Menanggapihal tersebut, Ade Armando geram dan mengeluarkan beberapa pernyataan yang di antaranya menyentil kaum Islamis. Apabila mengacu pada penilaian kaum Islamis, soal berjilbab maka sosok Ulama Besar Buya Hamka bakal masuk neraka lantaran keluarganya yang tidak diwajibkan berjilbab.
Kisah cinta Buya Hamka dan Siti Raham terbilang romantis dengan cara yang sederhana Sosok Buya Hamka mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat Indonesia. Ulama yang memiliki idealisme kuat ini merupakan seorang Hamka menjadi ketua pertama Majelis Ulama Indonesia MUI sekaligus tokoh Muhammadiyah yang memperoleh gelar Pahlawan itu, nama Buya Hamka juga dikenal sebagai penulis novel terlaris, seperti Di Bawah Lindungan Kabah dan Tenggelamnya Kapan van den Wijck. Semasa hidup, ia meniti karier sebagai penulis, wartawan, pengajar, dan jasa-jasanya kepada negara, kisah cinta Buya Hamka dan Siti Raham juga berhasil menuai sorotan karena begitu romantis dan penuh kesederhanaan. Berikut siap membahas fakta kisah cinta Buya Hamka dan Siti Raham secara lebih Buya Hamka dan Siti Raham menikah pada 5 April cinta keduanya bermula pada 5 April 1929. Saat itu, Buya Hamka berusia 21 tahun dan Siti Raham berusia 15 tahun. Mereka sah menjadi pasangan suami istri di usia yang masih sangat masih belia, Siti Raham sampai harus berdiri di atas bangku kecil agar tingginya sepantaran dengan Buya Hamka. Sebelum resmi menikah, Buya Hamka sempat menulis roman berbahasa Minang berjudul Si tersebut dicetak tiga kali. Dari pendapatan penjualan buku itulah Buya Hamka menggunakannya untuk biaya Buya Hamka menolak untuk muda, Buya Hamka termasuk lelaki yang mudah sekali jatuh cinta. Selama melakukan perjalanan, banyak perempuan yang menarik perhatiannya, termasuk seorang janda muda bernama istrinya masih belia dan tidak masalah jika dirinya mendua, Buya Hamka menolak permintaan papanya untuk menikah dua kali. Bahkan, sampai ada pula seorang muslimah yang menawarkan diri untuk menjadi teman hidup Hamka secara Buya Hamka tetap teguh pada pendiriannya. Hatinya tak kuasa menikahi perempuan lain setelah Siti Raham. Selalu ada peringatan yang menghampiri relung batin Buya Hamka ketika berniat menerima tawaran cinta dari perempuan Rumah tangga Buya Hamka dan Siti Raham mengalami masalah perekonomianDok. Keluarga Buya HamkaBanyak suka dan duka yang mewarnai kehidupan pernikahan Buya Hamka dan Siti Raham, apalagi mereka berasal dari keluarga kurang mampu secara perekonomian. Saat ujian datang silih berganti, Siti Raham tak pernah henti memberikan motivasi tanpa mengeluh sekali pun.“Kami hidup dalam suasana miskin. Sembahyang saja terpaksa berganti-ganti, karena di rumah hanya ada sehelai kain,” tutur Hamka dalam buku biografi Pribadi dan Martabat Buya Prof Dr. Hamka karangan Rusydi Picks4. Puncak kemiskinan terjadi saat anak ketiga Buya Hamka lahir ke duniaDok. Keluarga Buya HamkaPuncak kemiskinan Buya Hamka dan Siti Raham terjadi ketika lahirnya anak ketiga mereka, yaitu Rusydi Hamka. Ia dilahirkan di kamar asrama, Kulliyatul Mubalighin, Padang Panjang pada itu, anak pertamanya yang bernama Hisyam meninggal dunia saat berusia lima tahun. Besarnya tanggungan ekonomi serta kerasnya penjajahan pada masa itu membuat Buya Hamka harus memutar otak secara ekstra. Apalagi ia harus membiayai istri dan kondisi diselimuti kemiskinan, Buya Hamka memutuskan untuk pergi ke Medan demi bekerja di Majalah Pedoman