RENCANAPENGELOLAAN HUTAN DESA MUKTI ALI AZIS Disampaikan pada kegiatan : Pembekalan Petugas Lapangan Hutan Desa, 20 Oktober 2015 RPHD adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan desa secara berkelanjutan. Fungsi
Hutan Desa adminypi March 3, 2021 Kegiatan yang melibatkan LPHD, Perwakilan pemerintahan desa, tokoh masyarakt, dan tokoh pemuda telah terlaksana pada masing-masing Desa Telaga, Desa Mendawai, dan Desa Tampelas pada bulan Januari 2021. Hasil yang didapatkan pada kegiatan ini adalah draft dokumen RKT Rencana Kerja Tahunan dan RKU Rencana Kerja Umum pengelolaan hutan desa. Bagikan
Sejalandengan landasan hukum diatas maka pemerintah desa sukasari melaksanakan kewenangannya dengan melakukan pemanfaatan wilayah perhutani. 34 tahun 2002 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, . Biasanya hutan wisata menjadi tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.
Rencana Pengelolaan Hutan diartikan sebagai rencana dalam mengelola hutan atau suatu rencana KPH yang di dalamnya termuat berbagai aspek pengelolaan hutan dengan batas waktu yang telah lanjut dikatakan bahwa penyusunan RPH memiliki beberapa landasan yang meliputi aspirasi masyarakat yang berada di sekitar hutan nilai budaya dan kondisi lingkungan, hasil penataan, dan rencana pengelolaan hutan hampir sama dengan unsur-unsur manajemen dan unsur tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta Pengelolaan Hutan dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu RPHJP, RPHJM, dan RPHJPd. RPHJP memiliki batas waktu pengelolaan 10 sampai 20 tahun, RPHJM dengan batas waktu pengelolaan 3 sampai 5 tahun, dan RPHJPd dengan batas waktu 1 juga Pengelolaan HutanUntuk KPH baik KPHP atau KPHL diwajibkan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang yang kemudian diturunkan dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek. Kedua jenis dokumen ini merupakan kitab sucinya KPH. A Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang RPHJPRPHJP merupakan suatu istilah yang digunakan dalam melakukan perencanaan untuk kegiatan pengelolaan seluruh wilayah hutan yang dikelola oleh suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH dalam jangka waktu 10 sampai 20 umum, kegiatan penyusunan RPHJP dilakukan berdasarkan hasil tata hutan dengan acuan rencana kehutanan berskala nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota serta melibatkan pertimbangan dari masyarakat setempat melalui aspirasi, nilai budaya, dan keadaan penyusunan RPHJP terdiri dari 8 bab dimana di dalamnya disusun oleh subbab-subbab. Pada bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, batasan pengertian, serta landasan pada bab II Deskripsi Wilayah memuat risalah wilayah, potensi wilayah, sumber daya sosial ekonomi dan budaya, pemanfaatan dan penggunaan kawasan, aspek sosial budaya, perspektif tata ruang wilayah KPHP dan pembangunan daerah, serta isu strategis, kendala, dan masalah yang ke III Visi dan Misi Pengelolaan Hutan mencangkup dua bagian yakni visi dan juga misi. Setelah itu, bab IV Analisis dan Proyeksi yang terdiri dari analisis situasi, identifikasi faktor berpengaruh pada tujuan, dan juga proyeksi rencana ke V Rencana Kegiatan disusun dengan pendekatan rencana KPHP, proses rencana pengelolaan KPH, rencana kegiatan pengelolaan KPHP, serta isu pokok pengelolaan KPHP. Bab ke VI selanjutnya memuat Kegiatan Pembinaan, Pengawasan, dan itu, disusul dengan bab VII yang memuat pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang diakhiri dengan bab VIII sebagai penutup yang meliputi bagian kesimpulan dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Menengah RPHJMRPHJP merupakan suatu istilah yang digunakan dalam melakukan perencanaan untuk kegiatan pengelolaan seluruh wilayah hutan yang dikelola oleh suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH dalam jangka waktu 3 sampai 5 yang digunakan pada RPHJM kurang lebih seperti sistematika yang terdapat pada RPHJP. Perbedaan antar keduanya lebih ditekankan pada waktu pengelolaan yang pada RPHJM maksimal nya selama 5 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek RPHJPdRPHJPd merupakan turunan dari apa yang telah dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Jangka Panjang. RPHJPd merupakan rencana strategi dan program kerja serta aspek pembiayaan yang akan dilaksanakan secara terukur dan transparan dalam rangka mengelola suatu kawasan hutan dan masyarakatnya untuk jangka waktu tertentu 1 tahun.Kunjungi juga Kegiatan Perencanaan Kehutanan Berdasarkan PP 44 tahun 2004Sistematika penyusunan RPHJPd ini terdiri dari enam Bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari 4 sub bab yaitu latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup serta batasan kedua berkaitan dengan deskripsi kawasan yang terdiri dari empat sub bab yaitu letak dan luas wilayah, batas wilayah, kondisi sosial ekonomi dan budaya, serta potensi dan misi kemudian dicantumkan di dalam Bab 3 yang terdiri dari sub bab isu strategis, permasalahan serta visi dan misi. Sementara pada Bab keempat mencantumkan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga bab ini terdiri dari sub bab perencanaan hutan, pemanfaatan hutan, reboisasi dan rehabilitasi, perlindungan dan pengamanan hutan, pemberdayaan masyarakat serta koordinasi. Pada Bab ini paling tidak harus mencantumkan enam atau tujuh program yang kelima adalah Bab pemantauan yang terdiri dari sub bab pembinaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Sistematika ini kemudian akan ditutup dengan Bab 2020. Bahan Kuliah Umum Rencana Pengelolaan Hutan Tingkat Tapak. UPT-KPHP Katingan Hulu Unit XVII. Kalimantan Tengah. Tidak dipublikasikanPenulis Zega Hutan & Helmi Rouli L.
| ŠÕ§į ÕøÖŃŠ²ŠµŠæÕØŠ·Õ„ įØįøįį | Š©į Š°Š² į“ | Õ ŃŠ²Ńαį£ĪæĪ²Š¾ ŃŃ | ÕŠµŃе ŃŃŃŠøŃ о |
|---|
| ĪŃį·Š½Šøįįγįξ Šø ÖŠµŃоŃ
акŃŃŠø | Тва ջθį | ΩгÕĻ ŃŠøĪ³Õ«įį | į ĻÕŃŠ²Õ§ĪŗŠµ |
| Ō»Š·įŠ¶Š¾įŠµĪŗ ÕØÕ°į©Õ» Õ“įĻÕøĻοл | ĪÕØŃį½Õ¢ÕøĻĪ±Ń ŃŠ°į³Š°Š±Š°ŃĻŠ±į§ | ĪŃŃŠ² Õ¤Õ« εмŃį¤Ļ
įĪø | Ō¾Ļ
įŠµÕÆįįĪøŃ ŠøÕŖŃįŠøÕÆÕøŠ“Šø м |
| į«Õ£Š°Õ¶ ÕØŠ»ŃĻŠµŠ± | ЯκՔГе Ń
извокŃŃÕ„ | ŠŃĻ ŃÖĪæÕ¼ ĻոγՄ | į ιλижĻծιįĪæ ιŃį±Ńį իᤠ|
PeraturanDirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.16/PSKL/SET/PSL.O/12/2016 tanggal 9 Desember 2016, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Desa, Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat. 1.2.
0% found this document useful 0 votes508 views8 pagesDescriptionMembahas tentang rencana pengelolaan desa, definisi, fungsi, macam-macamnya dan aturan terkait. Selain itu juga membahas tentang integrasi dalam perencanaan pembangunan desa, serta metode Ā© All Rights ReservedAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes508 views8 pagesRencana Pengelolaan Hutan DesaDescriptionMembahas tentang rencana pengelolaan desa, definisi, fungsi, macam-macamnya dan aturan terkait. Selain itu juga membahas tentang integrasi dalam perencanaan pembangunan desa, serta metode peā¦Full descriptionJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Tujuanpemberdayaan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.39/Menhut-II/2013, tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan, adalah terwujudnya masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat secara langsung, melalui penguatan kapasitas dan pemberian akses, ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan
Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD is a forum on forest management activities that aim to improve community welfare. At present, the condition of the farming business is not effective, so it requires some rules as a measure of success. This study aims to analyze the institution of the Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD in the implementation of Village Forest Management. The research was conducted in Muara Danau Village, Semende Darat Laut Subdistrict, Muara Enim Regency, South Sumatra Province, from March to April 2020. Data were analyzed by using the SSBP approach. The results of the study showed the situation of farmers utilizing forest resources in the form of water sources and non-timber forest products. Smallholders manage the forest based on institutional structure stated in the AD/ART, and administrative sanctions. In terms of planting patterns in the arable land, the structure controls farmer behavior by using an agroforestry system. This makes Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD obtain a good performance in the aspect of institutional management which is measured by the involvement of members and institutional administrators in group activities/training 91% and the types of binding group rules in the form of written rules AD/ART as well as unwritten rules 84% in managing areas measured based on the type of forest resource conservation activity 95%. However, managing businesses have not obtained optimal results, as measured by the absence of institutions that handle the marketing of forest products for groups cooperatives. Based on the results of the research, the institution of Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD is categorized as good. Figures - uploaded by Hari KaskoyoAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Hari KaskoyoContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 185Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204p-ISSN 1979-6013 e-ISSN 2502-4221Terakreditasi RISTEKDIKTI Nomor 200/M/KPT/2020PENGELOLAAN HUTAN DESA DI KPH WILAYAH VIII SEMENDO DARI PERSPEKTIF KINERJA KELEMBAGAANVillage Forest Management in Semendo FMU Region VIII from Institutional Performance PerspectiveFito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, & Hari KaskoyoJurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jln. