawasan, sedangkan untuk pengelolaan usaha masih dikatakan kurang karena belum adanya lembaga Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 12. Persentase dampak terhadap lingkungan dari pengelolaan hutan desa. Figure 12. Percentage of impact on the environment from village forest management 201pemasaran untuk membantu anggota tani dalam memasarkan hasil hutan mereka. Perlu adanya evaluasi dalam meningkatkan kelola KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanTingkat karakteristik petani dapat dilihat pada variabel tingkat pendidikan, luas lahan dalam ha, dan umur. Anggota tani mayoritas berada pada tingkat umur 15-64 tahun 98% dimana pada usia ini dapat tergolong produktif dalam melakukan pekerjaan. Tingkat pendidikan sebanyak 27 orang 49% petani mengenyam pendidikan terakhir di bangku Sekolah Dasar SD. Sebanyak 21 orang 38% petani mengelola lahan seluas 2 ha dimana semakin luas garapan petani maka akan berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh oleh kelembagaan pada LPDH dipengaruhi oleh analisis situasi situation, struktur structure, dan tingkah laku behavior. LPHD Muara Danau memiliki situasi atau kondisi kelembagaan baik. Hal ini dapat dilihat bagaimana struktur organiasi LPHD berjalan serta sistem pengelolaan kelembagaan yang sudah sesuai dengan AD/ART dan RPHD Struktur organisasi LPHD Muara Danau dalam kelembagaan berjalan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Setiap anggota aktif berpartisipasi dalam kegiatan LPHD Muara Danau. Hal tersebut yang menjadikan kinerja LPHD memperoleh hasil baik pada aspek kelola kelembagaan dan kelola kawasan, namun perlu adanya peningkatan pembinaan pada aspek kelola usaha yang menunjukkan belum ada pengembangan usahatani dalam menangani bidang pemasaran hasil SaranPengelolaan pada kelembagaan LPHD Muara Danau sudah baik. Bagi para pihak pelaku lembaga LPHD perlu adanya peningkatan pembinaan terkait pengembangan kelompok usahatani melalui pendampingan yang intensif sebagai keberhasilan dari kelembagaan yang baik oleh perguruan tinggi, swasta, pemerintah, LSM, dan TERIMA KASIH ACKNOWLWDGEMENTUcapan terima kasih diberikan kepada seluruh pihak yang terlibat, khususnya kepada para petani LPHD Muara Danau yang terlibat dalam studi ini, Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit VIII Semendo, Kepala Desa Muara Danau yang telah memberikan dukungan, perhatian, fasilitas, serta bantuan dalam proses pengumpulan data selama PUSTAKAAminah, L. N., Safe’i, R., & Febryano, I. G. 2017. Analisis kelembagaan gabungan kelompok tani gapoktan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Kota Agung Utara Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Journal of Sylva Indosiana, 11, 29– F., Safe’i, R., Febryano, I. G., & Kaskoyo, H. 2021. Kinerja lembaga pengelola hutan Desa Muara Danau Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Journal of Community Based Environmental Engineering and Management, 51, 17–27. F., Darusman, D., Ichwandi, I., & Suharjito, D. 2019. Mainstreaming community-based forest management in west sumatra Social forestry arguments, support, and implementation. Forest and Society. A. A., Mizaj, & Maulana, R. 2018. Penerapan sanksi tindak pidana illegal logging di kawasan hutan lindung ditinjau dari uu no. 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan Studi kasus Kecamatan Bener Kelipah Kabupaten Bener Meriah. Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah, 31, 95–111. Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo 202Baynes, J., Herbohn, J., Smith, C., Fisher, R., & Bray, D. 2015. Key factors which inīƒ€uence the success of community forestry in developing countries. Global Environmental Change, 35, 226–238. C., Supriono, A., Hariyono, K., & Kosasih, S. 2011. Dinamika kelembagaan kelompok tani hutan rakyat lahan kering di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 53, 3– H. C. P., & Sonwa, D. J. 2015. Rural local institutions and climate change adaptation in forest communities in Cameroon. Ecology and Society, 202. R., Maulida, Y., & Taryono. 2010. Faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan pendapatan keluarga petani di Desa Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Bengkalis. Jurnal Ekonomi, 181, 79– R. Q., & Usman, A. 2010. Impact of reward and recognition on job satisfaction and motivation An empirical study from Pakistan. International Journal of Business and Management, 52, 159–167. I., Panjaitan, P. B., & Susdiyanti, T. 2014. Kajian kelembagaan terhadap keberhasilan kelompok tani hutan rakyat di Desa Durjela Kecamatan Pulau-Pulau Aru Kepulauan Aru, Maluku. Journal Nusa Sylva, 141, 43– S. 2013. Evaluasi implementasi kebijakan desentralisasi pengelolaan hutan produksi. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 103, 187–202. S., Wulandari, C., & Herwanti, S. 2016. Analisis kesediaan menerima wta sebagai proksi pembayaran jasa lingkungan air di Pekon Datar Lebuay Kecamatan Air Naningan Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari, 43, 59–70. I. G. 2008. Analisis nansial agroforestri kakao di Lahan Hutan Negara dan Lahan Milik. Perennial, 41, 41. F., & Surya, S. D. 2017. Efektivitas kelembagaan sosial masyarakat dalam pemberdayaan wanita dan keluarga di Kelurahan Ciracas. Journal of Applied Business and Economics, 43, 266– 2011. Pengelolaan sumber daya alam berbasis kelembagaan lokal. Jurnal Sejarah Citra Lekha, 151, 19– S., Suka, A. P., & Ekawati, S. 2012. Peranan kayu dan hasil bukan kayu dari hutan rakyat pada pemilikan lahan sempit Kasus Kabupaten Pati. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 93,113-125. 2015. Perilaku masyarakat dalam pelestarian fungsi hutan taman wisata alam bariat sebagai daerah resapan air. Jurnal Agroforestri, 103, 181– W., Indriyanto, & Riniarti, M. 2014. Pengaruh jumlah ruas cabang terhadap pertumbuhan setek bambu hitam gigantochloa atroviolacea. Jurnal Sylva Lestari, 21, 59–66. U. 2018. Pengaruh karakteristik terhadap pendapatan petani jagung di Kabupaten Sumba Timur Studi kasus di Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 22, 94–101. W. E. 2015. Pengaruh struktur organisasi dan ukuran perusahaan terhadap penerapan business entity concept. Jurnal Akuntansi, 71, 18–40. Latifah, S., & Setiawan, B. 2017. Identikasi pengaruh luas lahan, biaya pemeliharaan, dan jumlah keluar terhadap pendapatan petani Studi kasus di Desa Kepenuhan Raya. Jurnal Sangkareang Mataram, 34, 56– H. S. 2015. Identikasi Pengaruh Luas Lahan, Biaya Pemeliharaan, dan Jumlah Keluar Terhadap Pendapatan Petani Studi Kasus Desa Kepenuhan Raya. Jurnal Sungkai, 32, 34–42. Y. S., Anwar, S., & Prarikeslan, W. 2018. Sikap dan perilaku masyarakat terhadap hutan di kawasan TNKS Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci. Jurnal Buana, 21, 180–191. L., Febryano, I. G., Safe’i, R., & Banuwa, I. S. 2017. Performa pengelolaan agroforestri di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa. Jurnal Hutan Tropis, 52, 127–133. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 203Noor, M. 2014. Analisis kelembagaan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perkotaan pnpm-mp untuk penanggulangan kemiskinan. Jurnal Ilmiah Untag Semarang, 32, 113– A. L., Safe’I, R., & Febryano, I. G. 2017. Analisis kelembagaan gabungan kelompok tani GAPOKTAN di kesatuan pengelolaan hutan lindung kota agung utara kabupaten tanggamus provinsi lampung. Jurnal Sylva Indonesiana, I1, 29– R., Qurniati, R., & Firdasari. 2015. Kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Jurnal Sylva Lestari, 32, 1– I. D. N. I., Astiti, N. W. S., & Handayani, M. T. 2016. Perilaku masyarakat dalam pemeliharaan hutan lindung di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 51, 1–10. A. M., Kaskoyo, H., & Herwanti, S. 2019. Esiensi pemasaran agroforestri berbasis kopi berdasarkan keragaan pasar Studi kasus di Pekon Air Kubang, Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari, 73, 299–208. Sofhani, T. F., Gunawan, B., & Syamsudin, T. S. 2018. Community capacity building in social forestry development A review. Journal of Regional and City Planning, 292, 113–126. E., Wulandari, C., Darmawan, A., & Banuwa, I. S. 2017. Aspek Sosial Ekonomi pada Sistem Agroforestri di Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan HKm Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari. R., Duryat, & Kaskoyo, H. 2017. Penguatan kelembagaan pengelola hutan desa di sekitar Gunung Rajabasa Lampung. Jurnal Sakai Sambayan, 13, 80– C. P., Febryano, I. G., & Herwanti, S. 2018. Perubahan Komposisi Jenis Tanaman dan Pola Tanam pada Pengelolaan Agroforestri Damar. Jurnal Sylva Lestari, 63, 18– I. D. N., Wiswasta, I. G. N. A., & Budiasa, I. M. 2011. Pelestarian tanaman bambu sebagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah di daerah sekitar mata air pada lahan marginal di Bali Timur. Jurnal Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem, 11, 11– T. A. F., Susdiyanti, T., & Salampessy, M. L. 2015. Identikasi akses masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya alam Studi kasus di Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Jurnal Nusa Sylva, 152, 27– R., Christine Wulandari, & Hari Kaskoyo. 