Masyarakat. Di ibu kota Sumatera Utara itu, Buya Hamka menetap selama sebelas tahun Siti Raham senantiasan menjalankan amanah yang diberikan Buya Vino G Bastian sebagai Buya Hamka, Laudya Chintya Bella sebagai Siti Raham Menurut Rusydi Hamka, saat itulah dia menyaksikan secara langsung kesulitan ekonomi yang dihadapi kedua orangtuanya. Kesetiaan Siti Raham terhadap Buya Hamka kerap diuji, namun ia memilih untuk mempertahankan rumah Raham senantiasa menjalankan amanah dari Buya Hamka untuk menjadi istri yang taat kepada suami serta mendidik anak-anaknya, meski Buya Hamka tidak bersamanya. Dalam kondisi pas-pasan, Buya Hamka mampu menahkodai rumah tangga dengan tujuh orang anak tersebut belum termasuk kemenakan yang ikut dibiayai Buya Hamka. Pasalnya, dalam adat Minang, saudara ibu yang laki-kaki memiliki tanggung jawab terhadap kemenakan dan saudara Siti Raham rela menjual perhiasan demi membeli beras dan membayar sekolah Vino G Bastian sebagai Buya Hamka, Laudya Chintya Bella sebagai Siti Raham Saat menemui istrinya di rumah, pertanyaan yang sering diutarakan Buya Hamka adalah “Apakah anak-anak bisa makan?” kemudian ia sengaja menepuk perut anak-anaknya untuk memastikan apakah buah hatinya dalam keadaan lapar atau Raham sukses menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Demi anak-anaknya tidak kelaparan, ia rela menjual harta simpanannya. Sejak dulu, Siti Raham bukanlah perempuan yang menjadikan perhiasan sebagai mahkota hidupnya adalah Buya Hamka dan keluarga. Mulai dari kalung, gelang emas, dan kain batik halus yang dibelinya di Medan terpaksa ia jual di bawah harga demi membeli beras serta membayar uang sekolah Raham seolah tidak lagi peduli akan dirinya yang kesusahan, asalkan perut anak-anaknya bisa kenyang dengan tenang dan tetap bisa melanjutkan Siti Raham selalu memprioritaskan kehormatan Vino G Bastian sebagai Buya Hamka, Laudya Chintya Bella sebagai Siti Raham Sering sekali Siti Raham meneteskan air mata ketika membuka lemari untuk mengambil kain-kain yang disimpannya. Ia berniat untuk menjualnya ke pasar demi bisa memberi makan tega melihat istrinya terus menguras harta, Buya Hamka sontak mengeluarkan sejumlah kain Bugis untuk dijual. Namun, istrinya justru mencegahnya dan berkata“Kain Angku Haji jangan dijual, biar kain saya saja. Karena Angku Haji sering keluar rumah. Di luar jangan sampai Angku Haji kelihatan sebagai orang miskin,” ujar Siti kehidupan yang serba sederhana, Siti Raham masih memprioritaskan kehormatan suaminya. Apa saja rela dilakukan agar Buya Hamka tidak terlihat lusuh di mata jama’ah dan Raham kerap memikirkan pakaian hingga membersihkan kopiah saat suaminya hendak keluar. Baginya, cinta adalah Banyak pengorbanan yang dilakukan Siti Raham untuk menjalani tugasnya sebagai seorang Vino G Bastian sebagai Buya Hamka “Saya diminta berpidato, tapi sebenarnya ibu-ibu dan bapak-bapak sendiri memaklumi bahwa saya tak pandai pidato. Saya bukan tukang pidato seperti Buya Hamka. Pekerjaan saya adalah mengurus tukang pidato dari sejak memasakkan makanan hingga menjaga kesehatannya,”Itulah kalimat singkat yang diutarakan Siti Raham ketika dipercaya memberikan pidato dalam kunjungan Buya Hamka ke Makassar. Tak disangka, ucapan itu sukses membuat Buya Hamka meneteskan air besar pengorbanan Siti Raham sebagai seorang istri dalam masa-masa perjuangan. Maka, melihat Buya Hamka yang menangis ketika dirinya turun dari mimbar pidato, Siti Raham hanya bisa tersenyum dan berkata, “Kan yang Ummi pidatokan itu kenyataannya saja.”Itu dia ulasan seputar fakta kisah cinta Buya Hamka dan Siti Raham. Bagaimana menurut Mama perjuangan cinta mereka berdua?Baca juga Tayang saat Lebaran, Ini Pelajaran Cinta dari Sosok Buya Hamka 5 Fakta Menarik Film Buya Hamka, Karya Panjang Berdurasi 7 JamTingkat Kecocokan Zodiak Taurus dan Capricorn dalam Percintaan