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng, Bandar Lampung Email 20 Agustus 2020, direvisi 14 Desember 2021, disetujui 15 Desember 2021ABSTRACTMuara Danau Village Forest Management Institution LPHD is a forum on forest management activities that aim to improve community welfare. At present, the condition of the farming business is not effective, so it requires some rules as a measure of success. This study aims to analyze the institution of the Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD in the implementation of Village Forest Management. The research was conducted in Muara Danau Village, Semende Darat Laut Subdistrict, Muara Enim Regency, South Sumatra Province, from March to April 2020. Data were analyzed by using the SSBP approach. The results of the study showed the situation of farmers utilizing forest resources in the form of water sources and non-timber forest products. Smallholders manage the forest based on institutional structure stated in the AD/ART, and administrative sanctions. In terms of planting patterns in the arable land, the structure controls farmer behavior by using an agroforestry system. This makes Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD obtain a good performance in the aspect of institutional management which is measured by the involvement of members and institutional administrators in group activities/training 91% and the types of binding group rules in the form of written rules AD/ART as well as unwritten rules 84% in managing areas measured based on the type of forest resource conservation activity 95%. However, managing businesses have not obtained optimal results, as measured by the absence of institutions that handle the marketing of forest products for groups cooperatives. Based on the results of the research, the institution of Muara Danau Village Forest Management Institution LPHD is categorized as good. Keywords Institutional, performance, village forest, and Lembaga Pengelola Hutan Desa LPHD Muara Danau merupakan wadah dalam kegiatan pengelolaan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat ini kondisi usaha taninya terbilang belum efektif, sehingga perlu adanya pengaturan sebagai alat ukur keberhasilan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan LPHD Muara Danau dalam pelaksanaan pengelolaan Hutan Desa. Penelitian dilaksanakan di Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Maret sampai dengan April 2020. Data yang dianalisis menggunakan pendekatan situation, structure, behavior, dan performance SSBP. Hasil dari penelitian menunjukkan terkait situasi petani memanfaatkan sumber daya hutan berupa sumber air dan hasil hutan non kayu. Petani mengelola hutan berdasarkan struktur kelembagaan yang tercantum dalam AD/ART dan sanksi administratif. Struktur mengontrol perilaku petani, yaitu pola penanaman lahan garapan menggunakan sistem agroforestri. Hal tersebut menjadikan LPHD Muara Danau memperoleh kinerja yang baik pada aspek kelola kelembagaan yang diukur berdasarkan keterlibatan anggota dan pengurus lembaga dalam kegiatan kelompok/pelatihan 91% dan jenis aturan-aturan kelompok yang mengikat berupa aturan tertulis AD/ART serta aturan secara tidak tertulis 84% dalam pengelolaan kawasan diukur berdasarkan jenis aktivitas konservasi sumber daya hutan 95%. Namun, pada kelola usaha belum memperoleh hasil optimal, diukur berdasarkan lembaga yang menangani pemasaran hasil hutan untuk kelompok koperasi belum ada. Berdasarkan hasil penelitian, kelembagaan LPHD Muara Danau dikategorikan baik. Kata kunci Kelembagaan, kinerja, hutan desa, dan organisasi.Ā©2021 JPSEK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi I. PENDAHULUANSuatu sistem sosial berupa perilaku yang dilihat dengan norma, etika, prosedur, nilai, serta aturan yang memiliki area aktivitas tempat belangsungnya kegiatan merupakan pengertian dari kelembagaan. Hapsari & Surya, 2017. Kelembagaan bertujuan sebagai wadah ataupun tempat yang mencakup aturan, etika, dan kode etik dalam kelompok yang berfungsi untuk mengakomodir suatu kegiatan Noor, 2014. Kelembagaan dalam prosesnya disesuaikan berdasarkan tujuan yang akan disampaikan sesuai bidang yang dituju, salah satunya kelembagaan dalam pengelolaan yang mampu untuk mewadahi pengelolaan hutan merupakan kelembagaan hutan yang diinginkan Djelau et al., 2014. Kegiatan pengelolaan hutan tidak terlepas dari masyarakat disekitarnya Baynes et al., 2015; Brown & Sonwa, 2015; Pujo et al., 2018. Adanya koordinasi dari pihak pengelola hutan, kelembagaan pada hutan tersebut dapat dikatakan berjalan dengan baik Safeāi et al., 2018. Hutan Desa merupakan program skema perhutanan sosial yang tertera berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor tentang Perhutanan Sosial. Penyelenggaraan Hutan Desa HD dengan melibatkan peran serta masyarakat dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan desa Asmin et al., 2019; Mulyana et al., 2017; Sedia et al., 2018; Suwarti, Soeaidy, 2015. Kegiatan pemanfaatan HD memiliki lembaga yang mengatur tentang pengelolaan HD, yaitu Lembaga Pengelola Hutan Desa LPHD yang merupakan sebuah wadah bagi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan dan bertanggung jawab menjaga kelestarian kawasan hutan yang dikelolanya Qurniati et al., 2017. Peran serta fungsi dari kelembagaan perlu ditingkatkan untuk mengetahui apakah pengelolaan pada HD akan lebih lengkap. Hal ini mengingat sebagaimana masyarakat serta pemangku memiliki kepentingan yang sama secara langsung serta hubungan ketergantungan yang kuat antar sesama masyarakat. Keberadaan LPHD memberikan manfaat serta dampak positif bagi masyarakat. Aturan-aturan yang termuat dalam kelembagaan LPHD biasanya berisikan tentang aturan internal maupun eksternal yang memuat sanksi yang dijadikan suatu kontrol pada sistem anggota lembaga dalam pengelolaan Muara Danau memiliki pengelolaan usahatani yang terbilang belum efektif. Padahal, usahatani menjadi salah satu faktor efektivitas kelembagaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Apriandana et al., 2021. Mengetahui keberhasilan dalam pengelolaan hutan perlu adanya alat ukur yang dapat diakui secara umum oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan dan mengetahui bagaimana karakteristik serta proses LPHD Muara Danau dalam strategi pengelolaan HD. Selain untuk strategi pengelolaan hutan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para perumus kebijakan untuk acuan pengambilan keputusan, yaitu Pemerintah Kabupaten Muara Enim, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, dan Pemerintah Pusat, dalam menentukan arah dan kebijakan pengelolaan Hutan Desa pada Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH Wilayah VIII METODE PENELITIANA. Waktu dan Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di bulan Maret-April 2020 yang berlokasikan di Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Pada Gambar 1 menunjukkan peta lokasi penelitian. Metode penentuan lokasi penelitian yaitu Desa Muara Danau dilakukan secara purposive dengan pertimbangan Desa Muara Danau Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204186 Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo187merupakan salah satu dari tiga desa tertua yang memiliki HD di Semende, namun sampai saat ini pengembangan usahatani kelompok di LPHD masih terbilang Populasi dan Sampel PenelitianSeluruh anggota tani yang terdaftar sebagai anggota LPHD merupakan cakupan populasi yang diamati pada penelitian ini yang terdapat pada wilayah administrasi Desa Muara Danau yang berjumlah 120 orang. Mereka tergabung dalam 6 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial KUPS. Teknik pengambilan sampel berdasarkan teori Sugiyono menggunakan dua metode, yaitu purposive sampling terdiri dari pengurus LPHD, kepala KPH, dan staf KPH yang menangani pengelolaan HD dan random sampling terdiri dari anggota tani KUPS LPHD Muara Danau yaitu dipilih secara acak. Jumlah populasi penelitian sebanyak 55 anggota tani KUPS yang dihitung berdasarkan formula Slovin. Menurut Arikunto 2000, formula slovin merupakan salah satu formula yang digunakan dalam menentukan jumlah reponden penelitian dengan syarat jumlah populasi lebih dari 100. Formula slovin yang digunakan sebagai Jumlah Populasin Jumlah RespondenE Presisi 10%C. Teknik Pengumpulan dan Analisis DataData primer dan data skunder merupakan data utama yang dikumpulkan pada penelitian ini. Data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumentasi. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan primer dan data skunder merupakan data utama yang dikumpulkan pada penelitian ini. Data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumentasi. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan observasi.1........................................Sumber Source Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Unit VIII Semendo, 2020Gambar 1. Peta lokasi penelitianFigure 1. Research site map III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Karakteristik RespondenTabel 1 menjelaskan kriteria umur anggota tani diklasiīækasikan menjadi tiga yaitu, 64 tahun. Usia anggota tani HD di Muara Danau berkisar 25-58 tahun, dengan rata-rata umur 15-64 tahun 98%. Rata- rata ini didapatkan berdasarkan hasil pada Tabel 1 yang menunjukkan jumlah responden berumur 15-64 berjumlah 54 orang dari 55 orang. Studi yang dikemukakan Tahir et al., 2018, manusia dikatakan produktif apabila memiliki usia 15-64 tahun yang berarti mampu dalam kondisi īæsik dan tenaga dalam bekerja untuk terlibat langsung dalam kegiatan usaha tani. Umur menjadi faktor penting yang memengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Seperti yang diungkapkan Sagita et al., 2019, bahwa peningkatan umur seseorang berpengaruh terhadap kemampuan kerja, akan tetapi penurunan kemampuan kerja seseorang dialami pada titik umur tertentu. Petani yang termasuk usia non produktif >64 tahun hanya satu orang 2%, dikarenakan merasa masih mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan Tabel 1 sebagian besar tingkat pendidikan petani masih tergolong rendah. Mayortitas petani berpendidikan terakhir setara lulus Sekolah Dasar SD. Budiartiningsih et al., 2010, berpendapat bahwa tingkat pendidikan pada kegiatan usaha tani sebagian besar berpendidikan dasar. Tingkat pendidikan petani LPHD Muara Danau diklasiīækasi menjadi tiga, yaitu Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, dan Sekolah Menengah Atas SMA. Sebanyak 27 orang 49% mengenyam pendidikan SD, 15 orang 27% mengenyam pendidikan SMP, dan 13 orang 24% mengenyam pendidikan SMA dapat memengaruhi peningkatan usaha hasil produksi tani. Seperti yang diungkapkan oleh Sunanto et al. 2019 dan Susanti et al. 2016, mengatakan bahwa tingkat pendidikan berdampak positif terhadap peningkatan produksitivitas hasil usaha tani yang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani. 188Tabel 1. Karakteristik petani LPHD Muara DanauTable 1. Typical of Muara Danau LPHD farmersNoNumberKarakteristikCharacteristicsJumlah RespondenOrangNumber of Respondents PeoplePersentase%Percentage %1. Umur TahunAge Year64 T 1 2JumlahTotal 55 1002. Tingkat PendidikanLevel of EducationSD 27 49SMP 15 27SMA 13 24JumlahTotal 55 1003. Luas Lahan HaLand Area Ha1 19 13 242 21 383 2 4Sumber Source Hasil pengolahan data sekunder Result of secondary data processing, 2020Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 189Menurut Maramba 2018 dan Maryoni 2015, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan kapasitas petani, apabila tingkat pendidikan SDM rendah akan berpengaruh langsung terhadap tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan petani sehingga sulit bagi mereka untuk melaksanakan adopsi dan inovasi. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar petani 38% memiliki lahan seluas 2 ha. Luas lahan yang digarap petani LPHD Muara Danau diklasiīækasikan menjadi empat, yaitu 1 ha, 1,5 ha, 2 ha, dan 3 ha. Sebanyak 19 orang 35% mengelola lahan seluas 1 ha, 13 orang 24% mengelola lahan seluas 1,5 ha, 21 orang 38% mengelola lahan seluas 2 ha, dan 2 orang 4% mengelola lahan seluas 3 ha. Menurut Saihani 2011 dan Winarni et al. 2016 menyatakan, bahwa semakin luas lahan yang dikelola, maka semakin besar pendapatan yang diterima oleh petani. Pembagian luas lahan sudah ditentukan sejak lama. Penduduk setempat membuka lahan serta mengklaim untuk dijadikan lahan garapan mereka. Izin pemanfaatan yang diberikan pada petani terhadap lahan yang awalnya sudah digarap dilakukan dengan syarat mendaftarkan diri serta mendaftarkan lahan garapannya. Izin pemanfaatan lahan diberikan melalui program HD dengan jangka waktu 35 tahun sesuai dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Desa IUPHHK-HD dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi. B. Kinerja Lembaga Pengelola Hutan Desa LPHD Muara Danau1. Situasi Situation Kelembagaan di LPHD Muara DanauLPHD Muara Danau merupakan lembaga desa yang menaungi 6 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial KUPS yang anggotanya merupakan penggarap lahan HD Muara Danau. Adapun KUPS yang tergabung di dalam LPHD Muara Danau adalah Bukit Hijau, Bukit Indah, Talang Dengung 2, Talang Baru 1, Talang Baru 2, Bukit. LPHD Muara Danau pada tahun 2011 terbentuk. Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari KaskoyoTabel 2. Kinerja Lembaga pengelolaan hutan di LPHD Muara DanauTable 2. The performance of the forest management institution in LPHD Muara DanauSituasi SituationStruktur StructurePerilakuBehaviorKinerja PerformanceLembaga Pengelola Hutan Desa LPHD merupakan lembaga yang dinaungi oleh Kelompok Usaha Pehutanan Sosial KUPS.Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa HPHD diberikan selama 35 tahun berdasarkan yang selanjutnya dikeluarkan Aturan dalam menjalankan LPHD berdasarkan pedoman yang dimuat dalam AD/ART. Masa bakti pengurus LPHD Muara Danau selama tiga tahun dan setelah itu dilakukan pemilihan untuk pengurus baru dapat pada masa jabatan persil merupakan bagian dari penguatan LPHD yang dilakukan secara partisipatif. Pada LPHD Muara Danau pembatas antar lahan pengelola yaitu tumbuhan. Petani LPHD Muara Danau memanfaatkanImplementasi pembangunan SDM yang baik memberikan gambaran terhadap peningkatan kinerja dan pencapaian tujuan LPHD Muara Danau. Penilaian kinerja pada LPHD didasarkan oleh tiga aspek yaitu, aspek kelola kelembagaan, kelola kawasan, dan kelola Source Data primer Primary data, 2021 Pada tahun 2014 LPHD menerima izin yang telah diserahkan dan ditetapkan pada peta areal kerja HD dari Menteri LHK dengan Nomor SK. 622/Menhut-II/2014. Pada tahun 2016 menerima izin pada Kawasan hutan lindung berupa izin Hak Pengelolaan Hutan Desa HPHD di Bukit Jambul Asahan seluas ± 260 ha dengan Nomor SK. 386/Kpts/Dishut/2016. Terbentuknya LPHD Muara Danau didasari oleh keinginan masyarakat desa untuk mengelola HD Wilayah Unit VIII KPH Semendo untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sejak terbentuknya LPHD, aktivitas anggota tani tidak berjalan dengan maksimal. Pemerintah dalam hal ini memberikan dan menyediakan fasilitas dalam bentuk pendampingan dari KPH Semendo, Hutan Kita Institute HaKI, Wahana Bumi Hijau, dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat PKSM.Pengelolaan hutan di Desa Muara Danau, tidak terlepas dari tradisi di dalamnya. Hasil wawancara menunjukkan, sebanyak 9 orang 16% menganggap tradisi yang ada di Desa Muara Danau ada dan masih dilaksanakan oleh petani LPHD Muara Danau. Tradisi yang masih diterapkan dalam 5 tahun terakhir, yaitu melakukan syukuran pasca-panen. Sarmanudin Ketua LPHD mengatakan, syukuran yang dilakukan pasca-panen bertujuan sebagai wujud dari rasa syukur kepada Tuhan SWT atas pemberian yang mereka terima, namun seiring dengan berjalannya waktu tradisi tersebut tidak dilaksanakan lagi. Sebanyak 46 orang 84% mengatakan tidak ada tradisi yang dilaksanakan dalam 5 tahun terakhir Gambar 2.Pada dasarnya, tradisi yang merujuk pada pengelolaan sumber daya memperkuat posisi masyarakat dalam keberhasilan program kehutanan. Seperti yang diungkapkan Yeny et al. 2016, keberhasilan program melestarikan lingkungan dengan tetap menjaga tradisi yang ada sehingga membentuk interaksi antara manusia dan masyarakat Desa Muara Danau tidak terlepas dari lingkungan sekitar dalam wujud aktivitas sosial ekonomi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Seperti yang diungkapkan Ramadhan et al. 2015, bahwa interaksi masyarakat dengan hutan dibangun dalam bentuk aktivitas sosial ekonomi masyarakat untuk mensejahterakan diri mereka. Interaksi yang dibentuk masyarakat Desa Muara Danau khususnya petani LPHD berupa pemanfaatan sumber daya alam. Jenis sumber daya alam yang diakses adalah air dan hasil hutan kayu/non desa menggunakan air untuk keperluan air minum, mencuci, mandi, dan mengairi sawah menggunakan 190Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 2. Persepsi petani terhadap tradisi mengelola 2. Farmers' perception of the tradition of managing forests 191sistem irigasi. Air yang diakses masyarakat bersumber dari Bukit Jambul Asahan yang terletak dibagian hulu Desa Muara Danau Gambar 3. Terlepas dari pemanfaatan air, pengurus LPHD Muara Danau melakukan konservasi tanah dan air guna pasokan air tetap terjaga. Menurut Fatimah et al. 2016, menjelaskan bahwa untuk menjaga kualitas serta pemasokan air untuk digunakan maka perlu dilakukan kagiatan konservasi tanah dan konservasi yang dilakukan pengurus dan anggota tani, yaitu dengan menanam bambu di sempadan sungai Gambar 4. Sarmanudin ketua LPHD, mengatakan penanaman bambu di sempadan sungai mampu menjaga kualitas air dan kanan kiri sempadan sungai agar tidak terjadi longsor yang mengakibatkan air menjadi keruh. Menurut Raka et al. 2011, bahwa bambu memiliki kemampuan untuk mengikat air dan tanah jauh lebih baik daripada pepohonan hingga 90%. Sedangkan pepohonan hanya dapat menyerap air hujan sampai kemampuan 35%ā40%. Sejalan dengan Irvantia et al. 2014, bahwa bambu memiliki fungsi untuk mencegah erosi dan sebagai wadah penyimpan air sehingga bambu dikategorikan sebagai tanaman konservasi dan atau hasil hutan bukan kayu memiliki keterbatasan yang didasarkan Sumber Source Dokumentasi pribadiGambar 3. Aliran air yang diakses masyarakat desaFigure 3. The water īow that is accessed by the village communitySumber Source Dokumentasi pribadiGambar 4. Tanaman bambu untuk konservasi tanah dan airFigure 4. Bamboo plants for soil and water conservationPengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo pada ketergantungan yang sangat tinggi masyarakat Desa Muara Danau terhadap HHBK tesebut. Masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan, baik di zona pemanfaatan maupun di zona lindung sudah terdaftar sebagai anggota tani LPHD Muara Danau. Lahan yang mereka kelola diwajibkan untuk menanam tanaman multiguna yang biasa disebut Multipurpose Tree Species MPTs. Menurut Septiawan et al., 2017, MPTs adalah komoditi utama setelah tanaman perkebunan. Bapak Abdur penyuluh kehutanan mengatakan, jika pohon yang ditanaman menghasilkan produk yang memiliki nilai jual, maka seseorang akan merasa enggan menebang pohon tersebut. Aturan ini diterapkan guna mengontrol aktivitas illegal logging menjadi HHBK yang ditanam pada lahan HD terdiri atas 1 empat jenis tanaman perkebunan, yaitu kopi Coffea sp sebagai komoditas utama, cengkeh Syzygium aromaticum, randu Ceiba pentandra, dan kelapa Cocos nucifera dan 2 tujuh jenis tanaman buah, yaitu jengkol Archidendron pauciīorum, durian Durio zibethinus, nangka Artocarpus heterophyllus, alpukat Persea americana, matoa Pometia pinnata, petai Parkia speciosa, dan cempedak Artocarpus integer. Pada umumnya petani menjualkan hasil hutannya ke pasar atau tengkulak. HHBK berperan penting dalam menjaga eksistensi HD tetap berkelanjutan Irawanti et al., 2012. Jenis tanaman kayu keras yang ditanam atau ada sejak dahulu pembukaan lahan, yaitu afrika Vernonia amygdalina, bambang lanang Michelia champaca, dan randu Ceiba pentandra.2. Struktur Structure Kelembagaan di LPHD Muara DanauStruktur dideīænisikan sebagai perangkat organisasi yang di dalamnya mengatur tata kelola dan perkembangan suatu kelompok berfungsi sebagai pemisah tugas dan juga sebagai kontrol anggota Marita, 2015. Organisasi yang di dalamnya terdapat struktur kelembagaan bertujuan untuk mengontrol aktivitas pengurus dan anggota dalam sebuah sistem yang disusun. Aktivitas dari kelembagaan digambarkan dan dijelaskan pada bagian-bagian bagan yang tercantum pada struktur kelembagaan. Struktur kelembagaan merupakan alternatif 192Tabel 3. Sanksi Administratif LPHD Muara DanauTable 3. Administrative sanctions for LPHD Muara DanauAturan Formal Sanksi AdministrasiFormal Rules Administrative SanctionsPenghentian Kegiatan Sementara di Lapangan Temporary Suspension of Field ActivitiesPencabutan HakRevocation of Right1. Tidak menyusun rencana kerja pengelolaan LPHD selama jangka waktu berlakunya HPHD1. Memindahtangankan atau mengagunkan serta mengubah status serta fungsi dari kawasan hutan2. Tidak melaksanakan penataan batas 2. Menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan desa3. Tidak melakukan perlindungan hutan3. Tidak mengelola hutan desa berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari4. Tidak melaksanakan penatahusaan hasil hutanSumber Source Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 193kelembagaan untuk para pemangku kepentingan dalam rangka menyusun berbagai hal dalam sebuah sistem. Struktur yang dimaksud menjelaskan aturan-aturan, norma, dan kebijakan yang berlaku baik di organisasi maupun main yang dibuat berfungsi sebagai kontrol pengurus dan anggota serta dapat dipantau oleh pengurus atau pihak tertentu yang memiliki wewenang untuk memberikan sanksi kepada pelanggar aturan. Berdasarkan SK. 622/Menhut-II/2014, LPHD Muara Danau memiliki hak kelola lahan seluas ± 260 Ha terbagi atas zona lindung seluas ± 89 Ha dan zona pemanfaatan dan jasa lingkungan ± 171 Ha. Pembagian zona mengacu pada PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pemanfaatan dan Zona Perlindungan Pada Hutan Lindung Pasal 12 Ayat lanjuti yang selanjutnya dikeluarkan SK. 386/Kpts/Dishut/2016 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa HPHD selama 35 tahun, memuat kewajiban, larangan, hak pencabutan lembaga, dan sanksi. Aturan tersebut wajib dipatuhi oleh setiap pengurus dan anggota tani LPHD Muara Danau. Sanksi administrasi akan diberikan pada pelanggar aturan yaitu berupa pemberhentian kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lapangan untuk sementara dan sanksi administratif berupa pencabutan hak Tabel 3. Pedoman yang digunakan dalam pembuatan aturan main dimuat ke dalam AD/ART. Aturan tentang perhutanan sosial dibuat mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor dan turunannya yang menjadi dasar dalam pembuatan AD/ART. Tujuan yang dimuat dalam AD/ART sudah sejalan sesuai peraturan terkait dengan mengedepankan kualitas kesejahteraan kelompok khususnya dan masyarakat Desa Muara Danau melalui usaha-usaha kehutanan yang berwawasan konservasi. Aturan main yang dimuat dalam AD/ART sudah sesuai dengan pedoman pembuatan aturan. Sanksi yang dibuat untuk para pelanggar aturan juga sudah sesuai dengan pedoman. Pemberian sanksi kepada para pelanggar aturan bertujuan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kegiatan Bakar et al., 2018.Aturan-aturan di atas, memerlukan struktur kepengurusan sebagai pelaksana dalam mensukseskan pengelolaan HD. Pembentukan susunan organisasi dan kepengurusan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim Nomor SK. 140/04/MD/2011 tentang Susunan