2019. Analisis kesehatan hutan dalam pengelolaan hutan rakyat pola tanam agroforestri di Wilayah Kabupaten Lampung Timur. Talenta Conference Series Agricultural and Natural Resources ANR, 21, 97–103. R., Febryano, I. G., & Aminah, L. N. 2018. Pengaruh keberadaan gapoktan terhadap pendapatan petani dan perubahan tutupan lahan di Hutan Kemasyarakatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, 202, 109– M. N., Akhbar, & Muis, H. 2019. Partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. Jurnal Warta Rimba, 72, 1– A. 2011. Analisis faktor sosial ekonomi terhadap pendapatan petani padi ciherang di Desa Sungai Durait Tengah Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara. Jurnal Ziraa’ah, 31, 219– M., Bone, I., & Febryano, I. G. 2012. Performansi dusung pala sebagai salah satu agroforestri tradisional di Maluku. Tengkawang, 22, 55– M., Febryano, I. G., & Zulani, D. 2017. Bound by debt Nutmeg trees and changing relations between farmers and agents in a moluccan agroforestry systems. Forest and Society, 12, 137–143. G., Fanani, Z., Wieke, & Hasanah, N. 2018. Village’s forest conservation concept with local wisdom at ensaid Panjang Village, Kelam Permai, West Kalimantan. Journal Of Humanities and Social Science, 233, 12–24. W., Indriyanto, & Duryat. 2017. Jenis tanaman, kerapatan, dan stratikasi tajuk pada hutan kemasyarakatan kelompok tani rukun makmur 1 di Register 30 Gunung Tanggamus, Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 52, 88–101. & Putri, I. A. S. L. P. 2006. Perambahan hutan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sebuah pendekatan sosiologis. Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safe’i, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Sri MayantiSyafri AnwarWidya PrarikeslanABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap hutan di kawasan TNKS Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah dinas kehutannan, tokoh masyarakat dan kepala desa yang berjumlah 13 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa 1 Sikap Masyarakat terhadap Perlindungan Hutan di Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci a Masyarakat di Kecamatan Gunung Tujuh sudah melakukan kegiatan reboisasi, b Masyarakat Kecamatn Gunung Tujuh setuju apabila seperti diadakannya penyuluhan pelestarian hutan dan masyarakat Kecamatan Gunung Tujuh melaksanakan anjuran tersebut, c Masyarakat di Kecamatan Gunung Tujuh menegur apabila melihat tetangga merusak ekosistem hutan, 2 Perilaku Masyarakat terhadap Hutan Lindung untuk Perambahan Hutan di Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci a Masyarakat di Kecamatan Gunung Tujuh telah melarang apabila ada dari anggota masyarakat yang melakukan pembukaan lahan baru, b Masyarakat Kecamatan Gunung Tujuh masih terdapat yang melakukan penebangan pohon dan masyarakat bermata pencarian sebagai petani pada Kecamatan Gunung Tujuh sudah melakukan kegiatan tebang pilih dalam pengambilan pohon pada kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, c Masyarakat Kecamatan Gunung Tujuh masih terdapat masyarakat yang membuang benda-benda yang dapat merusak kawasan pendapatan utama masyarakat Pekon Air Kubang, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus diperoleh dari hasil budi daya dan pemasaran kopi robusta Coffea robusta yang dikelola menggunakan sistem agroforestri. Agroforestri berbasis kopi juga memberikan dampak ekologi yang positif bagi masyarakat sekitar seperti terjaganya mata air yang dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangga. Penelitian pemasaran kopi perlu dilakukan untuk mengetahui saluran pemasaran yang efisien berdasarkan keragaan pasar tiap saluran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui saluran pemasaran dan menganalisis keragaan pasar kopi robusta. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2018 di Pekon Air Kubang, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden yaitu lembaga pemasaran yang terlibat dan petani kopi robusta. Keragaan pasar dianalisis melalui perhitungan marjin pemasaran, marjin keuntungan, share, ratio profit margin, dan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian mengidentifikasi tiga saluran pemasaran kopi, yaitu 1 petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer, 2 petani – koperasi – pengecer, dan 3 petani – koperasi. Analisis parameter efisiensi pemasaran EP menunjukkan bahwa ketiga saluran pemasaran efisien dengan nilai EP < 1. Namun secara umum pemasaran kopi pada ketiga saluran cenderung belum efisien. Hal ini ditunjukkan oleh marjin pemasaran dan marjin keuntungan yang cukup tinggi, ratio profit margin yang tidak menyebar secara merata, serta share yang diterima petani kunci agroforestri, efisiensi pemasaran, kopi robusta, marjin pemasaranHutan rakyat dengan pola tanam agroforestri memiliki pengaruh terhadap aspek ekologi, seperti udara bersih, erosi terkendali, serapan karbon, pengaturan tata air, penyangga ekosistem, penjaga stabilitas ekologi, dan perlindungan lingkungan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan hutan rakyat pola tanam agroforestri masa kini dan masa depan harus dapat memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka hutan rakyat pola tanam agroforestri harus sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai status saat ini kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri di wilayah Kabupaten Lampung Timur. Studi kasus analisis kesehatan hutan dilakukan pada klaster-plot Forest Health Monitoring FHM hutan rakyat pola tanam agroforestri di Wilayah Kabupaten Lampung Timur. Jumlah klaster-plot FHM yang dibuat sebanyak empat klaster-plot. Parameter indikator kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri adalah pertumbuhan pohon, kondisi kerusakan pohon, kondisi tajuk, dan kesuburan tanah. Tahapan dari penelitian ini terdiri dari pembuatan plot ukur hutan rakyat pola tanam agroforestri, pengukuran parameter indikator kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri, pengolahan dan analisis, dan penilaian kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai status kondisi kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri di wilayah Kabupaten Lampung Timur rata-rata dalam kategori bagus. Hal tersebut menunjukkan bahwa hutan rakyat dengan pola tanam agroforestri akan menghasilkan tingkat kesehatan hutan rakyat yang sehat. Dengan demikian, pembangunan hutan rakyat di wilayah Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung diarahkan dengan pola tanam agroforestri. Community forests with agroforestry planting systems have an influence on ecological aspects, such as clean air, controlled erosion, carbon uptake, water management arrangements, ecosystems buffer, guarding ecological stability, and environmental protection. Therefore, in the management of community forests the present and future agroforestry planting systems must be able to pay attention to environmental principles. To realize this, the community forest agroforestry planting patterns must be healthy. This study aims to obtain the status of current health of community forests agroforestry planting systems in the area of East Lampung Regency. A case study of forest health analysis were carried out in Forest Health Monitoring FHM plots of community forests agroforestry planting systems in the East Lampung Regency. The number of FHM plots was made in four clusters. Parameters of indicators of community forest health agroforestry planting systems are tree growth, tree damage conditions, canopy conditions, and soil fertility. The stages of this study consisted of making a community forest measuring plot agroforestry planting systems, measuring indicators of community forest health agroforestry planting systems, processing and analysis, and assessing the health of community forests agroforestry planting systems. The results showed that the value of the status of public forest health conditions of agroforestry planting systems in the area of East Lampung Regency on average in good categories. This shows that community forests with agroforestry planting systems will produce healthy community forest health levels. Thus, community forests development in East Lampung Regency of Lampung Province is directed to agroforestry planting Parlindungan RajagukgukIndra Gumay FebryanoSusni HerwantiThe changes in the composition of plant species and cropping patterns have occurred in the management of Damar agroforest in Desa Kesugihan, Lampung Selatan. There are some reasons that farmers consider to make decisions in choosing plant species and cropping patterns. This study aimed to identify the reasons of farmers in the decision making of plant species