Kalauperlu, istri harus menyembah suaminya, tidak bisa keluar rumah tanpa izin suaminya, dan menjaga harta suami ketika tidak berada di rumah. Buya Hamka dalam tulisannya yang lain menambahkan, laki-laki diberi kelebihan fisik dibanding perempuan, maka laki-laki yang wajib mengembara mencari nafkah sedangkan perempuan bertanggung jawab menjaga
- Menikah dengan Hamka, Siti Raham tetap tegar mengarungi hidup dalam kekurangan. “Kami hidup dalam suasana miskin. Sembahyang saja terpaksa bergantian karena di rumah hanya ada sehelai kain sarung. Tapi, Ummi kalian memang seorang yang setia. Dia tidak minta apa-apa di luar kemampuan Ayah,” tutur Buya Hamka yang direkam Rusydi dalam buku Pribadi dan Martabat Buya Hamka 1981.Oleh Hendra SugiantoroHaji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka menikahi Siti Raham pada 5 April 1929. Saat itu usia Hamka 21 tahun, usia Siti Raham 15 tahun. Dari pernikahan ini lahir 10 anak yang masih hidup sampai dewasa. Ada dua anak yang meninggal saat kecil dan dua anak yang dengan Hamka, Siti Raham tetap tegar mengarungi hidup dalam kekurangan. “Kami hidup dalam suasana miskin. Sembahyang saja terpaksa bergantian karena di rumah hanya ada sehelai kain sarung. Tapi, Ummi kalian memang seorang yang setia. Dia tidak minta apa-apa di luar kemampuan Ayah,” tutur Buya Hamka yang direkam Rusydi dalam buku Pribadi dan Martabat Buya Hamka 1981.Dalam keluarga, Siti Raham dipanggil Ummi. Sedangkan Siti Raham memanggil Hamka dengan sebutan Angku Haji. Kendati mendampingi Hamka berkeliling berbagai daerah, logat Sungai Batangnya tak hilang. Selain di Padang Panjang, Siti Raham membersamai Hamka di Makassar selama 3 tahun, di Medan selama 11 tahun, dan di Jakarta selama 22 memang bukan pegawai atau pedagang. Penghasilannya semata-mata dari honorarium menulisnya. Karirnya melesat saat di Medan. Hamka diminta mengurusi majalah Pedoman Masyarakat. Majalah ini telah terbit sebelum Hamka berkecimpung. Sejak 1936, Hamka menggarap majalah Juga Kenakalan Hamka Mengantarnya Berpetualang Hingga Jadi UlamaSelain menulis artikel, Hamka juga menerbitkan buku. Di sisi lain, Hamka telah menjadi aktivis Muhammadiyah dan memberikan pengajian di mana-mana. Namun, nasib berputar 180 derajat ketika fitnah menerpa Hamka. Kawan-kawan dekatnya menjatuhkan martabatnya. Di Medan, Hamka murung dan Raham yang menyaksikan suaminya suka melamun akhirnya bersuara, “Tak ada gunanya Angku Haji termenung seperti ini berlarut-larut. Jangan dengarkan kata orang yang tengah marah. Sebelum kita jadi gila memikirkannya, mari kita bawa anak-anak.”Rusydi memaparkan, “Besoknya Ummi melelang barang-barangnya yang tak bisa dibawa ke kampung. Ummi pula yang mengurus kendaraan untuk membawa kami ke Padang Panjang.”Kembali ke Padang Panjang, kondisi ekonomi terpontang-panting. Hamka tak punya penghasilan tetap. Penghasilannya sebagai juru tabligh tak seberapa. Rusydi mengenang, “Anak-anak memang tidak kelaparan, karena Ummi menjual harta benda simpanannya yang dibawa