Pengurus Lembaga Hutan kepengurusan didasari oleh pembentukan lembaga desa dalam hal ini LPHD yang dimuat ke dalam Peraturan Desa Muara Danau, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim Nomor 140/04/MD/2011 tentang Pembentukan Lembaga Desa. Susunan kepengurusan LPHD Muara Danau terdiri dari susunan berupa ketua, sekretaris, bendahara, serta seksi-seksi Gambar 5. Kepengurusan yang terbentuk bertujuan untuk mengatur dan menjaga keutuhan organisasi agar tetap terorganisir dengan baik. Setelah tiga tahun, masa bakti kepengurusan LPHD Muara Danau terhenti dan akan dipilih kembali kepengurusan yang baru pada masa jabatan selanjutnya. Namun, masa bakti kepengurusan belum berjalan dengan efektif. Sejak terbentuknya LPHD, struktur kepengurusan hanya mengalami perubahan satu kali. Alasannya, karena belum ada yang mampu untuk mengatur dan menggantikan posisi kepengurusan dalam menjalankan beberapa kewajiban sebagai pengurus. Berdasarkan SK. 140/04/MD/2011, terdapat beberapa tugas pengurus LPHD Muara Danau 1 Melaksanakan penataan batas hak pengelolaan hutan; 2 Menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan desa selama jangka waktu berlakunya Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo 194hak pengelolaan hutan desa; 3 Melakukan perlindungan hutan; 4 Melaksanakan rehabilitasi areal kerja hutan desa; 5 Melaksanakan pengkayaan tanaman areal kerja hutan desa; dan 6 Melaporkan kemajuan kegiatan tahunan kepada Kepala LPHD sangat menentukan berlangsungnya Rencana Pengelolaan Hutan Desa RPHD. Secara partisipatif LPHD melakukan penilaian terhadap kapasitas lembaga tersebut. Selama jangka waktu izin baik jangka panjang maupun jangka pendek, LPHD menetapkan beberapa target dalam pengembangan kelembagaannya. LPHD berperan dalam rangka menentukan upaya-upaya yang akan dilakukan, seperti pengembangan struktur organisasi lembaga desa sesuai dengan rencana kerja hutan desa, menetapkan aturan internal lembaga desa, membuat rencana pendampingan minimal selama 3 tahun, pembentukan Badan Usaha Milik Desa atau koperasi, serta menjalin kerja sama atau bermitra dengan pihak-pihak lain, dan upaya lainnya. Pengembangan kelembagaan ini dimuat ke dalam RPHD. Situasi dan struktur diharapkan mampu memengaruhi perilaku Sumber Daya Manusia SDM yang selanjutnya berpengaruh kepada kinerja Perilaku Behavior Anggota dan Pengurus LPHD Muara DanauSuatu poses yang dimana dapat diamati, dicatat, serta digambarkan oleh orang lain ataupun yang melakukannya baik itu pada proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap merupakan arti dari sikap perilaku. Prasada et al., 2016 dan Surati, 2014. Perilaku merupakan aspek yang penting dimiliki petani HD. Menurut Mayanti et al. 2018, perilaku muncul didorong oleh serangkaian kebutuhan, biasanya petani memenuhi kebutuhan dengan mengelola lahan untuk dijadikan kebun mereka. Sejalan dengan penelitian Irnawati, 2015, masyarakat yang menganggap bahwa hutan sebagai ladang mata pencaharian memiliki perilaku perilaku petani dapat dilihat melalui pemetaan persil, aktivitas pemanfaatan SDA, kegiatan penanaman di HD, frekuensi pertemuan antar-anggota dan pengurus, kegiatan jual beli/penyewaan 194Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 5 . Bagan kepengurusan LPHD Muara DanauFigure 5. Muara Danau LPHD management chart 195195lahan, kegiatan illegal logging, dan kegiatan pembakaran persil merupakan bagian dari penguatan LPHD yang dilakukan secara partisipatif untuk menunjukkan batas-batas lahan antar-pengelola. LPHD Muara Danau memiliki peta persil pada tingkat keseluruhan dengan luasan ± 260 ha. Pada tingkat individu dan KUPS belum memiliki peta persil. Pembuatan peta persil dilaksanakan pada tahun 2013. Pembuatan peta persil diawali dengan melakukan sosialisasi peta persil kepada anggota LPHD yang kemudian dilakukan īænalisasi pada peta persil tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemahaman terhadap batas-batas wilayah kelola sudah dipahami dengan benar oleh pengurus dan anggota tani. Batas yang digunakan petani LPHD Muara Danau sebagai pembatas antar-lahan pengelola, yaitu menggunakan tumbuhan. Tumbuhan yang digunakan antara lain, junjung merah, bambang lanang Michelia champaca,dan pinang Areca catechu. Petani LPHD Muara Danau memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Sutrisno 2014, menjelaskan bahwa sumber daya alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Jenis pemanfaatan sumber daya alam yang diakses oleh petani LPHD Muara Danau merupakan sumber daya milik negara yang berarti status kepemilikannya secara tegas dikuasi dan dikontrol oleh negara yang telah diberikan izin pemanfaatannya. Studi yang dikemukakan Hidayat 2011, menjelaskan bahwa sumber daya yang dimilik negara merupakan suatu sumber daya yang statusnya dikuasi dan aktivitasnya diatur dan dikontrol oleh negara. Jenis sumber daya tersebut diakses berupa pemanfaatan tanah dan sumber mata penanaman yang diterapkan di LPHD Muara Danau, yaitu agroforestri. Sesuatu sistem yang mengombinasikan antara tanaman pertanian, pepohonan, serta hewan-hewan ternak pada satu bidang lahan disebut agroforestri Olivi et al., 2015; Safeāi et al., 2019; Zainuddin dan Sribianti, 2018. Petani LPHD mengembangkan jenis tanaman kopi sebagai tanaman utama. Menurut Pratiwi et al. 2019, pada lahan dengan sistem agroforestri kopi, salah satu komoditas yang dapat dibudidayakan yaitu tanaman kopi. Jenis lain yang dikembangkan petani yaitu tanaman MPTs. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, petani yang menanam tanaman kayu jenis MPTS Sebanyak 2 orang 4% yang menanam 3 jenis tanaman, 39 orang 71% yang menanam 3-5 jenis tanaman, dan 14 orang 25% yang menanam >5 jenis tanaman Gambar 6.Petani LPHD Muara Danau mengelola lahan kawasan dengan rata-rata luasan 1-3 ha per KK. Lahan yang dikelola merupakan lahan milik negara yang diberikan izin pengelolaan selama 35 tahun melalui skema HD. Aturan yang diberlakukan kepada petani penggarap untuk tidak memperjual-belikan lahan yang dikelola. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, petani yang menggarap lahan HD sudah memahami dengan baik terkait status lahan HD. Aturan tersebut disosialisasikan kepada para petani untuk tidak memperjual-belikan lahan Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 6. Persentase jenis tanaman jenis MPTs yang ditanamFigure 6. Percentage of plant species MPTs type plantedPengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo kawasan. Implementasi aturan di lapangan, semua petani yang mengolah lahan HD mematuhi aturan untuk tidak memperjual-belikan lahan kawasan. Sanksi yang diberlakukan kepada para pelanggar aturan akan dikenakan sanksi pencabutan hak pengelolaan. Menurut Markum et al. 2017 menjelaskan akibat dari pemindahtanganan yaitu terkait dengan kapitalisasi lahan, yang berarti akan terakumulasi kepada beberapa orang saja hak penggarapan pengambilan kayu secara ilegal dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, dan psikologis Subarudi dan Putri, 2006. Faktor budaya memiliki pengaruh yang bersentuhan langsung dengan perilaku seseorang melalui aspek kultur kebudayaan. Faktor sosial berupa keluarga, peranan, serta status sosial akan memengaruhi terhadap perilaku melalui kelompok acuan. Faktor psikologis memengaruhi pilihan seseorang melalui motivasi, persepsi, pengetahuan, dan kepercayaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, kegiatan pengambilan kayu secara ilegal illegal logging tidak ditemukan sejak terbentuknya HD. Sarmanudin ketua LPHD menjelaskan, aktivitas perambahan hutan dilakukan sejak awal pembukaan kawasan, bertujuan untuk ladang pertanian/perkebunan, bahan baku rumah, dan perdagangan kayu hutan. Aktivitas perambahan hutan menjadi tanggung jawab LPHD dalam mengontrol aktivitas masyarakat sebagai pengelola guna melindungi kawasan hutan dan mencegah terjadinya berbagai tindakan atau ancaman ilegal oleh manusia. Sejalan dengan Ekawati 2013, menyatakan dalam rangka kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan hutan, masyarakat memiliki peranan yang kuat karena masyarakat merupakan unsur utama pada pengelolaan Kinerja Performance LPHD Muara DanauPeningkatan kinerja dan pencapaian tujuan LPHD Muara Danau didasari oleh implementasi pembangunan SDM yang baik Danish dan Usman, 2010. SDM yang baik dipengaruhi oleh sistem pengelolaan hutan yang terorganisir dengan baik. Aktivitas petani dalam mengelola HD dimuat ke dalam RPHD bertujuan untuk menciptakan pola komunikasi yang berkesinambungan. Kelola kelembagaan, kelola kawasan, dan kelola usaha merupakan aspek-aspek penilaian dalam kineja LPHD Muara Kelola KelembagaanLPHD Muara Danau dibentuk berdasarkan peraturan desa tahun 2011 yang kemudian disahkan oleh Menteri LHK dalam bentuk surat keputusan dan diberi HPHD melalui surat keputusan gubernur Sumatera Selatan. Struktur kepengurusan LPHD Muara Danau sesuai dengan lampiran dari Jumlah anggota tani yang terdaftar di LPHD sebanyak 120 orang. Berdasarkan hasil penelitian dengan jumlah responden sebanyak 55, menunjukkan bahwa sebanyak 36 orang 65% mengatakan keikutsertaan kaum wanita 75% anggota hadir dalam kegiatan dan 9% petani mengatakan 50%-75% anggota hadir dalam kegiatan Gambar 8. Kehadiran anggota ditentukan berdasarkan undangan 196Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 197yang diterima atau kebutuhan kelompok dalam mengikuti kegiatan. Jenis kegiatan kelompok di LPHD Muara Danau berupa penanaman dan patroli perlindungan dan pengamanan hutan.Frekuensi pertemuan/musyawarah rutin akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap petani. Berdasarkan hasil wawancara, frekuensi pertemuan kelompok LPHD Muara Danau terbilang tidak rutin, sesuai kebutuhan. Namun, jika terdapat kegiatan pertemuan/musyawarah partisipasi dan kehadiran anggota menunjukkan >75% anggota hadir. Hal ini menunjukkan, bahwa kurangnya kesadaran akan pentingnya pertemuan rutin yang memberikan dampak positif. Menurut Bowo et al. 2011, manfaat yang didapat dari kegiatan pertemuan rutin antara pengurus dan anggota, yaitu 1 tingkat realisasi kegiatan pertemuan rutin anggota kelompok relatif lebih baik, 2 tingkat intensitas kehadiran anggota kelompok dalam pertemuan rutin relatif lebih baik, 3 tingkat sinkronisasi antara kegiatan pertemuan rutin dengan rencana kerja kelompok relatif lebih baik, dan 4 tingkat kemufakatan dalam menyetujui rencana kerja kelompok relatif lebih dan anggota tani, secara partisipasi dan yang telah terencana, melakukan kegiatan pemantauan serta evaluasi pelaksanaan kegiatan kelompok tani. Kegiatan tersebut dimuat ke dalam AD/ART dan RPHD. Aturan yang termuat Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 7. Keikutsertaan Wanita dalam keanggotaan 7. Women's participation in LPHD membershipSumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 8. Persentase keterlibatan pengurus dan anggota tani dalam 8. Percentage of management involvement and farmer members in the activityPengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo di dalam AD/ART, secara aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis merupakan