selection and cropping pattern on agroforestry management of damar. Primary data collection was conducted by using an in-depth interview method on seven key informants and participant observation. The collected data is qualitative data and analyzed descriptively based on the real-life choice theory by Gladwin. The results showed that there was a change of plant species composition and cropping pattern on resin agroforestry to become cocoa agroforestry. This is affected by income, production continuity, gestation period, ease of maintenance and harvest, local knowledge and tolerance of the main plant to be planted with another crop. The dominant crop pattern was a combination of cocoa as the main plant with cengkeh, petai, tangkil, and durian. Another crop pattern was a combination between resin as the main plant species with cengkeh, durian, coconut, and petai. Comprehension and contribution from related stakeholders in the development of community forestry are fully needed to support sustainable agroforestry management. Keywords agroforestry of Damar, decision making, plant composition, plant species selection, cropping patternPayment for Environmental Services PES incentive need be applied to ensure the promotion of soil and water conservation. It’s pro conservation attitude should be soon adopted by sharecroppers in various protected areas. Likewise the sharecroppers in Protected Forest Management Unit KPHL Batutegi which their area has been degraded. Based on the paper plan of Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD KPHL Batutegi 2014, there were critical area of hectares and very critical of ha The value of the willingness to accept WTA for the water PES for upstream community as a provider of environmental services was necessary to be studied towards to increase willingness of people to apply soil and water conservation. The purposes of this study were to determine the water PES WTA value of Datar Lebuay Villages and establishment of influenced factors. The methods used in this research were WTA survey include gathering data as follows education, income, age, acreage land tillage, number of trees and stay duration. The data was analyzed by double linear regression to examine the effect of these variables the WTA value. Based on the analysis, it could be concluded a. The estimated water PES WTA value Datar Lebuay Villages was about averagely and the total water PES WTA value was Rp 14,033,050/year when the 3,682 trees belong to the communities, b. Factors that significantly affected the WTA value were age, stay duration and level of education. According to research results, it’s suggested to scalling up this research to another village included add socio-economic factors such as gender, ethnicity and the other social variables. Keywords Datar Lebuay Villages, payment for environmental services, Way Sekampung Sub-Watershed, WTACommunity Forest HKm is one of the schemes of Social Forestry, in which the management of its working area implements the agroforestry system. This study aims to determine the structure of income and farmer welfare, agroforestry contribution to farmer income and the factors that influence the income of farmers who do agroforestry in HKm working area. The study was conducted at the Group of HKm Bina Wana, Rigis Jaya II and Mitra Wana Lestari Sejahtera, West Lampung District. The results show that agroforestry activities contribute to farmer income of 66% and the rest from other sectors. Based on income from agroforestry activities it is known that 93% of farmers are in the prosperous category. Factors that significantly affect farmers' income are the area of cultivated land, the number of plant species that have been produced and the training followed by the farmers. In accordance with the provisions of the farmers' land area within the HKm area is no longer possible to be expanded, therefore farmers should enrich with more types of multi-use plants and follow training to increase knowledge so that land management is more optimal to increase revenue. Keywords agroforestry, income, the contribution of income, income factors, welfare levelCommunity-based forest management program provides the access for communities to participate in managing state forests. One of them is conducted through agroforestry planting pattern in village forest. The purpose of this research is to know the performance of agroforestry management on land managed by Sumur