dari Medan. Kalung, gelang emas, dan kain-kain batik halus yang dibelinya di Medan sewaktu Ayah masih menjadi hoofdredakteur Pedoman Masyarakat, dijual dengan harga di bawah pasar, untuk dibelikan beras dan biaya sekolah anak-anak.”Siti Raham berusaha tabah kendati sering menitikkan air mata saat mengambil kain-kain simpanannya dari almari. Melihat kondisi itu, Hamka terenyuh. Sempat ia menawarkan agar kain Bugisnya ikut Juga Buya Hamka Tak Hanya Ulama dan Sastrawan tapi juga Pejuang Kemerdekaan“Kain Angku Haji jangan dijual, biar kain saya saja, karena Angku Haji sering keluar rumah. Di luar jangan sampai Angku Haji kelihatan sebagai fakir yang miskin,” ternyata tak kunjung reda. Saat Belanda berhasil menduduki Padang Panjang saat Agresi Militer Kedua pada 1948, seluruh kampung dalam pengepungan. Saat itu Hamka berkeliling sebagai juru penerangan rakyat. Tugas ini menyebabkan Hamka tak menjumpai keluarganya kekalutan, sesama tetangga tak bisa membantu. Semua orang sedang susah. Malah beberapa orang mati kelaparan. Barang yang dijual Siti Raham tak ada semua anak bisa makan, beras dimasak menjadi bubur. Semua anak bisa kebagian. Kalau beras tak didapatkan, makan ubi tak lagi pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia, Hamka sekeluarga pindah ke Jakarta pada Januari 1950. Sejak tahun itu pula Hamka menjadi pegawai negeri Kementerian Agama golongan F. Namun, pada 1959, ada peraturan pemerintah bahwa pegawai negeri tidak boleh dobel tugas di partai yang aktif di Masyumi dilanda dilema. Hamka meminta pertimbangan istrinya. Siti Raham menjawab, “Jadi Hamka sajalah!”Rusydi Hamka memberi kesaksian, “Saya tak melihat tanda-tanda kecemasan sedikit pun pada wajah Ummi, yang pasti akan kehilangan sekian ribu rupiah gaji, serta beras beberapa liter, yang selama beberapa tahun kami tunggu setiap bulan.”Malam harinya, Siti Raham mengumpulkan anak-anaknya. “Ummi mengatakan, bahwa keadaan Ayah di hari-hari mendatang tidak begitu cerah, karenanya Ummi berharap kami tidak minta yang tidak-tidak. Kalau perlu yang sudah sanggup bekerja, mulailah mencari pekerjaan,” tulis Raham sangat menjaga kehormatan Hamka. Setiap Hamka keluar rumah, ia memastikan pakaian yang dikenakan suaminya bersih dan tidak sembarangan. Hamka telah menjadi milik masyarakat.“Hormati tamu Ayah kalian. Kalau kalian lihat penyambutan mereka di daerah-daerah, kalian akan tahu betapa mereka menghormati Ayah seperti raja,” kata Siti Raham kepada kejadian ketika Hamka melawat ke Makassar. Saat itu Siti Raham diminta berpidato. Dia tak pernah naik mimbar, namun dengan percaya diri berpidato juga. Pidatonya membuat banyak orang riuh bertepuk tangan dan meneriakkan, “Hidup Ummi, hidup Ummi!”Baca Juga Pesan Hamka Agar Jadi Generasi Unggul, Pemuda Wajib Paham Agama dan Sejarah“Waktu itu Ayah menitikkan air mata terharu,” kata Hamka kepada Rusydi. Apa yang disampaikan Siti Raham?“Saya diminta berpidato, tapi sebenarnya Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak sendiri memaklumi, bahwa saya tak pandai pidato. Saya bukan tukang pidato seperti Buya Hamka. Pekerjaan saya adalah mengurus tukang pidato, dengan memasakkan makanan hingga menjaga kesehatannya. Oleh karena itu, maafkan saya tidak bisa bicara lebih panjang,” dalam kesusahan merupakan sepenggal episode Siti Raham dalam mendampingi Hamka. Mereka juga melewati masa senang dan canda besar perjuangan dan ketegaran Siti Raham, seorang perempuan yang sebenarnya turut menjadikan Hamka sebagai manusia besar. Wallahu a’lam.*Artikel pernah dimuat di 29 Mei 2021jqf