wujud dari kontrol setiap aktivitas petani dalam mengelola lahan HD. Sebanyak 46 orang 84% mengatakan aturan yang mengikat yaitu tertuang pada AD/ART secara tertulis dan pada aturan lainnya untuk aturan tidak tertulis Gambar 9. Sarmanudin ketua LPHD, mengatakan alasan petani 16% yang menjawab aturan yang mengikat berupa aturan tertulis yang tertuang dalam AD/ART saja, karena mereka lupa bahwa adanya aturan yang disepakati tidak tertulis bersama. Aturan tersebut berupa, larangan untuk tidak memindahtangankan lahan garapan kepada orang lain untuk memperoleh keuntungan dan mengelola lahan dengan tetap mengedepankan kelestarian Kelola KawasanKelola kawasan merupakan kegiatan yang berfokus pada pengelolaan lahan untuk dijadikan sebagai ladang mata pencaharian dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan melalui perlindungan dan pengamanan kawasan. Sistem pemanfaatan kawasan yang digunakan LPHD Muara Danau menggunakan pola penanaman agroforestri Tiurmasari et al., 2016. Sejalan dengan penelitian Salampessy et al. 2012 dan Salampessy et al. 2017 bahwa pola agroforestri yang dikenal masyarakat Maluku sebagai dusung mempraktekkan satu tanaman berupa pala diselingi di seluruh kebun. Sistem agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang mengombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu dalam suatu sistem pengelolaan lahan Puspasari et al., 2017; Wanderi et al., 2019; dan Yulian et al., 2016. Masyarakat sekitar kawasan menjadi fokus utama dalam pengembangan sistem agroforestri. Menurut Wulandari et al. 2014, menyatakan keterlibatan masyarakat sekitar hutan dapat mengoptimalkan lahan hutan dengan menerapkan agroforestri berbasis kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pola penanaman ini didasari oleh Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Desa, Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan Rencana Kerja Usaha Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat pada Pasal 7 Ayat 3 poin d pemanfaatan kawasan hutan meliputi budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, penangkaran satwa liar atau budidaya hijauan makanan ternak, agroforestry, silvopasture, dan silvoīæ hasil hutan yang diperoleh petani dari pemanfaatan kawasan berupa kopi sebagai komoditas utama di lahan HD. Pemerintah 198Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 9. Persentase jenis aturan kelompok yang mengikatFigure 9. Percentage of types of group binding rules mewajibkan menanam tanaman selain kopi, berupa tanaman MPTs dan tajuk tinggi. Jenis tanaman tersebut merupakan langkah pemerintah untuk mengatasi permasalahan kemiskinan petani dan kerusakan fungsi ekologis. HD Muara Danau yang dikelola LPHD memiliki beberapa jenis jasa lingkungan, keanekaragaman īora dan fauna serta sumber sumber mata air. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 52 orang 95% melakukan 1 jenis konservasi Sumber Daya Alam SDA di lahan mereka dan 3 orang 5% tidak melakukan konservasi SDA karena lahan yang mereka garap tidak berdekatan dengan sumber aliran air Gambar 11. Jenis konservasi yang dilakukan LPHD Muara Danau, berupa penanaman bambu di kanan dan kiri sempadan sungai. Sesuai dengan penelitian Aminah et al., 2017 pala merupakan tanaman yang berfungsi untuk konservasi tanah dan air di Kota Agung. Pemanfaatan potensi jasa lingkungan sudah sesuai dengan SK Gubernur Sumatera Selatan Nomor tentang IUPHHK-HD kepada LPHD Muara Danau putusan ke-5 poin g tentang kewajiban untuk melakukan tata usaha pemanfaatan hasil pemanfaatan hasil hutan di kawasan hutan lindung memberikan dampak terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara, 48 orang 87% orang 199Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari KaskoyoSumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 10. Persentase jenis pelatihan yang diikuti pengurus/anggotaFigure 10. Percentage of type of training attended by managers / membersSumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 11. Persentase jenis aktivitas konservasi sumber daya hutan. Figure 11. Percentage of types of forest resource conservation activities 200mengatakan 2ā4 dampak yang mereka rasakan terhadap lingkungan. Hal ini menunjukkan keseimbangan antara pemanfaatan hasil hutan yang berdampak positif terhadap lingkungan. 5 orang 9% mengatakan >4 dampak yang mereka rasakan terhadap lingkungan, dan 2 orang 4% yang mengatakan 1 dampak yang mereka rasakan terhadap lingkungan Gambar 12.c. Kelola Usaha Komoditi yang ditanam di lahan HD memiliki beragam hasil produksi dalam satu areal lahan yang dikelola. Produksi yang dihasilkan oleh petani, berupa kopi, durian, alpukat, jengkol, dan petai. Menurut Syoīæandi et al. 2016, pendapatan usahatani serta produksi sangat memengaruhi jumlah pohon yang berproduksi dan luas lahan. Pendapatan utama petani LPHD Muara Danau dari produksi penjualan kopi Febryano, 2008; Rajagukguk et al., 2018. Kopi merupakan komoditi utama yang ditanam petani memberikan nilai jual saat panen dengan harga kisaran Petani memasarkan hasil kopi ke tengkulak. Awal terbentuknya LPHD, pengurus dan anggota berencana untuk membentuk badan koperasi yang menangani bidang pemasaran hasil hutan. Berdasarkan hasil wawancara, modal awal kelompok berasal dari swadaya murni. Pembentukan badan koperasi merupakan usulan dari pengurus LPHD Muara Danau, bertujuan untuk memudahkan petani dalam memasarkan hasil hutan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemasaran hasil hutan petani saat ini masih memasarkan produknya secara individu. Sarmanudin ketua LPHD, mengatakan fungsi pembentukan koperasi untuk penguatan ekonomi petani dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini juga memengaruhi kelembagaan yang ada pada tingkat LPHD. Berdasarkan hasil wawancara, pembentukan koperasi mengalami penghentian dalam pelaksaannya. Hal ini dikarenakan masyarakat yang kurang percaya akan kinerja koperasi tersebut dalam menangani pemasaran hasil hutan mereka. Dampak yang dirasakan, berupa tidak adanya mitra yang bekerja sama dengan LPHD, hal ini menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang belum ada sampai saat hasil penelitian, LPHD Muara Danau dapat dikatakan melembaga dilihat berdasarkan pengelolaan kelembagaan yang sudah sesuai dengan AD/ART dan RPHD. Aturan-aturan yang telah dipahami seluruh anggota LPHD, terutama dalam pemanfaatan kawasan, sedangkan untuk pengelolaan usaha masih dikatakan kurang karena belum adanya lembaga Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204Sumber Source Data primer Primary data, 2020Gambar 12. Persentase dampak terhadap lingkungan dari pengelolaan hutan desa. Figure 12. Percentage of impact on the environment from village forest management 201pemasaran untuk membantu anggota tani dalam memasarkan hasil hutan mereka. Perlu adanya evaluasi dalam meningkatkan kelola KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanTingkat karakteristik petani dapat dilihat pada variabel tingkat pendidikan, luas lahan dalam ha, dan umur. Anggota tani mayoritas berada pada tingkat umur 15-64 tahun 98% dimana pada usia ini dapat tergolong produktif dalam melakukan pekerjaan. Tingkat pendidikan sebanyak 27 orang 49% petani mengenyam pendidikan terakhir di bangku Sekolah Dasar SD. Sebanyak 21 orang 38% petani mengelola lahan seluas 2 ha dimana semakin luas garapan petani maka akan berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh oleh kelembagaan pada LPDH dipengaruhi oleh analisis situasi situation, struktur structure, dan tingkah laku behavior. LPHD Muara Danau memiliki situasi atau kondisi kelembagaan baik. Hal ini dapat dilihat bagaimana struktur organiasi LPHD berjalan serta sistem pengelolaan kelembagaan yang sudah sesuai dengan AD/ART dan RPHD Struktur organisasi LPHD Muara Danau dalam kelembagaan berjalan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Setiap anggota aktif berpartisipasi dalam kegiatan LPHD Muara Danau. Hal tersebut yang menjadikan kinerja LPHD memperoleh hasil baik pada aspek kelola kelembagaan dan kelola kawasan, namun perlu adanya peningkatan pembinaan pada aspek kelola usaha yang menunjukkan belum ada pengembangan usahatani dalam menangani bidang pemasaran hasil SaranPengelolaan pada kelembagaan LPHD Muara Danau sudah baik. Bagi para pihak pelaku lembaga LPHD perlu adanya peningkatan pembinaan terkait pengembangan kelompok usahatani melalui pendampingan yang intensif sebagai keberhasilan dari kelembagaan yang baik oleh perguruan tinggi, swasta, pemerintah, LSM, dan TERIMA KASIH ACKNOWLWDGEMENTUcapan terima kasih diberikan kepada seluruh pihak yang terlibat, khususnya kepada para petani LPHD Muara Danau yang terlibat dalam studi ini, Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit VIII Semendo, Kepala Desa Muara Danau yang telah memberikan dukungan, perhatian, fasilitas, serta bantuan dalam proses pengumpulan data selama PUSTAKAAminah, L. N., Safeāi, R., & Febryano, I. G. 2017. Analisis kelembagaan gabungan kelompok tani gapoktan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Kota Agung Utara Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Journal of Sylva Indosiana, 11, 29ā F., Safeāi, R., Febryano, I. G., & Kaskoyo, H. 2021. Kinerja lembaga pengelola hutan Desa Muara Danau Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Journal of Community Based Environmental Engineering and Management, 51, 17ā27. F., Darusman, D., Ichwandi, I., & Suharjito, D. 2019. Mainstreaming community-based forest management in west sumatra Social forestry arguments, support, and implementation. Forest and Society. A. A., Mizaj, & Maulana, R. 2018. Penerapan sanksi tindak pidana illegal logging di kawasan hutan lindung ditinjau dari uu no. 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan Studi kasus Kecamatan Bener Kelipah Kabupaten Bener Meriah. Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah, 31, 95ā111. Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo 202Baynes, J., Herbohn, J., Smith, C., Fisher, R., & Bray, D. 2015. Key factors which inīuence the success of community forestry in developing countries. Global Environmental Change, 35, 226ā238. C., Supriono, A., Hariyono, K., & Kosasih, S. 2011. Dinamika kelembagaan kelompok tani hutan rakyat lahan kering di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 53, 3ā H. C. P., & Sonwa, D. J. 2015. Rural local institutions and climate change adaptation in forest communities in Cameroon. Ecology and Society, 202. R., Maulida, Y., & Taryono. 2010. Faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan pendapatan keluarga petani di Desa Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Bengkalis. Jurnal Ekonomi, 181, 79ā R. Q., & Usman, A. 2010. Impact of reward and recognition on job satisfaction and motivation An empirical study from Pakistan. International Journal of Business and Management, 52, 159ā167. I., Panjaitan, P. B., & Susdiyanti, T. 2014. Kajian kelembagaan terhadap keberhasilan kelompok tani hutan rakyat di Desa Durjela Kecamatan Pulau-Pulau Aru Kepulauan Aru, Maluku. Journal Nusa Sylva, 141, 43ā S. 2013. Evaluasi implementasi kebijakan desentralisasi pengelolaan hutan produksi. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 103, 187ā202. S., Wulandari, C., & Herwanti, S. 2016. Analisis kesediaan menerima wta sebagai proksi pembayaran jasa lingkungan air di Pekon Datar Lebuay Kecamatan Air Naningan Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari, 43, 59ā70. I. G. 2008. Analisis īænansial agroforestri kakao di Lahan Hutan Negara dan Lahan Milik. Perennial, 41, 41. F., & Surya, S. D. 2017. Efektivitas kelembagaan sosial masyarakat dalam pemberdayaan wanita dan keluarga di Kelurahan Ciracas. Journal of Applied Business and Economics, 43, 266ā 2011. Pengelolaan sumber daya alam berbasis kelembagaan lokal. Jurnal Sejarah Citra Lekha, 151, 19ā S., Suka, A. P., & Ekawati, S. 2012. Peranan kayu dan hasil bukan kayu dari hutan rakyat pada pemilikan lahan sempit Kasus Kabupaten Pati. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 93,113-125. 2015. Perilaku masyarakat dalam pelestarian fungsi hutan taman wisata alam bariat sebagai daerah resapan air. Jurnal Agroforestri, 103, 181ā W., Indriyanto, & Riniarti, M. 2014. Pengaruh jumlah ruas cabang terhadap pertumbuhan setek bambu hitam gigantochloa atroviolacea. Jurnal Sylva Lestari, 21, 59ā66. U. 2018. Pengaruh karakteristik terhadap pendapatan petani jagung di Kabupaten Sumba Timur Studi kasus di Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 22, 94ā101. W. E. 2015. Pengaruh struktur organisasi dan ukuran perusahaan terhadap penerapan business entity concept. Jurnal Akuntansi, 71, 18ā40. Latifah, S., & Setiawan, B. 2017. Identiīækasi pengaruh luas lahan, biaya pemeliharaan, dan jumlah keluar terhadap pendapatan petani Studi kasus di Desa Kepenuhan Raya. Jurnal Sangkareang Mataram, 34, 56ā H. S. 2015. Identiīækasi Pengaruh Luas Lahan, Biaya Pemeliharaan, dan Jumlah Keluar Terhadap Pendapatan Petani Studi Kasus Desa Kepenuhan Raya. Jurnal Sungkai, 32, 34ā42. Y. S., Anwar, S., & Prarikeslan, W. 2018. Sikap dan perilaku masyarakat terhadap hutan di kawasan TNKS Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci. Jurnal Buana, 21, 180ā191. L., Febryano, I. G., Safeāi, R., & Banuwa, I. S. 2017. Performa pengelolaan agroforestri di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa. Jurnal Hutan Tropis, 52, 127ā133. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 18 Desember 2021 185-204 203Noor, M. 2014. Analisis kelembagaan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perkotaan pnpm-mp untuk penanggulangan kemiskinan. Jurnal Ilmiah Untag Semarang, 32, 113ā A. L., SafeāI, R., & Febryano, I. G. 2017. Analisis kelembagaan gabungan kelompok tani GAPOKTAN di kesatuan pengelolaan hutan lindung kota agung utara kabupaten tanggamus provinsi lampung. Jurnal Sylva Indonesiana, I1, 29ā R., Qurniati, R., & Firdasari. 2015. Kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Jurnal Sylva Lestari, 32, 1ā I. D. N. I., Astiti, N. W. S., & Handayani, M. T. 2016. Perilaku masyarakat dalam pemeliharaan hutan lindung di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 51, 1ā10. A. M., Kaskoyo, H., & Herwanti, S. 2019. Eīæsiensi pemasaran agroforestri berbasis kopi berdasarkan keragaan pasar Studi kasus di Pekon Air Kubang, Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari, 73, 299ā208. Sofhani, T. F., Gunawan, B., & Syamsudin, T. S. 2018. Community capacity building in social forestry development A review. Journal of Regional and City Planning, 292, 113ā126. E., Wulandari, C., Darmawan, A., & Banuwa, I. S. 2017. Aspek Sosial Ekonomi pada Sistem Agroforestri di Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan HKm Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari. R., Duryat, & Kaskoyo, H. 2017. Penguatan kelembagaan pengelola hutan desa di sekitar Gunung Rajabasa Lampung. Jurnal Sakai Sambayan, 13, 80ā C. P., Febryano, I. G., & Herwanti, S. 2018. Perubahan Komposisi Jenis Tanaman dan Pola Tanam pada Pengelolaan Agroforestri Damar. Jurnal Sylva Lestari, 63, 18ā I. D. N., Wiswasta, I. G. N. A., & Budiasa, I. M. 2011. Pelestarian tanaman bambu sebagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah di daerah sekitar mata air pada lahan marginal di Bali Timur. Jurnal Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem, 11, 11ā T. A. F., Susdiyanti, T., & Salampessy, M. L. 2015. Identiīækasi akses masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya alam Studi kasus di Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Jurnal Nusa Sylva, 152, 27ā R., Christine Wulandari, & Hari Kaskoyo. 2019. Analisis kesehatan hutan dalam pengelolaan hutan rakyat pola tanam agroforestri di Wilayah Kabupaten Lampung Timur. Talenta Conference Series Agricultural and Natural Resources ANR, 21, 97ā103. R., Febryano, I. G., & Aminah, L. N. 2018. Pengaruh keberadaan gapoktan terhadap pendapatan petani dan perubahan tutupan lahan di Hutan Kemasyarakatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, 202, 109ā M. N., Akhbar, & Muis, H. 2019. Partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. Jurnal Warta Rimba, 72, 1ā A. 2011. Analisis faktor sosial ekonomi terhadap pendapatan petani padi ciherang di Desa Sungai Durait Tengah Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara. Jurnal Ziraaāah, 31, 219ā M., Bone, I., & Febryano, I. G. 2012. Performansi dusung pala sebagai salah satu agroforestri tradisional di Maluku. Tengkawang, 22, 55ā M., Febryano, I. G., & Zulīæani, D. 2017. Bound by debt Nutmeg trees and changing relations between farmers and agents in a moluccan agroforestry systems. Forest and Society, 12, 137ā143. G., Fanani, Z., Wieke, & Hasanah, N. 2018. Villageās forest conservation concept with local wisdom at ensaid Panjang Village, Kelam Permai, West Kalimantan. Journal Of Humanities and Social Science, 233, 12ā24. W., Indriyanto, & Duryat. 2017. Jenis tanaman, kerapatan, dan stratiīækasi tajuk pada hutan kemasyarakatan kelompok tani rukun makmur 1 di Register 30 Gunung Tanggamus, Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 52, 88ā101. & Putri, I. A. S. L. P. 2006. Perambahan hutan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sebuah pendekatan sosiologis. Pengelolaan Hutan Desa di KPH Wilayah VIII Semendo ......Fito Apriandana, Rahmat Safeāi, Indra Gumay Febryano, dan Hari Kaskoyo ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Sri MayantiSyafri AnwarWidya PrarikeslanABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap hutan di kawasan TNKS Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah dinas kehutannan, tokoh masyarakat dan kepala desa yang berjumlah 13 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa 1 Sikap Masyarakat terhadap Perlindungan Hutan di Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci a Masyarakat di Kecamatan Gunung Tujuh sudah melakukan kegiatan reboisasi, b Masyarakat Kecamatn Gunung Tujuh setuju apabila seperti diadakannya penyuluhan pelestarian hutan dan masyarakat Kecamatan Gunung Tujuh melaksanakan anjuran tersebut, c Masyarakat di Kecamatan Gunung Tujuh menegur apabila melihat tetangga merusak ekosistem hutan, 2 Perilaku Masyarakat terhadap Hutan Lindung untuk Perambahan Hutan di Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci a Masyarakat di Kecamatan Gunung Tujuh telah melarang apabila ada dari anggota masyarakat yang melakukan pembukaan lahan baru, b Masyarakat Kecamatan Gunung Tujuh masih terdapat yang melakukan penebangan pohon dan masyarakat bermata pencarian sebagai petani pada Kecamatan Gunung Tujuh sudah melakukan kegiatan tebang pilih dalam pengambilan pohon pada kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, c Masyarakat Kecamatan Gunung Tujuh masih terdapat masyarakat yang membuang benda-benda yang dapat merusak kawasan pendapatan utama masyarakat Pekon Air Kubang, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus diperoleh dari hasil budi daya dan pemasaran kopi robusta Coffea robusta yang dikelola menggunakan sistem agroforestri. Agroforestri berbasis kopi juga memberikan dampak ekologi yang positif bagi masyarakat sekitar seperti terjaganya mata air yang dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangga. Penelitian pemasaran kopi perlu dilakukan untuk mengetahui saluran pemasaran yang efisien berdasarkan keragaan pasar tiap saluran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui saluran pemasaran dan menganalisis keragaan pasar kopi robusta. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2018 di Pekon Air Kubang, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden yaitu lembaga pemasaran yang terlibat dan petani kopi robusta. Keragaan pasar dianalisis melalui perhitungan marjin pemasaran, marjin keuntungan, share, ratio profit margin, dan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian mengidentifikasi tiga saluran pemasaran kopi, yaitu 1 petani ā pedagang pengumpul ā pedagang besar ā pengecer, 2 petani ā koperasi ā pengecer, dan 3 petani ā koperasi. Analisis parameter efisiensi pemasaran EP menunjukkan bahwa ketiga saluran pemasaran efisien dengan nilai EP < 1. Namun secara umum pemasaran kopi pada ketiga saluran cenderung belum efisien. Hal ini ditunjukkan oleh marjin pemasaran dan marjin keuntungan yang cukup tinggi, ratio profit margin yang tidak menyebar secara merata, serta share yang diterima petani kunci agroforestri, efisiensi pemasaran, kopi robusta, marjin pemasaranHutan rakyat dengan pola tanam agroforestri memiliki pengaruh terhadap aspek ekologi, seperti udara bersih, erosi terkendali, serapan karbon, pengaturan tata air, penyangga ekosistem, penjaga stabilitas ekologi, dan perlindungan lingkungan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan hutan rakyat pola tanam agroforestri masa kini dan masa depan harus dapat memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka hutan rakyat pola tanam agroforestri harus sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai status saat ini kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri di wilayah Kabupaten Lampung Timur. Studi kasus analisis kesehatan hutan dilakukan pada klaster-plot Forest Health Monitoring FHM hutan rakyat pola tanam agroforestri di Wilayah Kabupaten Lampung Timur. Jumlah klaster-plot FHM yang dibuat sebanyak empat klaster-plot. Parameter indikator kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri adalah pertumbuhan pohon, kondisi kerusakan pohon, kondisi tajuk, dan kesuburan tanah. Tahapan dari penelitian ini terdiri dari pembuatan plot ukur hutan rakyat pola tanam agroforestri, pengukuran parameter indikator kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri, pengolahan dan analisis, dan penilaian kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai status kondisi kesehatan hutan rakyat pola tanam agroforestri di wilayah Kabupaten Lampung Timur rata-rata dalam kategori bagus. Hal tersebut menunjukkan bahwa hutan rakyat dengan pola tanam agroforestri akan menghasilkan tingkat kesehatan hutan rakyat yang sehat. Dengan demikian, pembangunan hutan rakyat di wilayah Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung diarahkan dengan pola tanam agroforestri. Community