Kumbang village community in Protected Forest Management Area of Rajabasa. The data collection was got through by interview and observation; the data obtained were analyzed descriptively. The results show the performance of agroforestry management in protected forest management area of Rajabasa in moderate performance productivity 84, sustainability 167, fairness benefit 88, and efficiency 168. Such performance is influenced by forest management system, ie controlled lands and individually controlled forest products; agroforestry business orientation is commercial; and forest structure is a complex agroforestry. Therefore, the Protected Forest Management Unit of Rajabasa and related stakeholders should develop community capacity and strengthen local institutions continuously so that their forests can be managed in a fair, beneficial, and sustainable agroforestry; village forest; protected forest management unit; performance..Program pengelolaan hutan berbasis masyarakat memberikanakses bagi masyarakat untuk berpartisipasi mengelola hutan negara;salah satunya dilakukan melalui pola tanam agroforestri di hutan desa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui performa pengelolaan agroforestri pada lahan-lahan yang dikelola oleh masyarakat Desa Sumur Kumbang di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung KPHL Rajabasa. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan obsevasi, data yang diperoleh dianalisis secara penelitian menunjukkan performa pengelolaan agroforestri di wilayah KPHL Rajabasa dalam performa sedangproduktivitas 84;keberlanjutan 167; keadilan manfaat 88; dan efisiensi 168. Performa tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem pengelolaan hutannya, yaitu penguasaan lahan dan hasil hutan yang dikuasai secara individu, orientasi usaha agroforestri bersifat komersial, dan struktur hutan merupakan agroforestri kompleks. Oleh karena itu, KPHL Rajabasa serta stakeholder terkait harus mengembangkan kapasitas masyarakat dan menguatkan kelembagaan lokal secara terus menerus, sehingga hutannya dapat dikelola secara adil, bermanfaat, dan kunci agroforestri; Hutan Desa; KPHL; performa. Rahmat Safe'iIndra Gumay FebryanoLina Nur AminahHutan Kemasyarakatan HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Dengan adanya program HKm masyarakat dan pemerintah dapat bersama-sama menjaga kelestarian hutan. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan HKm merasakan dampak yang besar. Dengan adanya program HKm masyarakat memiliki akses untuk dapat memanfaatkan hasil hutan non kayu yang dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh keberadaan gapoktan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat pengelola lahan HKm serta melihat perbedaan tutupan lahan diareal kerja gapoktan sebelum dan sesudah terbentuknya gapoktan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pendapatan anggota di kedua gapoktan cenderung mengalami peningkatan. Pendapatan anggota Gapoktan Beringin Jaya mengalami peningkatan dari rata-rata Rp. menjadi rata-rata Rp. Pendapatan anggota di Gapoktan Sinar Mulya juga meningkat dari rata-rata Rp. menjadi Rp. Perubahan tutupan lahan di areal kerja kedua gapoktan mengalami perubahan yaitu semakin meluasnya areal pertanian dan lahan terbuka pada areal kerja forestry has shifted the forestry development paradigm from conventional forest management to community-based forest management. The history of community-based forest management in Java began with the Dutch colonial policy on forest production in 1873 and today it has grown widely, both within and outside forest areas. However, social forestry has not been able to overcome population pressure problems in the form of deforestation and forest degradation. Therefore, it is crucial to recognize and elevate the role of local communities in forest management. Success of social forestry can be achieved by developing cooperation through capacity building of local communities with community-based forest management. To develop community capacity, it is necessary to understand the basic concept of community capacity building in the social forestry system. A review of community capacity in social forestry is useful for developing a conceptual framework of local community capacity in the development of the social forestry system. Community capacity in the social forestry system is developed to realize forest sustainability and community welfare around the forest.