AriKurniawan Selasa, 26 Maret 2019 08:15:08. Laudya Cynthia Bella mendapat peran sebagai Siti Raham, istri Buya Hamka. (Instagram / Falcon Pictures) TABLOIDBINTANG.COM - Laudya Cynthia Bella siap memulai proses syuting film terbarunya yang berjudul Buya Hamka. Di film garapan sutradara Fajar Bustomi terebut, Bella mendapat peran sebagai Siti

Disertaidengan foto keluarga dari ulama kenamaan, Buya Hamka, Ade Armando menyebut ulama tersebut masuk neraka karena membiarkan wanita di keluarganya tidak menggunakan jilbab. "Di mata kaum Islamis, Buya Hamka itu masuk neraka karena membiarkan kaum perempuan dalam keluarganya tidak berjilbab," tulisnya melalui akun twitter @adearmando1

Lebihdari 50 tahun Hamka dan Isterinya saling mendampingi, segala suka dan cita mereka hadapi berdua dari masa usia muda, ketika menikah , Hamka berusia 19 tahun, dan Isterinya kala itu berusia 16 tahun. Keduanya dikaruniai 12 orang anak. Dapat dibayangkan perjuangan hidup mereka sebagai orangtua membesarkan anak anak mereka. Setelah Isteri beliau wafat, Hamka lebih sering tinggal di rumah
KumpulanBerita BUYA HAMKA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara: Ulasan Buku 'Dari Perbendaharaan Lama' Buya Hamka itu masuk neraka karena membiarkan kaum perempuan dalam keluarganya tidak berjilbab," tulisnya. Selengkapnya. 14:53 WIB. Ade Armando: Jilbab Budaya Sumbar? Bohong, Itu karena Paham Wahabi Khilafah Ini Kesulitan Laudya
Untukbiaya kehidupan sehari-hari, Ummi, istri HAMKA mulai melelang barang yang dimiliki. Suatu pagi Ummi bersama Irfan, anaknya pergi ke pemilik penerbitan, dengan uang terakhir yang hanya cukup untuk ongkos becak. Ketika bertemu, si pemilik penerbitan bekata, "Ummi, buku-buku Buya yang baru dicetak disita orang. Penyitanya ini dikawal polisi.
Tidakada satupun anggota keluarga yang menyangka kejadian seperti itu akan menimpa kepala keluarganya. Diceritakan putra pertama Hamka, Yusran Rusydi, dalam Buya Hamka: Pribadi dan Martabat, istri Hamka yang ketika itu sedang sakit sampai tidak sadarkan diri setelah melihat Hamka dibawa ke Markas Besar Kepolisian.
KisahKeteguhan Istri Buya Hamka. Minggu : 08 Mei 2022 : 12:49:20. Editor: Redaksi. Buya Hamka beserta istri dan anak-anaknya. (Foto : Hamka dan Kenang-kenangan) Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka menikahi Siti Raham pada 5 April 1929. Saat itu usia Hamka 21 tahun, usia Siti Raham 15 tahun.
ZOTAt.
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/335
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/822
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/850
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/588
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/443
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/614
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/481
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/946
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/536
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/964
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/778
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/941
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/742
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/286
  • xlx9fvwsy3.pages.dev/247
  • istri buya hamka tidak berjilbab