forests with agroforestry planting systems have an influence on ecological aspects, such as clean air, controlled erosion, carbon uptake, water management arrangements, ecosystems buffer, guarding ecological stability, and environmental protection. Therefore, in the management of community forests the present and future agroforestry planting systems must be able to pay attention to environmental principles. To realize this, the community forest agroforestry planting patterns must be healthy. This study aims to obtain the status of current health of community forests agroforestry planting systems in the area of East Lampung Regency. A case study of forest health analysis were carried out in Forest Health Monitoring FHM plots of community forests agroforestry planting systems in the East Lampung Regency. The number of FHM plots was made in four clusters. Parameters of indicators of community forest health agroforestry planting systems are tree growth, tree damage conditions, canopy conditions, and soil fertility. The stages of this study consisted of making a community forest measuring plot agroforestry planting systems, measuring indicators of community forest health agroforestry planting systems, processing and analysis, and assessing the health of community forests agroforestry planting systems. The results showed that the value of the status of public forest health conditions of agroforestry planting systems in the area of East Lampung Regency on average in good categories. This shows that community forests with agroforestry planting systems will produce healthy community forest health levels. Thus, community forests development in East Lampung Regency of Lampung Province is directed to agroforestry planting Parlindungan RajagukgukIndra Gumay FebryanoSusni HerwantiThe changes in the composition of plant species and cropping patterns have occurred in the management of Damar agroforest in Desa Kesugihan, Lampung Selatan. There are some reasons that farmers consider to make decisions in choosing plant species and cropping patterns. This study aimed to identify the reasons of farmers in the decision making of plant species selection and cropping pattern on agroforestry management of damar. Primary data collection was conducted by using an in-depth interview method on seven key informants and participant observation. The collected data is qualitative data and analyzed descriptively based on the real-life choice theory by Gladwin. The results showed that there was a change of plant species composition and cropping pattern on resin agroforestry to become cocoa agroforestry. This is affected by income, production continuity, gestation period, ease of maintenance and harvest, local knowledge and tolerance of the main plant to be planted with another crop. The dominant crop pattern was a combination of cocoa as the main plant with cengkeh, petai, tangkil, and durian. Another crop pattern was a combination between resin as the main plant species with cengkeh, durian, coconut, and petai. Comprehension and contribution from related stakeholders in the development of community forestry are fully needed to support sustainable agroforestry management. Keywords agroforestry of Damar, decision making, plant composition, plant species selection, cropping patternPayment for Environmental Services PES incentive need be applied to ensure the promotion of soil and water conservation. Itās pro conservation attitude should be soon adopted by sharecroppers in various protected areas. Likewise the sharecroppers in Protected Forest Management Unit KPHL Batutegi which their area has been degraded. Based on the paper plan of Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD KPHL Batutegi 2014, there were critical area of hectares and very critical of ha The value of the willingness to accept WTA for the water PES for upstream community as a provider of environmental services was necessary to be studied towards to increase willingness of people to apply soil and water conservation. The purposes of this study were to determine the water PES WTA value of Datar Lebuay Villages and establishment of influenced factors. The methods used in this research were WTA survey include gathering data as follows education, income, age, acreage land tillage, number of trees and stay duration. The data was analyzed by double linear regression to examine the effect of these variables the WTA value. Based on the analysis, it could be concluded a. The estimated water PES WTA value Datar Lebuay Villages was about averagely and the total water PES WTA value was Rp 14,033,050/year when the 3,682 trees belong to the communities, b. Factors that significantly affected the WTA value were age, stay duration and level of education. According to research results, itās suggested to scalling up this research to another village included add socio-economic factors such as gender, ethnicity and the other social variables. Keywords Datar Lebuay Villages, payment for environmental services, Way Sekampung Sub-Watershed, WTACommunity Forest HKm is one of the schemes of Social Forestry, in which the management of its working area implements the agroforestry system. This study aims to determine the structure of income and farmer welfare, agroforestry contribution to farmer income and the factors that influence the income of farmers who do agroforestry in HKm working area. The study was conducted at the Group of HKm Bina Wana, Rigis Jaya II and Mitra Wana Lestari Sejahtera, West Lampung District. The results show that agroforestry activities contribute to farmer income of 66% and the rest from other sectors. Based on income from agroforestry activities it is known that 93% of farmers are in the prosperous category. Factors that significantly affect farmers' income are the area of cultivated land, the number of plant species that have been produced and the training followed by the farmers. In accordance with the provisions of the farmers' land area within the HKm area is no longer possible to be expanded, therefore farmers should enrich with more types of multi-use plants and follow training to increase knowledge so that land management is more optimal to increase revenue. Keywords agroforestry, income, the contribution of income, income factors, welfare levelCommunity-based forest management program provides the access for communities to participate in managing state forests. One of them is conducted through agroforestry planting pattern in village forest. The purpose of this research is to know the performance of agroforestry management on land managed by Sumur Kumbang village community in Protected Forest Management Area of Rajabasa. The data collection was got through by interview and observation; the data obtained were analyzed descriptively. The results show the performance of agroforestry management in protected forest management area of Rajabasa in moderate performance productivity 84, sustainability 167, fairness benefit 88, and efficiency 168. Such performance is influenced by forest management system, ie controlled lands and individually controlled forest products; agroforestry business orientation is commercial; and forest structure is a complex agroforestry. Therefore, the Protected Forest Management Unit of Rajabasa and related stakeholders should develop community capacity and strengthen local institutions continuously so that their forests can be managed in a fair, beneficial, and sustainable agroforestry; village forest; protected forest management unit; performance..Program pengelolaan hutan berbasis masyarakat memberikanakses bagi masyarakat untuk berpartisipasi mengelola hutan negara;salah satunya dilakukan melalui pola tanam agroforestri di hutan desa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui performa pengelolaan agroforestri pada lahan-lahan yang dikelola oleh masyarakat Desa Sumur Kumbang di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung KPHL Rajabasa. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan obsevasi, data yang diperoleh dianalisis secara penelitian menunjukkan performa pengelolaan agroforestri di wilayah KPHL Rajabasa dalam performa sedangproduktivitas 84;keberlanjutan 167; keadilan manfaat 88; dan efisiensi 168. Performa tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem pengelolaan hutannya, yaitu penguasaan lahan dan hasil hutan yang dikuasai secara individu, orientasi usaha agroforestri bersifat komersial, dan struktur hutan merupakan agroforestri kompleks. Oleh karena itu, KPHL Rajabasa serta stakeholder terkait harus mengembangkan kapasitas masyarakat dan menguatkan kelembagaan lokal secara terus menerus, sehingga hutannya dapat dikelola secara adil, bermanfaat, dan kunci agroforestri; Hutan Desa; KPHL; performa. Rahmat Safe'iIndra Gumay FebryanoLina Nur AminahHutan Kemasyarakatan HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Dengan adanya program HKm masyarakat dan pemerintah dapat bersama-sama menjaga kelestarian hutan. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan HKm merasakan dampak yang besar. Dengan adanya program HKm masyarakat memiliki akses untuk dapat memanfaatkan hasil hutan non kayu yang dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh keberadaan gapoktan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat pengelola lahan HKm serta melihat perbedaan tutupan lahan diareal kerja gapoktan sebelum dan sesudah terbentuknya gapoktan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pendapatan anggota di kedua gapoktan cenderung mengalami peningkatan. Pendapatan anggota Gapoktan Beringin Jaya mengalami peningkatan dari rata-rata Rp. menjadi rata-rata Rp. Pendapatan anggota di Gapoktan Sinar Mulya juga meningkat dari rata-rata Rp. menjadi Rp. Perubahan tutupan lahan di areal kerja kedua gapoktan mengalami perubahan yaitu semakin meluasnya areal pertanian dan lahan terbuka pada areal kerja forestry has shifted the forestry development paradigm from conventional forest management to community-based forest management. The history of community-based forest management in Java began with the Dutch colonial policy on forest production in 1873 and today it has grown widely, both within and outside forest areas. However, social forestry has not been able to overcome population pressure problems in the form of deforestation and forest degradation. Therefore, it is crucial to recognize and elevate the role of local communities in forest management. Success of social forestry can be achieved by developing cooperation through capacity building of local communities with community-based forest management. To develop community capacity, it is necessary to understand the basic concept of community capacity building in the social forestry system. A review of community capacity in social forestry is useful for developing a conceptual framework of local community capacity in the development of the social forestry system. Community capacity in the social forestry system is developed to realize forest sustainability and community welfare around the forest.