Pendampinganpenyusunan pengelolaan hutan desa di wilayah ekosistem gambut, menjadi langkah awal mengintegrasikan kepentingan sosial dan lingkungan. Pada tahun 2019 HPHD Desa Telaga mendapatkan izin hak pengelolaan kawasan melalui SK perhutanan sosial yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang disusul dengan HPHD

Oleh Achmad Syalaby Ichsan, Jurnalis Republika. Tanggal merah di kalender pada awal Juni ini menjadi momentum pembuktian kami untuk healing sejenak ke Desa Cibunian, Bogor, Jawa Barat. Rencana plesiran kami dari Warung Buncit 37 sudah diagendakan sejak awal Syawal. Setelah ditunda beberapa kali, kami pun beranjak untuk menjenguk dan menikmati apa yang disebut sebagai hutan wakaf. Traveling malam selepas Isya berjalan lancar. Kami sampai di Hutan Wakaf 3 sekitar pukuL WIB. Dua bocah kecil, Muaz dan Fatih, terlelap setelah kecapekan menempuh perjalanan berkisar tiga jam. Lelah kami terbayar selepas menjalankan ibadah shalat Subuh. Matahari terbit dari timur Gunung Salak mewarnai langit menjadi keemasan. Indahnya sun rise membuat kami berdoa agar waktu bisa berhenti sejenak. Kami ingin menikmati sang surya lebih lama. Perjalanan kami pun berlanjut ke Hutan Wakaf 1. Kami menumpang mobil bak kuning untuk sampai ke lokasi. Jembatan yang sedang diperbaiki membuat kami harus menggunakan jasa mobil pick up sewaan. Jalan berbatu yang kami tempuh terbilang menantang. Manuver sopir membuat kami harus enjot-enjotan di belakang. Tentu perjalanan ini tak lepas dari pemandangan ajaib khas pedesaan yakni sawah, sungai dan pegunungan. Di tengah perjalanan, kami menyaksikan beberapa titik cokelat di hulu. Titik-titik tersebut menjadi penanda longsoran tanah di desa yang berstatus zona merah. Bencana tersebut baru terjadi tahun lalu. Pada 22 Juni 2022, longsor besar menimpa Desa Cibunian dan sekitarnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB mencatat, tiga korban tewas sedangkan satu lainnya hilang. Salah satu korban merupakan istri dari anggota hutan wakaf yang kebetulan sedang berada di rumah saat bencana terjadi. Ada sebanyak 395 warga harus mengungsi. Tanah longsor disertai banjir itu juga menyebabkan ratusan rumah rusak. Infrastruktur desa seperti jembatan putus sedangkan jalan tertutup. Kecamatan Pamijahan, wilayah administratif dimana Desa Cibunian berlokasi memang termasuk dalam zona merah. Jurnal Geografi Gea Vol 19 Tahun 2019 pernah mencatat kecamatan dengan 15 desa itu memiliki area rawan longsor hingga hektare 76,20 persen. Dari tiga kategori kerawanan, sebagian Desa Cibunian berstatus sangat rawan longsor. Jenis tanah, penggunaan lahan yang didominasi perkebunan, sawah dan permukiman, hingga kondisi lereng yang curam merupakan beberapa faktor rawannya wilayah itu terhadap bencana. Tingginya curah hujan yang rata-rata mencapai 363,166 mm per tahun menjadi faktor tambahan. Tidak heran, jurnal tersebut merekomendasikan adanya penanaman vegetasi keras pohon dengan akar kuat yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah di Pamijahan. Inisiasi hutan wakaf di Cibunian pun bak asam dan garam yang berjumpa di belanga. Muhammad Khalifah Ali, seorang dosen Institut Pertanian Bogor IPB menggagas konsep hutan wakaf sebagai solusi bencana hidrometeorologi yang terus terjadi di Indonesia. Secara sederhana, Khalifah menjelaskan jika hutan wakaf adalah hutan yang dibangun di atas tanah wakaf. Hutan yang sebelumnya dimiliki individu atau lembaga dibeli dengan dana wakaf untuk kemudian diwakafkan. Kepemilikannya berpindah dari milik pribadi wakif menjadi kepunyaan Allah SWT. Aset ini lantas dikelola demi kepentingan mauquf alaih, penerima manfaat atas pengelolaan wakaf. Dalam konteks hutan wakaf, penerima manfaat ini didefinisikan sebagai kepentingan umum. Dalam Buku Pintar Wakaf yang diterbitkan Badan Wakaf Indonesia BWI, wakaf berasal dari kata waqafayaqifu-waqfan, yang berarti berhenti atau menahan. Menurut istilah fikih, wakaf adalah menahan pokok harta benda wakaf dan menyalurkan manfaat atau hasilnya. Di Indonesia, wakaf sudah diatur dalam UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Konsep wakaf diajarkan langsung Rasulullah SAW manakala nabi menjawab pertanyaan Umar bin Khattab mengenai kebunnya di Khaibar, sebuah oase yang terletak sekitar 150 km sebelah utara Madinah. Dia bertanya kepada Rasulullah. ā€œWahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya daripadanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya?ā€ Rasulullah bersabda, ā€œKalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaatnya.ā€ Umar pun turut. Hasil kelola kebunnya digunakan untuk menyedekahkan fakir miskin, keluarga, memerdekakan budak, untuk orang yang berjihad di jalan Allah, musafir dan para tamu. Manfaatnya boleh digunakan dengan jalan yang sesuai akan tetapi asetnya tidak boleh berpindah tangan. Setelah diwakafkan, kepemilikan aset tersebut dikembalikan kepada Allah untuk dimanfaatkan bagi umat. Berdasarkan riwayat, banyak sahabat yang mengikuti jejak Umar untuk mewakafkan asetnya setelah Umar berikrar. Masih pada era yang sama, Utsman bin Affan juga mewakafkan sumurnya yang dibeli dari orang Yahudi. Hasil dari sumur tersebut kemudian dikembangkan menjadi kebun kurma. Pengembangan kebun kurma itu bahkan saat ini bisa dilihat dalam wujud hotel Waqf Othman bin Affan di konsep wakaf, Khalifah menggalang dana untuk memperbanyak lahan wakaf yang dijadikan hutan. Dia mengajak partisipasi warga dan stakeholder lainnya seperti pemerintah dan lembaga filantropi untuk mengembangkan hutan wakaf. Hingga kini, ada tiga zona dan lima bidang lahan yang sudah berhasil dibebaskan dan dikelola menjadi hutan. Jika ditotal, luas lima hutan wakaf di Desa Cibunian mencapai sekitar 1 hektare. Di hutan-hutan mini tersebut, Khalifah bersinergi dengan Baznas dan Kementerian Agama Kemenag untuk membuat ekowisata. Wakaf menjadi bagian dari ijtihad anak bangsa untuk melestarikan hutan. Terlebih, data dari Global Forest Watch menunjukkan jika Indonesia telah kehilangan 9,95 juta hektare hutan primer basah dalam kurun waktu 2002 hingga 2021. Dengan berwakaf, kita pun bisa ikut ambil bagian membebaskan lahan untuk dijadikan hutan yang kemudian dikelola sebagai tujuan ekowisata. Agaknya, Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap 5 Juni ini menjadi pengingat betapa pentingnya membangun hutan yang lebih abadi. Agar bisa dinikmati generasi selanjutnya seperti Muaz dan Fatih. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
HutanDesa Penulisan Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) adminypi March 3, 2021 Kegiatan yang melibatkan LPHD, Perwakilan pemerintahan desa, tokoh masyarakt, dan tokoh pemuda telah terlaksana pada masing-masing Desa Telaga, Desa Mendawai, dan Desa Tampelas pada bulan Januari 2021.
Semuaagar pengelolaan hutan desa dapat dilakukan secara terorganisir sesuai dengan tujuan pengelolaan hutan lestari dan masyarakat sejahtera "Tujuan sebenarnya dari penyusunan RKT ini meningkatkan kapasitas pengurus LPHD dalam merencanakan program. Kemudian, untuk menyusun rencana strategis pengelolaan hutan desa jangka pendek (RKT) tahun 2021.
Rencanapengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) disusun secara partisipatif oleh Lembaga Desa dan dapat meminta fasilitasi kepada pemerintah, pemerintah daerah atau pihak lain. Dalam hal KPH telah terbentuk dan operasional, maka penyusunan RPHD sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) bersama-sama dengan KPH.
ov2y.
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/282
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/843
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/566
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/277
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/611
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/610
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/861
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/665
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/467
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/158
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/57
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/296
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/333
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/565
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/350
  • rencana pengelolaan hutan desa