Pendampinganpenyusunan pengelolaan hutan desa di wilayah ekosistem gambut, menjadi langkah awal mengintegrasikan kepentingan sosial dan lingkungan. Pada tahun 2019 HPHD Desa Telaga mendapatkan izin hak pengelolaan kawasan melalui SK perhutanan sosial yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang disusul dengan HPHD
Oleh Achmad Syalaby Ichsan, Jurnalis Republika. Tanggal merah di kalender pada awal Juni ini menjadi momentum pembuktian kami untuk healing sejenak ke Desa Cibunian, Bogor, Jawa Barat. Rencana plesiran kami dari Warung Buncit 37 sudah diagendakan sejak awal Syawal. Setelah ditunda beberapa kali, kami pun beranjak untuk menjenguk dan menikmati apa yang disebut sebagai hutan wakaf. Traveling malam selepas Isya berjalan lancar. Kami sampai di Hutan Wakaf 3 sekitar pukuL WIB. Dua bocah kecil, Muaz dan Fatih, terlelap setelah kecapekan menempuh perjalanan berkisar tiga jam. Lelah kami terbayar selepas menjalankan ibadah shalat Subuh. Matahari terbit dari timur Gunung Salak mewarnai langit menjadi keemasan. Indahnya sun rise membuat kami berdoa agar waktu bisa berhenti sejenak. Kami ingin menikmati sang surya lebih lama. Perjalanan kami pun berlanjut ke Hutan Wakaf 1. Kami menumpang mobil bak kuning untuk sampai ke lokasi. Jembatan yang sedang diperbaiki membuat kami harus menggunakan jasa mobil pick up sewaan. Jalan berbatu yang kami tempuh terbilang menantang. Manuver sopir membuat kami harus enjot-enjotan di belakang. Tentu perjalanan ini tak lepas dari pemandangan ajaib khas pedesaan yakni sawah, sungai dan pegunungan. Di tengah perjalanan, kami menyaksikan beberapa titik cokelat di hulu. Titik-titik tersebut menjadi penanda longsoran tanah di desa yang berstatus zona merah. Bencana tersebut baru terjadi tahun lalu. Pada 22 Juni 2022, longsor besar menimpa Desa Cibunian dan sekitarnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB mencatat, tiga korban tewas sedangkan satu lainnya hilang. Salah satu korban merupakan istri dari anggota hutan wakaf yang kebetulan sedang berada di rumah saat bencana terjadi. Ada sebanyak 395 warga harus mengungsi. Tanah longsor disertai banjir itu juga menyebabkan ratusan rumah rusak. Infrastruktur desa seperti jembatan putus sedangkan jalan tertutup. Kecamatan Pamijahan, wilayah administratif dimana Desa Cibunian berlokasi memang termasuk dalam zona merah. Jurnal Geografi Gea Vol 19 Tahun 2019 pernah mencatat kecamatan dengan 15 desa itu memiliki area rawan longsor hingga hektare 76,20 persen. Dari tiga kategori kerawanan, sebagian Desa Cibunian berstatus sangat rawan longsor. Jenis tanah, penggunaan lahan yang didominasi perkebunan, sawah dan permukiman, hingga kondisi lereng yang curam merupakan beberapa faktor rawannya wilayah itu terhadap bencana. Tingginya curah hujan yang rata-rata mencapai 363,166 mm per tahun menjadi faktor tambahan. Tidak heran, jurnal tersebut merekomendasikan adanya penanaman vegetasi keras pohon dengan akar kuat yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah di Pamijahan. Inisiasi hutan wakaf di Cibunian pun bak asam dan garam yang berjumpa di belanga. Muhammad Khalifah Ali, seorang dosen Institut Pertanian Bogor IPB menggagas konsep hutan wakaf sebagai solusi bencana hidrometeorologi yang terus terjadi di Indonesia. Secara sederhana, Khalifah menjelaskan jika hutan wakaf adalah hutan yang dibangun di atas tanah wakaf. Hutan yang sebelumnya dimiliki individu atau lembaga dibeli dengan dana wakaf untuk kemudian diwakafkan. Kepemilikannya berpindah dari milik pribadi wakif menjadi kepunyaan Allah SWT. Aset ini lantas dikelola demi kepentingan mauquf alaih, penerima manfaat atas pengelolaan wakaf. Dalam konteks hutan wakaf, penerima manfaat ini didefinisikan sebagai kepentingan umum. Dalam Buku Pintar Wakaf yang diterbitkan Badan Wakaf Indonesia BWI, wakaf berasal dari kata waqafayaqifu-waqfan, yang berarti berhenti atau menahan. Menurut istilah fikih, wakaf adalah menahan pokok harta benda wakaf dan menyalurkan manfaat atau hasilnya. Di Indonesia, wakaf sudah diatur dalam UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Konsep wakaf diajarkan langsung Rasulullah SAW manakala nabi menjawab pertanyaan Umar bin Khattab mengenai kebunnya di Khaibar, sebuah oase yang terletak sekitar 150 km sebelah utara Madinah. Dia bertanya kepada Rasulullah. āWahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya daripadanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya?ā Rasulullah bersabda, āKalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaatnya.ā Umar pun turut. Hasil kelola kebunnya digunakan untuk menyedekahkan fakir miskin, keluarga, memerdekakan budak, untuk orang yang berjihad di jalan Allah, musafir dan para tamu. Manfaatnya boleh digunakan dengan jalan yang sesuai akan tetapi asetnya tidak boleh berpindah tangan. Setelah diwakafkan, kepemilikan aset tersebut dikembalikan kepada Allah untuk dimanfaatkan bagi umat. Berdasarkan riwayat, banyak sahabat yang mengikuti jejak Umar untuk mewakafkan asetnya setelah Umar berikrar. Masih pada era yang sama, Utsman bin Affan juga mewakafkan sumurnya yang dibeli dari orang Yahudi. Hasil dari sumur tersebut kemudian dikembangkan menjadi kebun kurma. Pengembangan kebun kurma itu bahkan saat ini bisa dilihat dalam wujud hotel Waqf Othman bin Affan di konsep wakaf, Khalifah menggalang dana untuk memperbanyak lahan wakaf yang dijadikan hutan. Dia mengajak partisipasi warga dan stakeholder lainnya seperti pemerintah dan lembaga filantropi untuk mengembangkan hutan wakaf. Hingga kini, ada tiga zona dan lima bidang lahan yang sudah berhasil dibebaskan dan dikelola menjadi hutan. Jika ditotal, luas lima hutan wakaf di Desa Cibunian mencapai sekitar 1 hektare. Di hutan-hutan mini tersebut, Khalifah bersinergi dengan Baznas dan Kementerian Agama Kemenag untuk membuat ekowisata. Wakaf menjadi bagian dari ijtihad anak bangsa untuk melestarikan hutan. Terlebih, data dari Global Forest Watch menunjukkan jika Indonesia telah kehilangan 9,95 juta hektare hutan primer basah dalam kurun waktu 2002 hingga 2021. Dengan berwakaf, kita pun bisa ikut ambil bagian membebaskan lahan untuk dijadikan hutan yang kemudian dikelola sebagai tujuan ekowisata. Agaknya, Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap 5 Juni ini menjadi pengingat betapa pentingnya membangun hutan yang lebih abadi. Agar bisa dinikmati generasi selanjutnya seperti Muaz dan Fatih. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
HutanDesa Penulisan Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) adminypi March 3, 2021 Kegiatan yang melibatkan LPHD, Perwakilan pemerintahan desa, tokoh masyarakt, dan tokoh pemuda telah terlaksana pada masing-masing Desa Telaga, Desa Mendawai, dan Desa Tampelas pada bulan Januari 2021.
Semuaagar pengelolaan hutan desa dapat dilakukan secara terorganisir sesuai dengan tujuan pengelolaan hutan lestari dan masyarakat sejahtera "Tujuan sebenarnya dari penyusunan RKT ini meningkatkan kapasitas pengurus LPHD dalam merencanakan program. Kemudian, untuk menyusun rencana strategis pengelolaan hutan desa jangka pendek (RKT) tahun 2021.
Rencanapengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) disusun secara partisipatif oleh Lembaga Desa dan dapat meminta fasilitasi kepada pemerintah, pemerintah daerah atau pihak lain. Dalam hal KPH telah terbentuk dan operasional, maka penyusunan RPHD sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) bersama-sama dengan KPH.
ov2y. xlx9fvwsy3.pages.dev/282xlx9fvwsy3.pages.dev/843xlx9fvwsy3.pages.dev/566xlx9fvwsy3.pages.dev/277xlx9fvwsy3.pages.dev/611xlx9fvwsy3.pages.dev/610xlx9fvwsy3.pages.dev/861xlx9fvwsy3.pages.dev/665xlx9fvwsy3.pages.dev/467xlx9fvwsy3.pages.dev/158xlx9fvwsy3.pages.dev/57xlx9fvwsy3.pages.dev/296xlx9fvwsy3.pages.dev/333xlx9fvwsy3.pages.dev/565xlx9fvwsy3.pages.dev/350
rencana pengelolaan hutan desa